Bab 24 Eris dan Kenangan Masa Lalu

18 2 0
                                    



    Aku berjalan ke dapur dan menghampiri lemari es besar yang ditempatkan di sudut ruangan. Udara dingin seketika menerpa wajahku ketika aku membukanya. Di dalamnya terdapat beberapa minuman mahal yang bertengger, seperti Kana Nigari, Fillico, Bling H2O, dan 10 Thousand BC yang harganya mulai dari jutaan hingga ratusan juta.

    Tapi, yang aku butuhkan saat ini hanya sebotol air mineral dingin biasa. Aku melirik ke bagian bawah lemari es, dan mengambil sebotol Aqua.

    Setelah menutup lemari es, aku membuka tutup botol dan menumpahkan air di dalamnya ke dalam mulutku. Sensasi dingin segera menyebar ke seluruh tubuhku.

    Hari ini terasa sangat panas.

    Ini sudah ke enam kalinya aku mengambil air mineral dari lemari es. Kemarin dan hari kemarinnya persis sama dengan hari ini. Aku harus bolak-balik dari kamarku ke dapur hanya untuk mengambil air mineral dingin.

    Setelah merasa panas di tubuhku agak mendingan, aku meninggalkan tempat ini dan segera menuju kembali ke kamarku.

    Rumahku cukup luas. Jarak antara dapur ke kamarku saja bisa mencapai 20 meter. Sangat melelahkan bila harus bolak-balik beberapa kali dalam satu hari, yang berarti total yang harus aku tempuh dalam sekali perjalanan pulang-pergi adalah 40 meter.

    Aku pernah meminta ibuku untuk menyediakan lemari pendingin pribadi di kamarku. Tapi, dia menolak. Ia berdalih kalau ia menuruti permintaanku, aku mungkin tak akan pernah lagi keluar dari kamarku. Selama ini aku selalu mengurung diriku di dalam kamar, mungkin ia khawatir pada kesehatanku. Maka dari itu, berjalan sepanjang 40 meter di dalam rumah sudah cukup untuk menggantikan olahraga pagi yang sering aku abaikan.

    Kamarku ada di lantai dua. Dari sini aku hanya perlu belok kanan, belok kiri, belok kiri lagi, belok kanan, dan menaiki anak tangga lurus menuju lantai dua.

    Dan setelah itu―

    “Hah! Kak Eris!”

    ―Aku menemukan seorang gadis sedang terperanjat kaget ketika melihatku.

    Ia adalah adik kecilku, Talita.

    “Hmm?” Aku berpikir sejenak sembari menatap bola matanya.

     Jika ia menunjukkan raut wajah ketakutan seperti ini, biasanya ada sesuatu yang telah ia lakukan di belakangku, itu berarti...

      “Beritahu aku... kejahatan apa yang telah kamu lakukan?”

    “Hah! Ti.. Tidak, Kak. Aku... Aku hanya...”

    Talita sangat gugup menjawab pertanyaanku. Berarti benar dugaanku. Ia sedang menyembunyikan sesuatu dariku dan tak sengaja tertangkap basah.

    Aku melihat ke arah belakang punggungnya. Agak jauh di sana, aku melihat pintu kamarku sedikit terbuka.

    “Sudah kubilang. Jangan memasuki kamarku tanpa izin!” Aku berteriak padanya yang membuatnya kembali terperanjat.

    “Ah! Aku... Ew... Aku sedang mencari kakak.”

    “Sedang mencari aku? Ada urusan apa memangnya.”

    “Karena ayah sedang melakukan...
kunjungan bisnis ke luar negeri dan ibu sedang pergi ke luar kota. Maka, aku hanya bisa... memberitahu kakak.”

    “Apa itu?”

    “Aku...
akan pergi keluar bersama...
te... temanku. Mungkin hari ini aku pulang agak telat.” Katanya sembari menunjukkan raut wajah malu-malu kucingnya.

    Teman?

    Sejauh yang aku tahu, sejak ia pindah sekolah ia hanya punya satu teman dan ia adalah seorang gadis―teman sekelasnya. Kalau aku tidak salah ingat, namanya Alisa. Ia pernah beberapa kali membawanya ke sini. Tapi aku sama sekali belum pernah berbicara dengannya.

Bunuh DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang