TIGABELAS

5.6K 441 29
                                    

 "Dia Mei." kenapa Sasuke-kun terlihat begitu tegang jika itu hanya untuk menjawab siapa wanita itu? Apa jangan-jangan itu adalah wanita yang dulu?

Aku melengkungkan senyumku, ternyata memang dia wanita yang waktu itu. Aku baru paham sekarang, tapi kenapa dia berada di sini? Mungkinkah Sasuke masih berhubungan dengannya?

Sikap terbaik adalah bersikap baik-baik saja dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Bukankah aku seorang aktris yang jenius? Menutup semua perasaanku dengan seulas senyum palsu yang bahkan Sasuke-kun tidak bisa mengetahui apakah itu senyuman tulus atau senyum palsu.

Ahh aku hampir lupa tujuanku yang sebenarnya ke sini, "Oh, iya Sasuke-kun, bagaimana dengan makan siangnya? Aku lapar setelah berlarian ke banyak tempat."

"Sayang, kau bahkan berlarian ke sana ke mari dengan mobil dan Yamada. Ingatlah," Sasuke-kun dengan semua sikap mengesalkannya itu ada siratan perhatian yang tidak terlihat yang selalu ia pancarkan kepada semua orang yang dekat dengannya.

"Kau ingin makan siang dimana?" aku menimbang-berpikir sejenak di mana aku harus memuuaskan rasa laparku.

"Bagaimana dengan kantin di kantormu? Aku ingin mencicipi makanan yang dimakan suamiku dan mungkin bahkan kau juga belum merasakannnya." sindir Sakura dengan bibir yang melengkung sempurna.

"Kau tadi  bilang apa?"

"Bilang apa maksudmu?--Oh!!! Apa yang kau maksud aku bilang 'suamiku'?" seringai kecil terbit di bibirku dan aku melihat Sasuke-kun yang sedang merona sempurna di sana?

"Jadi... suamiku kita ke kantin kantormu okay?"

"Aa, A-aa ayo...," Sasuke-kun yang malu-malu itu lucu, aku sampai gemas sendiri dan ingin menggigit pipinya.

Suasana kantin ini cukup ramai disaat jam-jam makan siang seperti ini, aku dan Sasuke-kun sampai bingung kemana kami harus duduk. Hingga akhirnya Sasuke-kun memutuskan untuk menyuruhku mengambil duduk, sedangkan ia mengambil makanan.

"Baiklah," Aku melangkah mencari tempat duduk dan akhirnya aku menemukannya, set meja untuk dua orang yang ada di ujung kantin itu.

Aku mendudukan diri di sana, kemudian dengan setengah malas menunggu Sasuke-kun yang masih sibuk mengantri di sisi kantin yang lain. Keramaian ini membuatku pusing sejujurnya, bukannya bagaimana, hanya saja ketika melihat orang yang terlalu banyak berkumpul dan berbicara banyak seperti ini aku cukup merasa tidak nyaman dengan situasinya.

Bukankah aku ini cocok sekali dengan Sasuke-kun yang sama-sama tidak menyukai keramaian? 

Sasuke-kun menyusul ke arahku dengan sebuah nampan besar yang berisi dua buah makan siang.

"Salad?" Sasuke-kun mengangguk saja ketika aku melihatnya dengan tatapan aneh, ayolah siapa yang akan makan siang dengan seporsi besar salad?

"Untuk siapa?" Tanyaku kemudian.

"Untukku." Sasuke-kun menjawab ringan tanpa peduli dengan pandanganku terhadapnya. Matanya tertuju indah pda tumpukan sayuran dan tomat itu dengan pandangan berbinar-binar. "Kau mau?" Tanya Sasuke-kun ketika ia mengetahui aku memandangnya dalam saat sedang menyantap saladnya.

Aku hanya menggeleng, kemudian kembali menyantap sup kerang ke dalam mulutku. Nasi dan sup saat siang hari adalah yang terbaik.

*

Aku pulang setelah Yamada-san datang, itu karena Sasuke-kun yang tidak membolehkanku naik kendaraan umum lagi untuk bepergian. Katanya ia takut jika kejadian dulu terulang lagi.

Aku sampai di rumah Uchiha dan kulihat ibu dan beberapa pelayan rumah dan Izumi sedang menyiapkan makan malam. Aku berjalan mendekat menghampiri mereka yang masih sibuk berkutat dengan kegiatan memasak itu.

"Ada yang bisa kubantu, Bibi?" Tanyaku ketika aku sudah berada di pintu dapur.

Bibi Mikoto mendengus, kemuian berbalik menatapku dengan pandangan menghakimi, "Sakura-chan... berapa kali aku mengingatkanmu untuk memanggilku Ibu?" keluhnya kemudian

Aku meringis kecil dan merasa bersalah pada Ibu Mikoto, "Maafkan aku, Bu. Aku hanya terbawa suasana."

"Jadi, apa yang bisa kubantu?" 

"Kau siapkan meja makan dan bantu mereka membawa makan malam, kau tidak keberatan 'kan?" Ibu Mikoto, Ibu Sasuke beliau sebelas dua belas dengan mendiang Ibuku. Keduanya sama-sama melarangku untuk membantunya di dapur karena alasan keselamatan. Kenapa hanya aku? Padahal Izumi-san tidak begitu.

Aku mengangguk tanpa suara pada Ibu, kemudian menuju meja makan dan mulai menatanya.

Disela kegiatanku bersama pelayan-pelayan dapur, dan menyempatkan diri bertanya kepada mereka. "Jadi apa dulu, Izumi-san juga diperlakukan begitu?" Aku bertanya pada mereka dengan suara berbisik.

Salah seorang yang terlihat paling senior di sini menjawab  pertanyaanku dengan nada berbisik juga. "Ya, sebenarnya tidak juga, Nona. Karena Anda bisa dibilang adalah wanita asing yang tinggal dekat dengan keluarga Uchiha-sama. Maafkan aku, jika perkataanku menyinggung anda."

"Tapi saya serius, karena Nona Izumi baru tinggal di sini tiga bulan setelah menikah dengan Itachi-san. Jadi mungkin perlakuan dari Mikoto-sama agak sedikit berbeda karena anda adalah tamu di rumah ini." pungkasnya. Ah... Ibu Mikoto baik sekali, meskipu bisa dibilang aku adalah  calon istri Sasuke-kun, aku tetaplah orang asing sebelum nama belakangku sama dengan Sasuke-kun. 

Selesai menyiapkan makan malam tadi aku kembali ke dalam kamar, mengistirahatkan diri sejenak sambil menunggu Sasuke-kun pulang. Sangat melelahkan hari ini. Aku juga harus segera bicara pada Sasuke-kun untuk mengatur jadwal mengunjungi makam kedua orang tuaku. Setidaknya aku harus meminta restu kepada mereka bahwa aku akan menikah.

Orang tuaku cukup memiliki nasib yang sama mengerikannya denganku. Ayah yang memang sudah lama meninggal sejak aku duduk di bangku sekolah menengah, dan ibu yang harus berjuang lebih keras untuk menghidupiku dan menanggung biaya kuliahku. 

Memang aku mendapat beasiswa, meskipun itu tidak penuh itu cukup meringankanku. Apalagi sejak aku tinggal bersama dengan Sasuke-kun beban ibu semakin ringan saja. Tapi itu tidak berlangsung lama. Hanya sampai sekitar dua tahun lalu aku kecelakaan.

Ibu cukup terpukul dengan kecelakaan yang menimpaku, ia segera menyusul ke Kiri begitu mendengar kabar tentangku dan kondisiku. Hingga entah karena hal apa, kereta yang ditumpangi ibu terlibat kecelakaan dengan saling bertabrakan dengan kereta yang lain. 

Mereka bilang ibu meninggal di tempat dan, pihak asuransilah yang mengurusi pemakaman ibu dan mengkremasinya. Kami memang sudah tidak memiliki kerabat di Konoha, jadi sekarang aku adalah anak sebatang kara yang telah kehilangan kedua orang tuanya.

Suara pintu yang terbuka mengembalikanku kepada kenyataan, wangi parfum ini membuatku tahu siapa yang datang, Sasuke-kun dengan wajah tampan lelahnya ia masuk dan menghampiriku. "Melamun, lagi?" Ia bertanya seraya mencium pelipis kananku. Aku menggeleng tidak menjawab dan berbalik padanya.

"Sasuke-kun? Apa akhir pekan kita bisa mengunjungi ayah dan ibuku?" tanyaku padanya.

Sasuke-kun menerawang, sepertinya mengingat-ingat jadwal akhir pekannya selain tidur hingga matahari tergelincir ke barat. "Kurasa bisa."

Aku menerjangnya memeluknya seerat yang kubisa dan banyak menggumamkan kata terimakasih padanya. "Kenapa ada pria setampan dirimu?"

"Aku memang tampan Sakura..."

"Aku mencintaimu..." Aku memeluknya lagi dan beberapa kali mencuri ciuman di pipinya.

***

Maafkeun karena kemarin ada kesalahan teknis dan banyak yang nanya kemana chapter 13, jawabannya adalah kemarin mau save draft tapi malah keencet publish. Jadi ya... seperti itu. 

Dan juga aku mau minta pengertian dari teman-teman readers kalo seandainya nanti ngga bisa update cepet as always, sebab aku yang sekarang sedang membagi waktu antara belajar, tidur dan main watty. 

Kehidupanku di dunia nyata sedang dipertaruhakan, karena ini bulan puasa, jadi semua makul itu ngebut kaya di kejar polantas. Tugas deadline semua dan juga UAS yang ngga ada habisnya. Sekian terima kunci.

Selamat menikmati chapter 13~

LIE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang