Minhyun tengah duduk di balkonnya dalam diam. Hyunbin sudah meninggalkan apartemennya tadi pagi dan mengatakan mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya mereka bertemu. Minhyun pun meminta mereka melakukan salam perpisahan di ranjang yang disanggupi oleh Hyunbin sendiri.
Dari sini bahkan Minhyun masih dapat mencium dengan jelas aroma Hyunbin dan dirinya yang menguar dalam kamar tidurnya. Aroma khas setelah orang bercinta yang selalu terhirup oleh mereka seminggu ini selama mereka tinggal bersama.
Minhyun pun tanpa sadar memeluk kedua lututnya lalu menarik nafas panjang yang memenuhi seluruh paru-parunya. Entah kenapa hatinya merasa kosong. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana.
Cinta? Tidakkah kata itu terlalu cepat untuk hatinya terhadap Hyunbin? Entahlah. Namun yang ia tahu hatinya tidak rela kehilangan rasa nyaman yang hanya ia dapat ketika dalam dekapan pria bertubuh tinggi itu.
Minhyun masih belum tahu tentang hatinya. Ia masih cukup sadar dan tahu bahwa ia masih menyukai perempuan. Ya, sampai Hyunbin datang dan menyentuhnya lalu berusaha untuk meruntuhkan prinsipnya itu.
Hyunbin tadi pagi pun tidak terlihat sedih ketika pergi meninggalkannya. Wajahnya tetap cerah seperti biasanya. Benar, seharusnya Minhyun juga begitu. Mereka seharusnya tidak terlibat perasaan yang lebih dalam hati satu sama lain.
Mengingat hal itu membuat rasa sesak memenuhi hatinya. Minhyun pun menghela nafasnya dengan kasar lalu bangkit menuju ranjangnya. Ia membaringkan tubuhnya di sana sembari memeluk bantal yang selalu di tiduri oleh Hyunbin.
***
Seluruh mata dalam ruang tamu rumah Hyunbin ini menatapnya tajam. Mengintrogasinya secara tidak langsung menanyakan kemana saja ia selama seminggu ini tidak pulang.
Benar sih, seharusnya ibunya ini tidak perlu sampai seperti ini karena Hyunbin ini sudah besar. Lagi pula ia juga laki-laki jadi ia pasti bisa menjaga dirinya sendiri dengan mudah. Masalahnya seminggu hilangnya ia membuat pertemuannya dengan calon istri pilihan ibunya ini tertunda terus menerus.
Terang saja ibunya menjadi kesal. Hyunbin mengabaikannya dan malah memakan camilan di atas meja ruang tamu ini dengan santai. Hal ini membuat ibunya memutar bola matanya malas. Anaknya ini menyebalkan sekali!
"Sudah cepat ganti baju sana. Keluarga Kang akan sampai setengah jam lagi".
"Lho bukannya kita yang kesana? Aku kan prianya".
"Seharusnya memang begitu. Tapi butuh waktu berapa lama lagi untuk ibu menyeretmu ke sana? Sudah cepat. Jangan buat mereka menunggumu".
Hyunbin pun dengan malas melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Sebenarnya ia ingin sekali tidak dijodohkan tapi apa yang ia bisa perbuat? Hah, mengapa takdir hidupnya seperti ini?
Hyunbin mulai memilih pakaiannya asal. Ini pertemuan formal dan ibunya pasti akan mencincang tubuhnya kalau ia keluar menggunakan kaos atau kemeja. Jadi ia memilih sebuah setelan jas berwarna maroon untuk dipakainya.
Sembari menunggu mereka, Hyunbin membuka galeri ponselnya. Tanpa sepengetahuan Minhyun, sebenarnya Hyunbin sering sekali memotret pria manis itu dalam berbagai hal. Misalnya saat ia sedang tidur, memasak, bersih-bersih dan masih banyak lagi.
Hyunbin rasa ia akan merindukan Minhyun. Mungkin ia harus tetap mengunjungi apartemennya beberapa kali. Apalagi sebelum dirinya terikat oleh sebuah pernikahan yang meskipun tidak diinginkannya ini.
Tangan Hyunbin yang tengah menggeser layar ponselnya berhenti pada sebuah foto. Foto ini masih baru, baru tadi pagi ia mengambilnya. Minhyun sedang bermalas-malasan dan ingin meminjam paha Hyunbin untuk ia tiduri sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Body - Kwon Hyunbin x Hwang Minhyun [S1+S2]
Fiksi PenggemarHyunbin akan terus mencintai Minhyun meskipun pria itu sudah menikah dan dikaruniai seorang anak. [S1] completed~ Hyunbin yang stres karena dijodohkan dan Minhyun yang tengah patah hati hanya sekadar teman main di ranjang. Tapi apa yang harus mereka...