2.3

1.6K 328 32
                                    

"Appa, kenapa paman pulangnya lama sekali? Kalau appa yang bekerja, biasanya malam sudah pulang."

Minhyun menolehkan kepalanya ke arah Jinyoung yang tengah menggambar, bocah laki-laki itu duduk manis sembari memegang pensil warnyanya di atas meja makan. Ia tersenyum mendengar pertanyaan anak semata wayangnya ini. Meskipun tidak menujukkan hubungan yang sangat baik dengan Hyunbin, tetap saja Jinyoung menyanyanginya. Mencarinya kalau tidak ada, merindukan kehadirannya meski hanya pergi sebentar.

Ia pun meninggalkan sejenak kegiatan mencuci piringnya. Taedong dan Donghan baru saja pulang setelah makan malam yang dibuatnya. Jam dinding sudah menunjuk pada angka sembilan, langit juga sudah begitu gelap, tetapi Jinyoung sepertinya belum tertarik untuk bergelung dalam selimut yang hangat dalam waktu dekat.

"Rindu dengan Paman Hyunbin, hmm?" Minhyun mendudukan dirinya disebelah putranya, mengelus pelan rambut hitam yang baru ia cuci sore ini—Jinyoung masih minta dimandikan olehnya.

"Tidak, siapa juga yang rindu dengannya." Jinyoung mencebik lalu memalingkan wajahnya ke sebelah. Minhyun pun terkikik melihat perlakuan anaknya yang masih gengsi dengan calon suaminya itu.

"Baiklah, baiklah. Kau tidak rindu tapi hanya kangen. Benar, kan?"

"Appa!"

TING

Bel rumah mereka berbunyi. Minhyun menatap ke arah pintu, siapa yang ingin bertamu selarut ini? Ia pun bangun dari duduknya dan berniat untuk mengeceknya. Pertama ia mengintip dahulu melalui lubang kecil di tengah pintu. Namun, pemandangan yang ia dapatkan cukup mengejutkan. Seorang wanita yang mengendong seorang anak. Ada keperluan apa seorang ibu dengan anak bertamu ke apartemen Hyunbin?

"Ada perlu apa ya?" Minhyun langsung bertanya begitu ia membuka pintu. Dihadapannya terpampang wajah seorang wanita cantik—yang menurutnya bukan orang Korea—sedang berdiam di tempat sembari menggendong seorang bayi.

"Apa ini benar rumah Tuan Kwon Hyunbin?" Suara lembut dengan aksen Korea yang sedikit dipaksakan keluar dari mulut wanita ini. Benar, sepertinya memang bukan orang Korea.

Minhyun mengangguk. "Benar, ada apa?"

"Aku ingin bicara dengannya. Apa Tuan Kwon ada di rumah?"

"Ia sedang bekerja dan baru pulang besok sore..." Wajah wanita itu menunjukkan keterkejutan, sepertinya ia tidak senang mendengar jawaban yang ia dapat dari Minhyun. "Aku bisa menyampaikannya kalau kau mau." Minhyun melihat wanita itu tersenyum senang begitu ia melanjutkan kalimatnya.

"Masuklah dulu."

Minhyun mempersilahkan wanita itu masuk dan menyuruhnya duduk sementara ia ke belakang lalu menyiapkan segelas teh hangat. Saat ia kembali, wanita itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih begitu Minhyun menyerahkan teh padanya.

"Kalau boleh tahu, siapa namamu?" Minhyun bertanya pada wanita itu.

"Haruka, Haruka Takahashi. Tapi biasanya aku dipanggil Haru-chan."

"Orang Jepang ya?"

Haruka mengangguk mendengar pertanyaan Minhyun.

"Aku tidak pandai berbasa-basi. Kalau bisa tolong sampaikan pada Tuan Kwon Hyunbin bahwa aku butuh ia untuk mengurus anak ini. Aku sudah menunggunya untuk kembali ke Korea sejak lama, aku harus kembali ke Jepang untuk menjadi Geisha, hanya itu yang bisa ku lakukan. Aku sudah tidak mau bekerja seperti dulu lagi. Bisakah kau sampaikan?"

Minhyun mengerutkan keningnya bingung. Mengapa Hyunbin harus mengurus anak dalam gendongan wanita ini. Apa hubungan mereka?

"Tolong katakan padanya, saat ia menyewaku 2 tahun lalu, sepertinya dia lupa memakai pengaman dan aku sedang masa subur sehingga tidak lama aku tahu bahwa aku sudah hamil, ia hanya datang sekali sehingga aku tidak ingat banyak tentangnya. Aku tahu aku terdengar menjijikan karena meminta ia bertanggung jawab sementara aku dibayar untuk itu. Tapi aku sungguh tidak ingin anak ini mengingat bahwa ia ada secara tidak sengaja tanpa cinta. Aku mencintai anak ini sepenuh hati tapi aku takut duniaku akan membuatnya tumbuh dengan tidak baik. Setidaknya kalau bersama dengan Tuan Kwon, hidup anak ini akan normal seperti anak pada umumnya. Ia tidak perlu punya ibu miskin yang seorang mantan pekerja seks, ia bahkan tidak perlu tahu aku ibunya. Aku sangat miskin dan tidak punya pilihan selain pulang ke kampung halaman kalau tidak mau menjadi seorang pelacur."

Minhyun terkejut bukan main mendengar perjelasan dari wanita bernama Haruka ini. Mengenai fakta dan kisah yang wanita ini ceritakan, semuanya terlalu mendadak dan Hyunbin sama sekali tidak pernah menceritakan padanya tentang hal ini. Ia sama sekali tidak tahu harus melakukan apa.

"Sebenarnya aku berencana menikah dengan Hyunbin beberapa bulan lagi."

Wanita di depannya tentu terkejut mendengar perkataannya. Matanya bergerak kesana kemari, seakan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Pada akhirnya, wanita berdarah Jepang itu hanya menundukan kepalanya, bukannya merasa jijik atau tidak nyaman karena Minhyun baru saja mengatakan bahwa ia akan menikah dengan pria yang sudah menghamilinya, Haruka malah berkali-kali menundukan kepalanya dan berujar maaf.

"Maafkan aku, maafkan aku. Aku sungguh tidak tahu kalau Tuan Kwon akan menikah."

"Appa, siapa yang datang? Apa itu Paman Hyunbin?" Tiba-tiba suara Jinyoung dan kaki kecilnya yang berlari memasuki ruang tengah dimana ia tengah duduk bersama Haruka.

Minhyun menolehkan padangannya pada Jinyoung. Anak semata wayangnya, putra satu-satunya, buah hatinya. Ingatannya melayang pada masa-masa dimana Hyunbin memperlakukan Jinyoung selama ini. Pria itu memanjakan dan menjaga Jinyoung seakan ia adalah anaknya. Tidak pernah sekali pun Hyunbin mengungkit-ungkit masalah jika Jinyoung adalah darah dagingnya dan tidak ada hubungan darah dengan keluarga Kwon manapun.

Dan sekarang dihadapannya muncul seorang wanita muda yang mengaku telah melahirkan anak dari Hyunbin. Ia meminta Hyunbin untuk mengurus anak itu karena mungkin Haruka tidak punya uang yang cukup untuk sekadar membeli susu apalagi menyekolahkan bayi dalam gendongannya. Dalam darah bayi itu mengalir darah Hyunbin, ia bagaimana pun adalah salah satu kewajiban yang harus Hyunbin pertanggung jawabkan.

"Aku sungguh minta maaf. Aku tidak ingin menganggu pernikahan kalian, apalagi kalian sudah ada tanggungan seorang anak. Jangan katakan apapun pada Tuan Kwon. Aku akan membawa serta anak ini ke Jepang. Anggap saja aku tidak pernah muncul. Selamat malam."

"Namanya..." Hampir saja Haruka bangun dan pergi, tetapi ia mengangkat kepalanya begitu mendengar perkataan Minhyun. "Siapa nama anak itu?"

Haruka perlahan kembali duduk. "Daehwi. Wajahnya sangat manis meskipun ia laki-laki sehingga aku mencarikan nama yang sama manis dengannya. Ia jarang menangis, sangat penurut. Aku rasa dia tahu bahwa ibunya sudah kesusahan dan ia tidak ingin menambahkannya lagi." Haruka tersenyum saat bibirnya menceritakan mengenai Daehwi pada Minhyun. Minhyun bisa merasakan ketulusan wanita ini. Meskipun Daehwi ada bukan karena keinginannya, apalagi dengan keuangan yang pas-pasan, Haruka tetap mempertahakannya dan merawatnya.

"Boleh aku menggendongnya?"

Haruka dengan hati-hati menyerahkan Daehwi dari gendongannya, Minhyun kini menggendongnya. Mata rubahnya menatap bayi ini dengan hati-hati. Benar, seperti yang dikatakan Haruka, anak ini begitu manis. Meskipun baju yang dipakainya ini sudah pasti bukan dari toko mahal, tapi sungguh tidak mengurangi kadar kemanisannya. Rasanya Minhyun seakan tertarik pada pesonanya. Jinyoung yang ada disampingnya juga memandang kagum pada bayi dalam gendongannya ini. Mereka sama-sama terpesona pada senyumnya yang secerah matahari.

"Manis sekali Daehwi-kun itu ya? Kalau Tuan Kwon itu tampan, Daehwi-kun adalah versi yang lebih lembut. Dari ingatanku yang samar-samar, mereka itu memang sangat mirip. Karena itu aku tidak tega kalau harus membiarkan Daehwi-kun bersamaku. Aku sangat berharap ia memiliki hidup yang baik. Cukup aku saja yang menderita. Daehwi-kun harus bahagia, ia harus memiliki hidup yang layak. Bermain saat kecil lalu bersekolah, memiliki banyak teman yang bisa ia ajak bicara, dan punya orang tua yang selalu menyayanginya. Hanya itu yang aku harapkan."

"Jinyoung, kau suka padanya?" Jinyoung mengangguk-anggukan kepalanya semangat ketika ditanya oleh Ayahnya. Lagi pula siapa juga yang tidak jatuh hati pada makhluk kecil ini.

Minhyun tersenyum lalu mengangkat kepalanya yang sedari tadi tidak bisa lepas dari mata bulat Daehwi. "Besok datanglah kembali dengan membawa Daehwi. Malam hari saja, Hyunbin sudah pulang saat itu. Kita bisa membicarakannya. Aku rasa aku bisa dengan senang hati membantumu, Haru-chan."

TBC

Setelah ff ini selesai, apa beneran mau langsung lanjut ke genre fantasi yang waktu itu aku saranin??

Body - Kwon Hyunbin x Hwang Minhyun [S1+S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang