3. Hope

408 47 17
                                    

Senyum Justin terus terpatri pada wajah tampannya. Tiada puasnya ia memandang Kayreen yang tengah memakan makanan yang ia buat.

Meski wajah Kayreen tetap datar, namun tak apa. Itu sudah cukup untuk Justin, asalkan Kayreen tak menolak keberadaannya.

"Jangan menatapku seperti itu!" kata Kayreen tak suka. Jujur saja, Kayreen sebenarnya risi bila Justin menatapnya seperti tadi. Apalagi ditambah dengan senyuman Justin yang sebenarnya sangat manis. Namun kebencian terlebih dahulu meluruhkan pemikirannya akan hal yang satu itu.

"Kau sangat cantik sekarang," kata Justin lagi, masih dengan senyuman yang seolah diberi pengawet agar tatap terjaga ketahanannya.

Perayu! Justin memang perayu ulung. Dan Kayreen hapal akan hal itu. Maka, seberapapun Justin memujinya tak akan mempan untuknya.

Kayreen bangkit, meraih mangkuk yang ia gunakan untuk makan. Ia lantas berjalan menuju wastafel dan mencuci mangkuk itu di sana. Kebiasaan yang tak akan pernah hilang. Hal itu membuat Justin semakin menyunggingkan senyumnya.

Dengan balutan kaus putih polos, Justin berjalan mendekati Kayreen dan berdiri tepat di belakangnya. Secara tiba-tiba, Justin menyusupkan tangannya ke perut Kayreen, membuat Kayreen berjenggit kaget. Namun anehnya, sesuatu dalam dirinya menyuruhnya untuk tidak menolak perlakukan Justin.

Justin tersenyum saat tidak mendapat penolakan dari Kayreen. Tak urung pemikiran bahwa Kayreen menerimanya tersemat dalam kepalanya.

Kayreen mematikan kran wastafel, lantas mengelap tangannya dengan kain kering. Tanpa berkata apapun, Kayreen menarik tubuhnya keluar dari kukungan Justin.

"Jangan, biarkan seperti ini," bisik Justin tepat pada sebelah telinga Kayreen, membuat bulu kuduknya meremang sesaat.

Justin meraih tangan Kayreen, lantas memeluknya erat. Masih dengan posisi yang sama, Justin menyurukkan kepalanya ke sela-sela leher Kayreen. Menghirup aroma harum khas dari sana.

"I love you," bisik Justin yang tak mendapat jawaban apapun dari Kayreen. Gadis cantik itu sedang dilanda kebingungan. Otaknya memerintahnya untuk segera melepas pelukan Justin. Namun sesuatu dalam hatinya seolah menahan Kayreen dan memberi tahunya untuk menerima Justin.

"Kembalilah."

Tepat setelah Justin mengatakan itu, Kayreen melepas paksa pelukan Justin dan berjalan menjauh.

Justin menatap punggung Kayreen yang menghilang dibalik tembok sebuah kamar di mana ia menidurkan Kayreen yang pingsan tadi malam. Ia tahu bahwa dirinya telah salah bicara. Namun itu hanya sementara, Justin akan mengusahakan apapun untuk kembali membuat Kayreen menjadi Kayreen yang dulu saat bersamanya.

Sesulit apapun itu, akan Justin hadapi.

🔫🔫🔫

Ini salah Justin. Ya, kenapa ia bisa dengan ceroboh mengatakan hal yang dia tahu Kayreen tidak ingin mendengarnya? Lihatlah akibatnya sekarang. Bahkan sekarang hari sudah kembali pagi dan luka tembakan pada lengannya pun sudah mulai mengering, namun Kayreen sama sekali belum keluar dari kamarnya. Bahkan, karena kecerobohan Justin meletakkan kunci kamar di kamar Kayreen, sekarang semuanya menjadi sangat sulit.

Justin meraih ponselnya yang berada pada kantung celananya. Jemarinya bergerak mencari kontak Bryan, tangan kanannya.

"Yes, Sir?"

"Bawakan duplikat kunci seluruh ruangan ke ruanganku sekarang," kata Justin tegas dan jelas. Dia memang tipe orang yang tidak suka bertele-tele, apalagi pada bawahannya. Itu sama sekali bukan tipe seorang Justin Bieber.

"In three minutes, Sir," ucap Bryan dari seberang sana.

Hanya dehaman yang Justin lontarkan. Ia kemudian menutup telponnya dan kembali mengecek beberapa berkas yang perlu ia tanda tangani.

"Masuk," ucap Justin ketika telinganya menangkap sebuah suara ketukan dari pintu kamarnya. Itu Bryan.

"Ini semua duplikat kunci seluruh ruangan, Sir." Bryan mendekat, menyerahkan tas berwarna hitam pekat pada Justin. Terlihat seperti tas kotak makan anak-anak sekolahan, namun terlihat lebih elegan.

"Kau boleh keluar." Justin berucap cepat sesaat setelah membuka kotak itu. Senyum tipis sempat terukir pada wajahnya, namun tak lama karena ia teringat keberadaan Bryan.

"Yes, Sir."

Bryan berjalan keluar dari ruangan Justin dengan langkah sedang. Pada saat tangannya hendak meraih knop pintu, Justin memanggilnya lagi. Ia lantas berbalik menghadap bosnya.

"Perketat penjagaan kapal."

🔫🔫🔫

Justin mengetuk pintu di hadapannya beberapa kali. Namun sama seperti sebelum-sebelumnya, hanya keheningan yang Justin dapat.

Kayreen pasti tertidur, pikir Justin singkat.

Ia lantas membuka pintu dengan menggunakan kunci duplikat yang ia dapat tadi dari Bryan. Kakinya melangkah memasuki kamar, sedang pandangannya menyebar ke setiap sudut kamar, mencari keberandaan Kayreen.

Matanya melebar tatkala melihat Kayreen yang meringkuk di atas sofa. Tubuhnya nampak bergetar diiringi gusalan-gusalan ringan.

Justin mendekati Kayreen secepat yang ia bisa. Tangannya menyentuh dahi Kayreen. Panas. Oh bukan, sangat panas. Justin menepuk pipi Kayreen lembut beberapa kali, namun hanya erangan-erangan kecil yang ia dengar dari bibir pucat Kayreen.

Justin lantas menyelipkan kedua lengannya di antara punggung dan lutut Kayreen, kemudian mengangkatnya perlahan menuju ranjang. Justin merasa seperti dejavu. Dulu, ia pernah mendapati Kayreen seperti ini. Hanya bedanya, sekarang Kayreen tidak mengigau melainkan hanya erangan-erangan kecil yang terdengar dari bibir Kayreen. Bukan hanya tentang keadaan sakit Kayreen yang membuat Justin dejavu, namun pria tampan itu juga teringat bagaimana ia memeluk Kayreen semalaman untuk meredakan demam Kayreen.

Namun, akankah kali ini Justin bisa kembali melakukannya?

Bukan. Bukan maksud Justin untuk mengambil kesempatan pada keadaan Kayreen yang tengah tak berdaya. Namun sungguh, Justin sangat berharap bisa memeluk Kayreen selama yang ia bisa.

Dokter? Kayreen tak membutuhkan dokter. Itu yang ada di pikiran Justin. Maka dengan keyakinan penuh, dilepasnya kausnya sendiri, membuat tubuhnya yang kekar kini tak terbalut apapun. Tangannya bergerak melepas baju Kayreen dengan perlahan, berusaha agar tak membuat Kayreen terusik. Dan sepertinya dewi keberuntungan sedang berpihak pada Justin, sebab Kayreen masih menggunakan tanktop sebagai dalamannya.

Justin merangkak naik ke atas ranjang, lantas menggeser posisi tidurnya sedekat mungkin dengan Kayreen, namun tetap menjaga agar luka karena tembakan di tangannya tidak tertindih. Tangannya meraih selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya dan Kayreen. Kemudian lengannya sedikit menarik tubuh Kayreen untuk memudahkannya memeluk Kayreen.
Kepala Justin terangkat, kemudian matanya mencermati setiap inci wajah Kayreen yang terlihat semakin cantik. Justin tak mampu memungkiri bahwa usia kini mampu membuat gadis cantik pujaannya terlihat semakin cantik. Tangannya bergerak menyingkirkan helaian-helaian rambut yang menutupi sebagian wajah Kayreen, membuat matanya bisa berpuas diri menatap gadisnya.

Tunggu. Apa tadi? Gadisnya? Yang benar saja. Bahkan kini Kayreen amat membencinya melebihi apapun. Dan lihat mata yang terpejam itu. Nampak lembut dan indah. Namun bila mata itu terbuka, kilatan kemarahan dan kebencianlah yang akan Justin lihat.

Bisakah Justin mengembalikan tatapan penuh cinta yang selalu ia lihat dulu?

Berharap terlalu tinggi, mungkin bukan sepenuhnya kesalahan Justin. Karena pada kenyataannya, sebuah awal baru saja terucap dari bibir indah Kayreen.

"Jus ... tin...."

Apakah Justin bermimpi? Tidak. Tentu saja tidak. Sebab hawa panas dari tubuh Kayreen masih bisa dirasakannya.

Bolehkah Justin berharap lebih tinggi?

🔫🔫🔫

A/n

Part ini garing. Banget malah. Maafin ya :(

CHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang