Kamu udah dibutakan, ci. Dibutakan sama cinta. Bener kata orang kalau cinta gak harus memiliki, cinta bisa kok cuman dirasain aja. Walaupun cuman dirasain sama satu orang aja. –rani.
.
Di hari ke dua ratus tiga ini. Pada semester kedua di tahun pertama. Anak baru itu ternyata jadi bersekolah di sekolahku. Hah, rasa-rasanya aku ingin mengungkapkan pada kalian semua kalau anak baru ini memang seperti apa yang dikatakan teman-temanku dua bulan yang lalu.
Anak baru itu memang kalem, dia tidak banyak tingkah sepertiku dan tidak banyak bicara juga. Anak baru itu memang pintar, dia memang anak akselerasi dari daerahnya dulu, dia juga pintar dalam hal hitung-hitungan. Anak baru itu memang putih, lebih putih dari kulitku. Dan dia 'sama' seperti Dirga. Dia adalah Reia, si anak baru yang mungkin bisa saja mengambil hati Dirga.
Kalau kalian mengatakan nama anak baru itu unik, ya memang unik. Nama lengkapnya saja Areia Skeyfa Keherenisa. Hahaha aku juga tak tahu apa motivasi orang tuanya memberikan nama se-susah itu. Mungkin agar tidak terlalu pasaran di luar sana, tapi ya jangan se-aneh itu juga. Hahaha.
Awal dia masuk ke kelasku, dia memang pendiam tapi masih bisa dibilang mudah tersambung dengan teman-temanku. Dan kurasa dia juga cocok denganku. Bukan, bukan cocok yang semacam orang pacaran, tapi cocok berbicara denganku. Namun, entah kenapa masih ada rasa was-was dalam hatiku kalau semisal si Reia akan merebut Dirga. Ya, bayangkan saja kalau Reia yang ternyata bisa mendapatkan Dirga tanpa berjuang sedangkan aku adalah teman satu kelas Reia.
Aku masih berjaga-jaga untuk tidak mencari tahu tentang Reia lebih dalam dulu. Karena hal itu bisa semakin membuatku membandingkan antara aku dan Reia yang jelas-jelas berbeda. Tapi, aku masih lebih cantik dibanding Reia. Hahaha, sudahlah percaya saja agar diriku senang di sini.
"Ngrasa kalah saing?" tanya Rani yang terkesan retoris itu.
Aku enggan menjawab, tapi bisa ku tebak kalau Rani sudah mendapat jawaban itu sebelum aku menjawabnya. Benar kan, Rani itu orang yang retoris sekali.
"Udah lah, jangan gitu sama orang baru. Kalau dilihat-lihat sih dia gak bakal ngrebut Dirga deh. Lagian nih ya ci, apa yang kamu takutin? Kamu takut kalau dia lebih bisa dapetin Dirga daripada kamu? Kalau kamu takut sama itu kenapa gak dari awal aja kamu berhenti ngejar Dirga?"
"Aku gak ngejar Dirga, ran! Kamu paham gak sih sama apa yang sebenernya aku lakuin?" jujur, aku masih merasa kecewa kalau kebanyakan orang menganggap diriku sedang mengejar Dirga untuk dijadikan kekasih. Padahal maksudku bukan itu, tapi mereka tetap saja salah kaprah.
"Iya ci, aku tahu kalau kamu gak pengen pacaran dulu atau apalah itu. Kamu cuman mau jadi temennya Dirga kan? Aku tuh paham, tapi kamu di sini juga terlalu takut. Biarin aja Dirga itu mau ngapain, soalnya kalau kayak gini Dirga berasa kamu tuh ngawasin dia terus. Dirga jadi risih dong otomatis? Padahal kamu juga bukan siapa-siapa dia." Rani menghela nafas sejenak. "Sekarang gampang aja deh ci, kamu boleh tetep ngejar Dirga buat jadi temenmu, tapi please stop mikir kalau kamu itu orang yang berharga buat Dirga."
"Tapi kan," baru saja aku mau menanggapi perkataan Rani, tapi kata-kataku terputus oleh gerakan tangan Rani yang mengisyaratkan agar aku tidak memotong pembicaraannya terlebih dahulu.
"Karena dengan cara kamu yang selalu mikir kalau dia itu milikmu, kamu bakal merasa semua orang itu jahat. Padahal kamu anggap orang jahat itu karena kehendakmu sendiri, bukan karena pembuktian kelakuan atau semacamnya. Kamu udah dibutakan, ci. Dibutakan sama cinta. Bener kata orang kalau cinta gak harus memiliki, cinta bisa kok cuman dirasain aja. Walaupun cuman dirasain sama satu orang aja." Tutur Rani panjang lebar yang bisa membuatku membungkam mulut tanpa pembalasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
363 days of you [✔]
Fiksi Remaja[Longlist Wattys 2018] Ini bukanlah cerita cowok cuek tingkat kubik bertemu dengan cewek periang lalu si cowok meleleh dan akhirnya mereka bersama. Bukan. Cerita ini jauh dari bayangan itu. Sangat jauh. Jadi, kalau kalian menginginkan cerita yang c...