Egois. Tapi mungkin itu satu-satunya cara yang tepat untuk menghadapi manusia sepertiku, manusia yang terlihat mengejar namun maksudnya hanya mendekat. Dan Dirga telah menerapkan cara yang terbaik. -aci.
.Ini adalah ceritaku di hari ke tiga ratus dua puluh tiga. Hari yang penuh keresahan. Hari yang menuntutku untuk berpikir kembali, apakah seseorang seperti dia masih pantas untuk diperjuangkan. Hari yang membuat hatiku perlu merasakan ulang, perihal melanjutkan atau cukup sampai di sini saja.
Mungkin kalian sudah bisa menebak apa yang terjadi di hari-hari sebelum cerita ini berakhir. Atau mungkin kalian sudah menebak akhir ceritanya? Oh rasanya di sini aku memang tidak pandai membuat cerita.
Ceritaku memang mudah ditebak akhirnya, bagaimanapun juga aku tidak bisa memaksakannya. Kalaupun aku bisa memaksa, rasa ini makin aneh untuk dirasakan.
Ah sudahlah lupakan saja omong kosongku itu, mari ku ceritakan apa yang terjadi di hari ke tiga ratus dua puluh tiga ini.
Pagi itu, aku terbangun karena sinar mentari yang sudah mengelusku. Memberi kehangatan yang membuatku enggan untuk berpindah tempat. Tapi sayangnya hari ini bukanlah hari libur. Dan aku tidak ada alasan lagi untuk bangun siang.
Rutinitasku setelah bangun pagi masih sama seperti hari-hari biasanya. Hanya saja hari ini aku merasa sedikit tidak enak badan. Kepalaku sedikit pusing. Mungkin karena terlalu banyak beban yang ditampung dalam otakku. Untung saja aku masih bisa menunggangi kuda besi merahku dengan selamat sampai di sekolah. Untung saja.
Setibanya aku di kelas, Rani langsung saja meneriaki namaku dengan suara nyaringnya itu. "ACIIIIII!!!!" Bisa dipastikan toa pun kalah dengan suara Rani. Dan kalian bisa membayangkan betapa terkejutnya aku setelah Rani meneriaki namaku seperti itu.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, aku hanya mendongakkan daguku untuk merespon panggilan Rani. Kurasa Rani juga sudah terlalu paham dengan apa maksudku kala itu.
"Liat deh, ci." Kata Rani sambil menunjukkan layar ponselnya padaku. Ternyata Rani ingin menunjukkan status Facebook milik Dirga padaku. Tapi, jangankan untuk membaca status itu. Untuk melihat saja, kepalaku sudah seperti dipukul godam. Oke, terlalu alay mungkin.
Seperti paham dengan gelagatku, Rani pun mempersilahkanku duduk lebih dulu. Dan saat melihatku yang telah merebahkan kepala di atas mejaku, Rani yang awalnya ingin melihatkan kembali layar ponselnya padaku akhirnya terpaksa mengurungkan niatnya. Aku tahu itu penting, tapi maaf saat itu kepalaku benar-benar pusing.
Seharian itu aku hanya bisa merebahkan kepalaku di atas meja. Rasanya nikmat sekali, ditambah dengan jam kosong yang berkali-kali hadir. Aku bahkan menyesal telah masuk hari ini. Lebih baik, aku tadi meneruskan tidur saja sampai matahari sudah enggan untuk mengelusku.
Beberapa kali teman-temanku menyuruh agar aku tiduran saja di UKS. Aku enggan. Bukannya aku takut dengan mitos yang banyak dibicarakan, tapi aku tidak suka melihat barang-barang dan bau UKS yang khas itu. Hal itu bisa menambah rasa pusing yang saat ini terjadi padaku. Akhirnya teman-temanku hanya mengambilkanku obat pereda pusing dan akhirnya aku tertidur karena efek CTM yang ada pada obat itu.
Dalam tidurku, aku masih merasakan ketidak nyamanan. Aku tidak bisa tidur dengan lelap, sungguh pusing di kepala ini sangat menggangguku. Kalau dikatakan masuk angin, aku tidak merasa mual dan demam di tubuhku. Kalau dikatakan banyak pikiran, mungkin itu baru benar.
Hingga bel pulang akhirnya berdering, aku masih malas untuk beranjak dari mejaku. Tapi aku benar-benar ingin pulang saat ini. Satu-satunya cara agar aku bisa pulang adalah menanyakan caranya pada Rani. Intinya aku tidak tahu bagaimana cara kembali ke rumah dengan kepala yang semakin berat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
363 days of you [✔]
Teen Fiction[Longlist Wattys 2018] Ini bukanlah cerita cowok cuek tingkat kubik bertemu dengan cewek periang lalu si cowok meleleh dan akhirnya mereka bersama. Bukan. Cerita ini jauh dari bayangan itu. Sangat jauh. Jadi, kalau kalian menginginkan cerita yang c...