Seminggu setelah aku mengatakan pada Sasuke-kun jika aku ingin pindah, aku pergi menuju apartemen baruku yang terletak agak jauh dengan gedung apartemen Sasuke-kun. Aku tidak mau jika aku masih berada di lingkungan yang sama dengannya aku tidak akan bisa melupakan apa yang ia lakukan malam itu. Aku tidak tahu itu kecelakaan atau memang dia sengaja melakukannya di belakangkua, entah sudah berapa lama aku tidak tahu.
Aku menaiki bus yang akan membawaku ke gedung apartemen yang baru, aku memilih tinggal di gedung yang sama dengan gedung apartemen Ino karena ia memang satu-satunya teman wanitaku. Aku duduk di bangku nomor dua dai belakang dan berada di sisi jendela. Entahlah, aku hanya senang duduk di sana, bahkan jauh sebelum aku tinggal bersama dengan Sasuke-kun.
Bus saat itu tidak terlalu ramai, dan aku menikmati perjalananku yang sepi ini bersama dengan calon anakku yang bahkan belum mengerti apa itu jalan kaki dan naik kendaraan, lucu sekali aku membayangkan bagaimana dia bertanya banyak padaku atau pada Sasuke-kun tentang benda-benda di sekitarnya.
Jalanan sepi, hujan telah mereda, dan aku merasakan firasat aneh malam ini. Apa ini hanya perasaanku saja? Atau memang akan terjadi sesuatu yang buruk pada Sasuke-kun? Aku hanya mampu berdoa dalam hati dan memohon kepada Tuhan agar semuanya baik-baik saja.
Aku memejamkan mataku mencoba tidur di tengah perjalanan malam ini, karena memang rute terakhir bus ini adalah gedug apartemenku. Itulah sebabnya kenapa aku tidak takut jika seandainya aku tertidur. Beberapa penumpang tampaknya juga tidak ada yang berniat turun dalam waktu dekat jadi aku semakin tenang dibuatnya.
Tiba-tiba saja semua orang yang ada di dalam bus berteriak panik dan ketakutan, bahkan supir bus pun sampai memaki dan berdoa di saat yang sama untuk memohon pertolongan kepada Tuhan. Aku membuka mataku beberapa saat kemudian karena kebisingan itu, mataku membelalak kaget karena dari arah depan terdapat sebuah truk yang berjalan dengan kecepatan tinggi dan oleng ke kanan dan ke kiri secara tidak beraturan.
Semuanya berteriak, menangis, menjerit, berdoa dan memaki. Aku takut. Truk itu semakin mendekat ke arah bus yang aku tumpangi. Sang supir tidak bisa membanting stir ke arah manapun. Di sebelah kanan adalah arus mobil yang berlawanan arah, sedangkan di sebelah kiri ada pertokoan, Dia tidak bisa berpikir cepat hingga akhirnya tabrakan tidak terhindarkan.
***
"Sakura kau sudah sadar?" Aku bertanya pada Sakura ketika dia mulai membuka matanya. Aku tidak tahu sejak kapan dia pingsan, apa sejak lima menit yang lalu?
Sakura hanya mengerjapkan matanya beberapa kali, dan dia hanya menatap kosong langit-langit yang ada di atasnya tanpa mengatakan apapun. Sungguh dia membuatku khawatir.
"Sakura?" Dia menoleh, setelah itu ia berbalik memunggungiku dan menatap jendela yang memperlihatkan langit sore Kota Konoha.
'Apa aku melakukan sebuah kesalahan?'
"Sakura...," Aku mencoba memanggilnya sekali laggi, dia tetap saja tidak merespon panggilanku. Kurasa aku memang melakukan sebuah kesalahan padanya.
"Sakura, aku minta maaf...." Aku meminta maaf padanya dengan nada yang penuh penyesalan. Bukankah aku meminta maaf padanya atas kesalahan yang tidak aku ketahui daripada dia mendiamkanku seharian?
Sakura menjadi sangat sensitif dan mudah sekali terpancing secara emosional sejak ia bangun dari komanya selama hampir sembilan bulan dan menjadi sosok yang terkadang aku sendiri merasa asing dengan kekasihku.
Aku takut dia menjadi pengidap kepribadian ganda atau apapun yang memengaruhi kesehatan psikisnya, tapi dokter psikiatri bilang ia tidak mengidap penyakit itu dan hanya mengalami trauma akibat kecelakaannya, dan karena kecelakaan itu juga Sakura kehilangan bayinya, anak kami yang berharga.
Saat itu aku merasakan keterpurukan yang sangat luar biasa, karena aku merasa gagal menjaga Sakura dan tidak mampu menahan wanitaku untuk tetap berada di sisiku.
Sakura akan tiba-tiba pingsan jika ia merasa tertekan ataupun ketakutan oleh sebab yang tidak jelas, atau terkadang ia akan tiba-tiba marah dan menangis karena ada orang yang menyinggung dirinya. Oleh sebab itu aku melarangnya untuk pulang dan tetap berada di rumah sakit untuk mengikuti berbagai terapi untuknya, baik itu terapi psikis dan fisiknya yang nyaris lumpuh karena tidak digunakan dalam waktu yang lama--Koma.
"Aku tahu aku salah, jadi maafkan aku, ya?" Aku masih membujuknya dan mencoba memberikan pengertian untuknya agar ia tidak lagi marah padaku.
Berhasil. Dia akhirnya menoleh lagi ke arahku dengan mata berairnya. "Ya Tuhan... Sakura kau menangis lagi?" Aku terkejut dengan sesuatu yang ada di mata itu. Aku membersihkan air mata di ujung matanya dan mengecup kedua kelopak mata itu bergantian.
Sakura hanya menggeleng, menyangkal bahwa dirinya menangis. Aku hanya tersenyum tipis kemudian ia membawanya ke dalam dekapanku.
"Sasuke-kun?" gumamnya dalam dekapanku.
aku bergumam untuk menjawabnya seraya tangan kananku mengelus rambut merah mudanya yang panjangnya mencapai punggung itu.
"Aku takut...," cicitnya. Aku mempererat pelukanku dan mencium puncak kepalanya beberapa kali.
"Kenapa kau harus takut? Aku ada di sampingmu,"
"Aku takut jika nanti kau akan meninggalkanku, Aku takut sekali..." Sakura bergetar, jelas sekali jika ia sangat ketakutan ia meremas kaus maroon-ku untuk melampiaskan ketakutannya.
"Tiadk akan, aku akan menjagamu, semampuku, selamanya,"
"Jadi, jangan takut, hm?" Aku masih berusaha menenangkannya dan Sakura hanya mengangguk menanggapi kalimatku.
***
Yuhuuuu dobel apdet nih, karena dobel jadi ini menjadi lebih pendek wkwkw itu alasan pertama.
Alasan kedua karena mungkin dalam beberapa hari ngga bakal apdet karena something happen in my life-eaa
Peringatan juga nih, buat adek-adek yang belum mencapai usia 17+ disarankan untuk bijak dalam membaca fanfict ini karena beberapa chapter ke depan dan seterusnya (mungkin) akan ada sebuah narasi yang tidak pantas untuk dibaca oleh adik2. Jadi mari bersama-sama menjadi pembaca yang bijak! 😊😊😊
Seeya~
KAMU SEDANG MEMBACA
LIE [COMPLETE]
Fanfiction[END] [17+] Ikatan benang merah diantara tangan kami masih terasa kuat di setiap ujungnya, aku masih mencintainya dan aku terus mencoba untuk menahannya. Namun kenapa di sisinya aku merasa ikatan ini terlalu mencekikku setiap detiknya? Ketidakberday...