Justin meremas rambutnya kuat-kuat, merasa letih dengan semua yang terjadi. Pekerjaannya yang mulai menumpuk dan renggangnya hubungannya dengan Kayreen membuatnya merasa stres yang teramat sangat. Belum selesai dengan semua itu, kedua matanya bahkan menangkap secara jelas kebersamaan kekasihnya dan Richard di cafetaria tadi. Pria itu sebenarnya ingin sekali melayangkan sebuah pukulan di wajah Richard. Namun melihat Kayreen yang tertawa dengan lepas, membuatnya seperti merasakan lindasan roda mobil pada kedua kepalan tangannya.
Justin benar-benar tak mengerti dengan apa yang terjadi pada Kayreen. Pria berambut cokelat keemasan itu tahu bahwa kekasihnya tengah menyembunyikan sesuatu. Namun dirinya bukan cenayang yang bisa mengetahui tanpa diberitahu. Justin perlu Kayreen untuk memberitahunya apa yang terjadi, sehingga mereka berdua dapat menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Bukan seperti yang tadi dilakukannya.
Justin tahu semua yang ia lakukan tadi telah menyakiti baik fisik maupun perasaan Kayreen. Namun entah kenapa, berat sekali untuk meminta maaf pada Kayreen. Sebelum meminta maaf, Justin mau dirinya dan Kayreen berbaikan. Bukan dengan maaf, tapi dengan kesediaan masing-masing untuk menerima kesalahan tanpa meminta maaf.
Namun bila melihat sikap Kayreen tadi bersama Richard, sepertinya sulit bagi Justin untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Pria itu masih berada dalam tahap pendewasaan. Dan tak asing bila hari-harinya dipenuhi dengan emosi yang terkadang naik turun seperti roller coaster. Ia butuh seseorang yang mampu menerima semua hal yang ada padanya tanpa terkecuali.
"Justin?"
"God!" Justin merasakan jantungnya berdegub teramat kencang sebab terkejut mendapat panggilan dari seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
"Kenapa kau kesini?" tanya Rose dengan nada manjanya. Ia melepas kimononya dan menampakkan tubuh rampingnya dalam balutan bikini berwarna merah muda.
"Hei, kau juga jarang ke sini," kata Justin tak terima.
"Tidak. Aku sering kesini. Kau saja yang tidak tahu. Kalau kau tak percaya, tanyakan saja pada Dad."
"Dad selalu membelamu. Aku akan bertanya pada Mom saja."
"No! Mom juga selalu membelamu!"
"Apa? Itu tidak benar!"
"Itu benar!"
"Itu tidak be--"
"Justin...."
Justin dan Rose mengalihkan pandangannya pada sepasang suami istri yang sedang berjalan ke arah mereka.
"Dad!" Justin menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal sama sekali. "Aku hanya bercanda, Dad, Mom."
"Tidak apa-apa sayang," kata Deborah, istri Jeremy. Rose mendengus kesal melihat ibunya membela Justin. Sebenarnya, siapa yang anak kandungnya? Dirinya atau Justin?
"Dad, Justin tidak mau mengalah." Rose bangkit dari sisi kolam dan berlari memeluk Jeremy.
"It's okay, Sweety. Justin, cepat minta maaf," titah Jeremy yang membuat Justin mau tak mau melakukan apa yang Jeremy perintahkan.
Justin tahu Rose bukan gadis dengan kesehatan yang normal. Rose adalah gadis cerdas dengan sedikit keterbelakangan, yang membuatnya terlihat seperti anak kecil. Jadi untuk menghadapi Rose, Justin harus lebih bersabar.
"I'm so sorry, Rose. Kau mau memaafkanku bukan?" Justin meraih tubuh Rose dari pelukan Jeremy.
"Tidak."
Ya Tuhan. Ini adalah fase-fase tersulit untuk Justin. Namun Justin selalu mempunyai cara tersendiri untuk membuat Rose luluh kepadanya.
"How about swimming together?"

KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED
FanfictionSemuanya tak akan tetap sama. [Sequel of Complicated] Baca Complicated dulu boleh Langsung baca Changed boleh