Akhirnya aku dan Sasuke-kun di sini, di pemakaman Kota Konoha yang berada di atas bukit Konoha. Aku bersama Sasuke datang lebih dulu kemari sebelum menuju ke perbatasan barat Kota, karena memang makam kedua orang tuaku berbeda lokasi.
Kami ke makam Ayahku lebih dulu, kenapa tiba-tiba aku merindukannya? Menyakitkan sekali rasanya. Aku masih ingat ketika itu Ayah berjanji akan membawaku menuju altar ketika aku menikah, rasanya sudah lama sekali..., mungkin ketika aku masih berpacaran dengan Gaara-kun yang baru kuketahui jika dia adalah adik laki-laki Temari-san.
'Ayah aku datang,' aku memejamkan mata sejenak sebelum meletakkan bunga lili putig di atas makam ayahku.
'Maafkan putrimu ini yang tidak pernah berkunjung. Ada banyak hal yang terjadi di hidupku akhir-akhir ini.'
'Apa aku harus menceritakannya pada Ayah?' Aku terkekeh kecil mendengar suara hatiku sendiri. Bagaimana bisa aku membuat penawaran aneh seperti itu di depan Ayah?
'Kurasa Ayah sudah tahu, ya...,'
"Ayah ada yang ingin bertemu Ayah," Aku melirik ke belakang melihat Sasuke-kun yang masih berdiri dua langkah di belakangku.
"Dia calon suamiku, Uchiha Sasuke-kun," Aku mengkode Sasuke-kun dengan berbalik ke arahnya dan berbicara padanya melalui mata, dia mengerti kemudian melangkah mendekat.
"Biscaralah pada Ayah." pintaku padanya, aku mundur memberi ruang untuk Sasuke-kun agar lebih nyaman.
Ia memejamkan matanya seraya menarik napas dan membuangnya, setelahnya keadaan di sekitar kami menjadi hening dam khusyuk.
Beberapa saat kemudian keheningan terpecah dan suara Sasuke-kunlah yang memecahkan keheningan di sini.
"Aku berjanji akan menjaga putrimu sampai aku mati, Tuan. Jadi aku mohon percayakan Sakura padaku." Aku menyusut setetes air mata yang turun dari sudut mataku ketika mendengar Sasuke-kun selesai dengan doanya.
"Sudah?" Ia hanya mengangguk kemudian kam pergi dari sana dan bergegas ke tempat Ibu.
***
Perjalanan yang cukup melelahkan hari ini, karena kami sama saja mengelilingi Kota Konoha, dimulai dari perbukitan pemakaman ayah hingga berakhir di perbatasan Konoha dengan Kiri.
Daripada aku, Sasuke-kun jauh lebih terlihat lelah, beberapa kali ia menghela napasnya dan memijat pangkal hidungnya sebagai sikap jika ia merasa lelah.
"Apa Sasuke-kun merasa lelah?" Pertanyaan basi. Seharusnya itu terlihat jelas tanpa aku bertanya padanya, tapi Sasuke-kun hanya menggeleng memberi kode bahwa ia baik-baik saja.
"Bisa kita berhenti dulu di taman dekat sungai? Aku ingin mampir sebentar." pintaku, Sasuke-kun tanpa banyak bertanya ia langsung menyalakan lampu sein dan berbelok ke arah jalan menuju taman.
Malam ini cukup sepi di sini, mengingat ini masih di akhir musim dingin. Tentu saja suhu akan turun drastis meskipun tidak sedingin biasanya karena sudah mulai masuk ke musim semi.
Mobil berhenti, aku bergegas turun diikuti Sasuke-kun di belakangku.
Cukup indah di sini. Duduk di bangku taman yang menghadap langsung ke sungai yang diatasnya ada beberapa kapal yang berlayar. Aku melirik Sasuke-kun yang ikut serta duduk di sampingku, aku tersenyum tipis padanya dan kemudian tubuh tegap itu condong ke samping akibat dari tarikan tanganku pada lengan kanannya. Aku merebahkan kepalanya, memintanya berbaring dengan pahaku sebagai bantalnya.
"Aku tahu, Sasuke-kun sangat lelah hari ini. Tapi aku berterimakasih Sasuke-kun sudah mau mengantarku mengunjungi ayah dan ibu." Usapan pelan di kepala Sasuke-kun membuatnya memejamkan matanya sejenak.
Sasuke-kun tidak mengatakan apapun, tapi aku merasakan jika Sasuke-kun mengangguk di sana. Aku tersenyum lembut mendengar deruan napas Sasuke-kun yang semakin teratur itu. Dia benar-benar lelah ternyata.
Aku menerawang semuanya di sini, bagaimana aku kehilangan ayahku, perjuangan ibuku, pertemuanku dengan Sasuke-kun dan segala hal tentangnya, tentang semua hal yang aku lakukan bersamanya, kepeduliannya, kasih sayang yang Sasuke-kun berikan padaku... dan yang terparah adalah pengkhianatannya.
Jika aku bisa dan aku mau, aku ingin menghajar wanita yang berani-beraninya mendekati Sasuke-kun. Yang ternyata adalah senior di kampus Sasuke-kun dan juga sekarang menjadi bawahan Sasuke-kun di kantornya.
Yang aku bingungkan, apa modus dari wanita itu mendekati Sasuke-kun, sedangkan hampir seluruh mahasiswa di kampus Sasuke-kun dan teman-teman se-fakultasku tahu jika aku berpacaran dan bahkan tinggal bersama dengan Sasuke.
Tapi dia masih berani mendekati dan bahkan menghabiskan malam bersamanya.
Aku menggelengkan kepalaku, mencoba menepis semua pikiran yang dapat memicu traumaku. Tentang pengkhianatan Sasuke-kun yang merupakan penyebab trauma yang paling menakutkan itu.
Tapi kurasa aku terlambat. Dadaku mulai sesak, dan napasku semakin memburu tidak beraturan. Apa aku akan kambuh lagi malam ini?
"Sa-Sasuke-ku-kun, bangun...." Aku mencoba membangunkannya, menepuk pipinya pelan agar ia tidak terkejut.
Aku merasa tidak sanggup untuk menahannya, menahan rasa sakit yang sudah lama tidak pernah datang kini kembali menyergap. Yang hanya menyisakan rasa sakit dan udara yang menumpuk di paru-paru enggan untuk keluar.
Aku terus mencoba membangunkan Sasuke-kun ditengah aku menahan rasa sakitku yang semakin menyergap. Hingga ketika titik kesadaranku barada pada batasnya, Sasuke-kun berangsur bangun dan aku tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi.
***
Dimana ini? Apa di rumah sakit lagi? Terakhir aku aku berada di sungai bersama Sasuke-kun dan berakhir di sini.
Matanku mengedar menerawang sekeliling ruangan ini, dalam hati aku tersenyum lega, karean aku tidak berada di rumah sakit yang memuakkan itu. Aku sudah cukup bosan tidur di sana hampir setahun.
Pintu ruangan ini terbuka, menampilkan sosok Sasuke-kun yang berdiri di depan pintu melihatku lalu berjalan ke mari.
"Kau sudah bangun?" Ia duduk di tepi ranjang, aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.
Sasuke-kun tersenyum tipis kemudian meraih tanganku dan membawanya ke sisi pipinya. "Apa kau lelah?" tanyanya lagi, dan lagi-lagi aku hanya diam dan menggeleng tanpa membalas perkataannya.
Ruangan ini senyap untuk beberapa saat, dan aku baru menyadari jika ini sudah berada di dalam kamar Sasuke-kun.
Hangat tangan itu perlahan menjalar sampai ke dasar hatiku, menghangatkan sesuatu yang membeku di sana. Dan aku menyadari sesuatu sekarang, selama ini bukan tangan Sasuke-kun yang dingin tapi ini adalah salahku sendiri yang menolak kehangatan yang Sasuke-kun berikan. Cinta Sasuke-kun masih ada dan tetap ada untukku, semua perhatian dan kasih sayangnya masih ia berikan dengan percuma untukku.
Aku yang terlalu bodoh. Terlalu menggelapkan hatiku karena sebuah kesalahan yang Sasuke-kun buat dan kini aku tidak akan pernah peduli lagi, kesalahan apa yang ada di belakangnya, bayangan masa depannya yang masih hitam aku tidak peduli. Asalkan dia di sisiku dan tetap mencintainku.
Aku bangkit dari tidurku, kemudian meraih tengkuk Sasuke-kun dengan sebelah tanganku yang bebas menariknya ke arahku lalu aku mencium keningnya penuh kelembutan.
Ciuman itu terus turun seiring garis wajah Sasuke-kun, pelipisnya, kedua kelopak mata yang membalut oniks yang memabukanku, puncak hidungnya, dan terus merambat turun mencapai dagunya dan naik lagi hingga bibir kami saling bersentuhan. Kecupan ringan terjadi beberapa kali, hingga aku menuntutnya dengan sebuah lumatan panas yang merindu.
"Aku merindukanmu," bisikku, yang pada akhirnya membuat tubuh Sasuke-kun menegang sejenak sebelum pada akhirnya ia yang menguasaiku.
***
Ini apa Ya Gustiiii,
Selamat menjalankan ibadah puasa teman2,
Selamat menikmati~~
KAMU SEDANG MEMBACA
LIE [COMPLETE]
Fanfiction[END] [17+] Ikatan benang merah diantara tangan kami masih terasa kuat di setiap ujungnya, aku masih mencintainya dan aku terus mencoba untuk menahannya. Namun kenapa di sisinya aku merasa ikatan ini terlalu mencekikku setiap detiknya? Ketidakberday...