Bab 14 Silvia dan Taman Kenangan

20 2 0
                                    

           

    Karma tidak akan berbalik, jadi aku tanpa kata mengikutinya.

    Kami berada di jalur kereta yang kami gunakan setiap hari. Hampir tidak ada orang karena saat ini berada di luar jam sibuk. Hah? Ada seseorang berdiri meskipun banyak kursi kosong. Ah, itu adalah energi humanoid. Sangat membingungkan. Kalau dipikir-pikir, bagaimana cara membedakan antara manusia dan energi humanoid? Hah? Bagaimana cara aku melakukannya? Aku tak bisa mengingat.

    Kami turun dari kereta, tapi ketika aku pergi ke gerbang keluar stasiun, aku berbenturan dengan penghalang karena mesin itu tidak bereaksi terhadap tiket multi trip ku. Ada apa ini? Apakah ini juga ulah dari energi humanoid? Bukannya tidak mungkin. Aku menempatkan tiket multi trip ku di sensor lagi, dan kali ini penghalang terbuka. Fiuh, itu benar-benar membingungkan.

    Aku terus mengikuti Karma dari belakang.

    Kanan, kiri, kanan, kanan, kiri―kita berbelok, berbelok, dan berbelok.

    Akhirnya, kami tiba di sebuah taman, tetapi bukan taman tempat di mana aku bertemu dengan Manis Kemuning. Ini adalah taman umum, taman yang sangat kecil dengan sekelompok bangunan yang berkarat.

    “... Apakah kamu ingat tempat ini?” Karma tiba-tiba bertanya, bebalik ke arahku.

    Meskipun ia telah mati-diam dalam perjalanan ke arah sini, ia tersenyum lembut. Karena aku tidak memberinya reaksi apapun, ia terus menarik aku.

    “Ini taman di mana kita pertama kali bertemu, saat kita berusia 2 tahun. Aku tidak berharap kamu mengingat jalan menuju ke sini, tapi kamu ingat kita sering bermain di sini, kan?”

    “...”

    Tentu saja aku ingat.

    Namun, aku ragu-ragu untuk menjawabnya karena aku belum memahami arti dibalik membawa aku ke sini dan mengatakan itu.

    “Ketika kami masih kecil, kamu lebih tinggi dari aku dan kamu akan selalu menggodaku. Sejujurnya, ada hari-hari di mana aku begitu takut kalau aku tidak ingin meilhatmu lagi, Silvia!” dia tertawa.

    Aku melihat-lihat ke sekitar taman. Memang ini adalah taman di mana kami sering bermain dengan Karma di dalam kotak pasir, atau ayunan. Sekarang, panjatan telah hilang, tapi selain itu, taman ini tetap merupakan tempat kenangan masa kecil yang kami pikir adalah kerajaan kecil kami sendiri.

    “Itu adalah masa yang indah, bukan?” Karma meneruskan, masih tersenyum lembut.

    Senyumnya menyebabkan aku―marah.

    Aku diam, karena itu bukan salahnya. Bukan dia yang harusnya disalahkan. Hanya saja aku merasa ingin muntah karena tusukan-tusukan di perutku.

    Oleh karena itu, aku memutuskan untuk memberitahu Karma apa yang harus dia ketahui.

    “Karma, dengarkan...”

    “Baik!” Dia menjawab secepat peluru.

    “Kamu sangat penting bagiku, Karma,” aku mulai berbicara, tampangnya menghianati ketakutannya. Matanya melebar.

      “Aku berpikir setiap orang mempunyai peran masing-masing dalam kehidupan ini. Misalnya, presiden harus melindungi dunia di atas tahta yang tinggi, sementara perdana menteri dari negara kepulauan harus mematuhi presiden. Columbus menginjakkan kaki di Amerika, dan Madame Curie menemukan polonium dan radium. Dan aku... aku harus menyelematkan dunia.”

    “Apa yang akan kamu lakukan?”

    “Aku akan memastikan dunia tidak diserahkan ke pihak mereka dengan cara melepaskan kekuatan dalam energi humanoid dan mengurangi jumlah mereka. Mungkin terdapat korban saat mereka berkedip sesaat setelah kekuatan mereka dilepaskan, tapi itu... memerlukan hati sekejam iblis. Jangan salah―hati nuraniku menusuk-nusuk diriku, tapi aku tidak bisa berdiam diri. Aku harus mengambil tindakan. Itulah peranku karena aku tahu apa yang harus aku lakukan.”

Bunuh DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang