17

8.1K 1.2K 82
                                    

Sejak jabatan CEO diserahkan padanya, bisa dibilang Jaehyun telah berteman dengan 'kelelahan'. Sebutlah ia telah mulai 'berkenalan' sejak di bangku kuliah. Hingga, saat ia tiba di dunia kerja, mereka dengan mudah menjadi teman akrab. Katakanlah, Jaehyun telah terlalu terbiasa hingga terkadang tak lagi merasakan kehadirannya.

Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Jaehyun merasa lelah. Teramat lelah. Seolah ia asing dengan term 'lelah' selama ini dan baru merasakannya. Lelah bertumpuk yang menderanya selesai membaca 'komik' yang dibuat Taeyong.

Pemuda berkulit seputih susu ini harus mendudukkan diri di sofa dan menopang kepalanya yang pening. Lembaran penuh tinta artistik masih digenggamnya. Selama beberapa detik, iris hazel menatap kosong tumpukan kertas itu.

Jaehyun sempat berharap penemuannya salah. Bahwa apa yang baru dibacanya hanyalah sebuah karangan fiksi--sebuah plot dalam komik di pasaran--alih-alih dokumentasi atas apa yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi, cerita yang tertuang terlalu relevan dengan fakta yang ada. Apa yang tergambar memang hanya menunjukkan apa yang berlangsung dalam sepengetahuan Taeyong. Tak ada scene yang menunjukkan ia menggendong Taeyong dan menghubungi dokter untuk memeriksanya yang pingsan. Tak ada cerita soal Mingyu dan Wonwoo. Selayaknya Taeyong yang terlelap akibat demamnya, apa yang tertuang dalam gambar pun melompat langsung pada Minggu pagi. Saat demam Taeyong telah turun dan pemuda itu bisa kembali memproses apa yang terjadi pada dirinya.

Seperti sebuah diari.

Diari bergambar, eh?

Menyandarkan punggung lebar pada sofa, Jaehyun memejamkan matanya erat. Dadanya bergemuruh menerima informasi ini. Pelupuknya menampilkan episode kemarahannya pada Taeyong di pagi itu. Kata demi kata yang ia ucapkan terngiang di telinga.

Demi Dewa-Dewi yang ada di seluruh alam semesta, Jaehyun sama sekali tak pernah mengira cerita di balik malam itu adalah...... Seperti ini.

Ia bersumpah, seandainya ia tahu apa yang baru saja dilewati Taeyong, ia tidak akan memarahinya. Ia tidak tahu.....

Atau barangkali ia hanya tidak ingin mencari tahu?

Ya, Jaehyun tidak lupa pada fakta bahwa hari itu ia tidak memberi Taeyong kesempatan untuk menjelaskan. Ia terlanjur emosi. Tersulut kepanikan atas berantakannya rencana. Prioritas agendanya yang---

Pernahkah kau merasa begitu kesal pada dirimu sendiri sampai kau ingin membenturkan kepalamu ke tembok dan berharap melupakan segalanya? Karena itulah yang Jaehyun rasakan saat ini.

Merapatkan gigi dan kembali memejamkan mata kuat-kuat, Sang CEO meraih ponsel. Menatap daftar kontak, Jaehyun menimang siapa yang akan bisa diganggunya tengah malam di hari kerja seperti ini. Beberapa dari daftar kontaknya bisa ia pastikan sudah terlelap di jam segini. Beberapa lainnya ia duga masih disibukkan pekerjaan. Sebagian sisanya tidak bisa ia prediksi.

Menyerahkan keputusannya pada takdir, ia mendial nomor pertama di kategori ketiga.

Dua deringan dan panggilannya tersambung.

"Hei. Mau menemaniku keluar?"

.

.

.

TBC


*ditimpukreader

He he he. Kidding. Peace 😁v

Teman Hidup [JAEYONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang