17(a). Childish

268 31 9
                                    

"You okay, Babe?" tanya Justin sembari mengusap punggung tanngan Kayreen yang berada tepat di depan perut gadis itu.

"I'm okay," jawab Kayreen yang lantas menyunggingkan sebuah senyum pada Justin. Namun tak seperti yang Kayreen kira, Justin mengernyitkan dahinya dan menatap Kayreen penuh selidik. "What?" tanyanya berpura-pura tak tahu.

"I smell something bad here. Kau... terlihat berbeda dan sedikit pucat." Justin menyibak rambut yang sedikit penutupi dahi Kayreen, lalu menempelkan bibirnya pada dahi gadis itu. Kayreen menahan napasnya saat merasakan bibir lembut Justin menempel pada dahinya lama. Tak dapat memungkiri bahwa Kayreen amat merindukan sikap manis Justin yang seperti ini. Namun hati kecilnya meragukan apa yang Justin lakukan sekarang. Benarkah apa yang pria itu lakukan adalah sebuah ketulusan atau hanya sebuah tipu muslihat belaka?

"Kau menangis? Ada apa?" tanya Justin yang melihat setitik air mata dari celah kelopak mata Kayreen yang tertutup.

"Apa? Aku tidak," kata Kayreen berkilah. Dirinya bahkan tak sadar sudah menangis. Dengan cepat, Kayreen menghapus air matanya.

"Tidak. Kau benar-benar menangis, Kay. Tell me whats wrong with you?" paksa Justin dengan kedua tangan mendekap bahu Kayreen.

"No. I'm okay. Nothing's happen."

Justin melepas kedua tangannya, kemudian menyapu rambutnya dengan jemarinya. "You lied."

What?

"Kau bertingkah seolah semuanya baik-baik saja, padahal kau tidak. Aku yakin kau menyimpan sesuatu yang seharusnya aku juga mengetahuinya. Bila ini tentang kejadian itu, aku telah meminta maaf padamu dan berjanji bahwa aku tak akan lagi melakukannya. Dan itu benar-benar kulakukan. Aku seorang pria, dan aku memegang janjiku sendiri.

"Aku sedang sibuk akhir-akhir ini, dan aku sadar akan hal itu. Namun kau tahu bukan, bila aku tetap berusaha membagi waktuku untukmu? Lalu lihat sekarang. Kau bertingkah seakan aku yang selalu bersalah di sini. Kau menyembunyikan semuanya dariku, kau mengacuhkanku, kau bertindak semaumu. Jadi, apa yang sebenarnya kau mau?" Justin melangkahkan kakinya mendekati Kayreen, lalu memasukkan tangan kirinya ke saku celananya.

"Yang kau lakukan hanyalah menangis. Bisakah kau melakukan sesuatu hal yang lebih baik daripada itu?" Mata Kayreen yang tadinya sedikit lebih jernih, kini kembali mengabur. Entah kenapa, kalimat-kalimat Justin seolah bertransformasi menjadi jarum-jarum tak kasat mata yang menusuk jantungnya.

"Angkat wajahmu. Aku berada di depanmu, lalu apa yang kau lihat di bahwa sana?" tanya Justin dengan nada yang teramat sinis. Pria itu tak sadar bahwa hati seorang gadis yang ada di depannya telah berjatuhan. "Angkat wajahmu!" Justin menangkup kedua lengan Kayreen sedikit kuat, membuat gadis itu spontan mengangkat wajahnya dengan ekspresi menahan sakit.

"Apakah terlalu susah untuk menatapku?! Apa aku terlalu menjijikkan di matamu?!" ucap Justin dengan wajah membara.

"Justin... lepas," cicit Kayreen mengalihkan pembicaraan Justin.

"Kenapa? Kau tak mau aku menyentuhmu? Baiklah." Justin melepas kedua lengan Kayreen dan meninggalkan jejak kemerahan. Kemudian tanpa melihat Kayreen, Justin membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu. Tepat saat tangannya menggapai knop pintu, Justin berucap;

"Teruslah bersikap kekanakan."

🔫🔫🔫

He's changed. He's really changed.

Segala yang Justin lakukan sekarang telah berubah 180 derajat. Dia tak lagi semanis dulu. Dia tak lagi sepeduli dulu.

Tunggu, namun benarkah hanya Justin yang berubah? Atau sebenarnya Kayreen juga berubah? Kekanakan? Benarkah yang Justin katakan? Tapi siapa yang seharusnya dikatakan kekanakan? Dirinya, atau Justin?

Pria itu dengan santainya membuat Kayreen menunggu terlalu lama di rumah bahkan sampai tertidur. Pria yang mengatai Kayreen kekanakan itu mengabaikan panggilan Kayreen dan malah asyik bergurau dengan gadis lain. Jadi, siapa yang kekanakan di sini?

"You okay?"

Kayreen merasa dejavu. Ia seperti mendengar suara Justin.

"Hei, kenapa malah melamun?" tanya orang itu lagi.

"Oh, hei. Maaf. Ya, aku baik," jawab Kayreen setelah kembali dari lamunannya. "Kau mau sandwich?" tawar Kayreen pada orang itu.

"Tidak, terima kasih. Ngomong-ngomong, kau terlihat seperti habis menangis," terka Richard setelah mengamati wajah Kayreen beberapa saat.

Kayreen tersenyum sekilas, sembari merutuki dirinya yang berlama-lama di toilet untuk menangis dan memikirkan semua perkataan Justin.
"Tidak, sesuatu tadi masuk ke mataku dan membuatnya berair. Jadi, ya, itu terlihat seperti habis menangis," ucap Kayreen setelah beberapa saat merangkai kata untuk berbohong.

"Kau berbohong."

"Apa? Tidak. Tentu saja tidak." Kayreen menunduk kemudian menggigit kecil sandwich yang tadi dibelinya. Pengalihan, tentu saja.

"Kau bukan seseorang yang pandai berbohong. Mm, seperti ada alarm di atas kepalamu. Alarm itu akan berbunyi dan berwarna hijau saat kau jujur, dan akan berisik dengan memancarkan warna merah saat kau berbohong."

"Hei, apa-apaan itu! Kau kira aku membawa mesin pendeteksi kebohongan di atas kepalaku?" Richard tersenyum melihat Kayreen tertawa lepas. Gadis itu bahkan harus menutup mulutnya sendiri karena tawanya yang tak tertahankan.

"Dan sekarang alarm itu berwarna pink!" kata Richard semakin mengada-ada, membuat Kayreen semakin tertawa. Orang-orang yang berada di sekitar meja mereka menatap keduanya dengan berbagai tatapan, namun hal itu tak membuat kedua insan itu berhenti bergurau.

Mungkin dengan seperti ini Kayreen dapat sedikit melupakan perkataan Justin yang amat melukai hatinya. Gadis itu mungkin tak terlalu pandai menahan rasa sakit. Namun pisau yang amat tumpul saja bisa menjadi tajam bila terus diasah. Maka berbanding lurus dengan hatinya, yang akan semakin tabah bila semakin sering merasakan sakit.

🔫🔫🔫

A/n

Hari ini update dua part sekaligus hehe :D

CHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang