24. Kim Jungkook

5.8K 697 63
                                    

"Jika Jungil seperti ini, bagaimana dengan Jimin nanti?"

Yoongi menghela napas mendengarnya. Itu yang membuat ia tidak memberitahu hal ini secara langsung pada kedua adiknya. Kondisi mereka bisa terguncang. Dan itu terbukti pada Jungkook hari ini.

"Ini tidak bisa dibiarkan Yoongi. Siapapun pelakunya, ini sudah kelewatan. Kau bisa melihat tubuhnya tadi kan?" Seokjin kembali berucap dengan pandangan nanar mengarah pada adik bungsunya yang tertidur.

Ia dan Yoongi sangat terkejut saat mengganti pakaian Jungkook tadi. Rasanya ingin menangis. Di tubuh itu terdapat banyak bekas luka dan sayatan, yang mereka duga merupakan hasil dari penyiksaan yang diterima adik mereka dulu.

Kembali Yoongi hanya menghela napas, ia terlihat berpikir. Ini memang sudah kelewatan dan Yoongi rasanya gemas sekali untuk melakukan sesuatu. Ia tidak bisa diam saja.



"Kihyun.."

Seokjin berbalik dan mengernyit heran memandang Yoongi yang saat ini sudah berbicara dengan seseorang di telepon. Tapi apa yang Yoongi katakan selanjutnya, membuat Seokjin sedikit membelalak.





"Aku ingin membuka lagi kasus sepuluh tahun silam. Kasus putra bungsu keluarga Park Seokjung yang diculik dan dibunuh."

.
.
.
.
.
.

"Tuan, kami berhasil menemukan mereka."

Pria itu membalik kursi kerjanya, menatap sang bawahan yang baru saja berbicara.

"Benarkah?"

"Iya tuan. Anak sulung adalah Park Seokjin, seorang dokter di RS Cheosu. Sedangkan anak kedua adalah Park Yoongi, seorang detektif kepolisian."

"Park Yoongi.. Jadi selama ini dugaanku benar?" Pria itu berbicara pada dirinya sendiri, tidak lama, ia menyeringai.

"Ahh, semua akan lebih mudah." Ia menyandarkan tubuh pada sandaran kursi, tersenyum karena berbagai rencana sudah mulai muncul dan tersusun dikepalanya. Benar-benar menyenangkan.

"Tapi tuan, sepertinya anak ketiga yang dikabarkan meninggal karena kecelakaan sepuluh tahun yang lalu.. masih hidup."

Pria itu kembali menegakkan tubuhnya, matanya sedikit membulat tidak percaya. Bagaimana itu bisa terjadi?

"Bagaimana bisa? Bukankah itu merupakan kecelakaan yang parah?" Ia bergumam pada dirinya sendiri. Terlihat berpikir sebentar sebelum kembali menatap sang bawahan.

"Kalau begitu, cari tau lagi tentang anak ketiga itu. Semuanya, aku tidak mau terlewat sedikit saja."

"Baik tuan." Sang bawahan membungkuk, lalu berjalan meninggalkan ruangan itu.

Si pemilik ruangan mengambil handphone yang tergeletak disamping komputer di meja dihadapannya. Mencari sebuah nama lalu menempelkan benda itu ke telinga.

"Oh, apa kabar, nak?" Ia tersenyum saat panggilan itu tersambung.

"Ada apa, paman?" Balas seseorang dari seberang sana, terdengar datar dan tidak bersemangat.

"Ayolah, mengapa kau selalu seperti itu? Semangatlah sedikit." Ia terkekeh kecil, sebelum kembali melanjutkan ucapannya.

"Paman ingin kau melakukan tugasmu lagi. Tebakan paman selama ini benar. Paman ingin kau menghabisinya." Pria itu menyeringai. Ia mendengar helaan napas dari seberang sana.

"Kapan kau akan berhenti, paman? Kau bisa dalam bahaya bila tertangkap."

Pria itu tertawa, terdengar meremehkan.

Lost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang