18. Mom

6K 671 62
                                    

"Pesawat milik keluarga hyung baru saja mendarat dan.."









"Shit." Yoongi mengumpat dan langsung memutus sambungan telepon dari Namjoon. Saat ini Jimin bahkan belum keluar dari ruang UGD, lalu beberapa saat yang lalu ia juga mendapat panggilan pekerjaan dari Kihyun, dan sekarang, apa lagi ini?

Ingin rasanya Yoongi menenggelamkan diri di rawa-rawa.

Pemuda itu menghela napas, berusaha menenangkan diri. Tolong di catat! Hari ini adalah hari tersialan dalam hidupnya.

"Kalian berjagalah disini. Aku harus pergi." Kata Yoongi pada dua pengawal yang sejak awal berdiri di depan pintu UGD. Dua orang itu mengangguk lalu membungkuk hormat, tapi tidak dipedulikan oleh Yoongi karena ia sudah berlari meninggalkan tempat itu.

"Kihyun, aku tidak bisa datang sekarang. Urus semua laporan itu dan letakkan saja dimejaku, nanti aku memeriksanya." Yoongi langsung menutup panggilan yang bahkan tidak diawali dengan sapaan itu. Benar-benar.

Si detektif muda melangkah cepat menuju parkiran rumah sakit, masuk ke mobil dan menancap gas dengan kecepatan yang lumayan. Dan ya, tidak sampai lima belas menit, ia sudah sampai di pekarangan rumah mewah yang seharusnya dalam kecepatan normal memakan waktu tiga puluh menit. Hebat.

Kemudian kakinya melangkah ke dalam rumah, sekali lagi mengabaikan bungkukkan hormat para pelayan dan pengawal yang berdiri di depan pintu. Hanya untuk masuk ke dalam rumah dan mendapati semua orang yang ada di ruangan itu sedang menunduk ketakutan?

"Bagaimana bisa kalian lalai menjaganya?! Lalu mengapa tidak ada yang langsung mengabariku?! Kalian semua ingin aku pecat?!" Itulah sekilas yang Yoongi dengar. Ia melihat sosok wanita dengan mantel bulu dibahunya tengah berdiri sambil mengomeli semua orang yang ada diruangan itu. Yoongi menghela napas.

"Eomma.."

Wanita berhenti dan berbalik. Wajahnya seketika berubah cerah karena melihat putra keduanya berdiri tidak jauh dari tempatnya. Bahkan emosinya tadi seakan meluap begitu saja.

Ini sedikit menyeramkan. Yoongi mulai berpikir mungkin ibunya memiliki penyakit bipolar. Bagaimana mungkin emosinya bisa berubah secepat itu?

"Astaga, sugar! Kemarilah, eomma merindukanmu." Jiyeon tersenyum lalu berjalan mendekati Yoongi meski tadi ia menyuruh pemuda itu mendekat. Ada-ada saja.

"Ya ampun kau bertambah tampan. Tapi kau terlihat kurus, apa mereka juga tidak mengurusmu dengan baik?" Jiyeon menyangkup pipi Yoongi setelah memeluk tubuh itu sekilas.

"Eomma hentikan. Kenapa eomma datang?" Yoongi bertanya dengan datar sambil melepas tangan sang ibu dari pipinya.

"Oh ayolah, anak-anak eomma berada disini, apa itu salah bila eomma pulang ke rumah sendiri?" Jiyeon menaikkan alisnya.

"Aku kira eomma sudah tidak tau jalan pulang ke rumah."

Jiyeon tersenyum kecut mendengar penuturan sang putra. Sugarnya tidak berubah.

"Sudahlah, sekarang sebaiknya-- oh! Astaga, eomma lupa! Yoongi, dimana adikmu?! Dimana Jimin?! Apa yang terjadi pada baby eomma?! Kenapa Hosiki berkata bahwa ia berada dirumah sakit?! Siapa yang melukainya hah?! Benar-benar, eomma akan melaporkannya ke polisi!" Jiyeon kembali mengomel dan Yoongi hanya bisa menutup matanya menahan kesal.

"Ya Tuhan, eomma tolong tenanglah. Jimin sudah baik-baik saja sekarang. Dan tidak akan ada yang dilaporkan ke polisi karena ini hanya sebuah ketidaksengajaan. Lagipula Jimin terluka disekolah, bukan dirumah ini. Seokjin hyung dan paman Kim sedang menanganinya sekarang." Yoongi mencoba menjelaskan dengan sabar, ya walau ia tidak yakin apakah keadaan Jimin sudah baik-baik saja sekarang. Tapi setidaknya ia tidak akan membiarkan ibunya mencari tau tentang si pelaku. Kalau ibunya ingin, si pelaku bisa benar-benar mendekam di penjara dan itu bukanlah hal yang bagus.







Lost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang