Ngidam

13.9K 1.4K 74
                                    

Malam itu ketika sudah sampai di kontrakanku, Anya langsung tidur di kamar. Sedangkan aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku yang terbengkalai karena aku tinggal ke Bekasi.

Saat sedang mengetik, dengan ditemani lagu coveran dari Nufi Wardhana, aku merasakan ada tangan yang memegang pundakku. Sontak itu membuatku menolehkan kepala. Ada Anya dengan cengiran khasnya. Aduh wanita ini mengagetkan saja.

"Kenapa? Kok udah bangun? Nggak bisa tidur?"

Anya mengangguk. Aku menghentikan aktifitas mengetikku, lalu memperhatikan Anya. Menunggu apa yang diinginkan Anya. Namun karena beberapa menit dia masih diam dan hanya menatapku dengan tatapan puppy eyes-nya. Aku menghela nafas lalu kembali fokus dengan laptopku.

"Duduklah di sofa, jangan berdiri di sampingku seperti ini jika kamu tidak ingin melakukan apapun, Anya."

Tetapi selang beberapa menit, aku masih merasakan hembusan nafas Anya. Wanita itu masih setia berdiri di sampingku. Karena gemas, aku kembali berhenti mengetik. Dan memutar kursiku menghadap kearahnya. Kini aku sudah berhadapan dengannya. Aku memperhatikan Anya yang tidak bergeming.

"Oke, aku akan mendengarkan apapun yang ingin kamu katakan. Cepat katakan apa mau kamu Anya. Tolong jangan hanya diam berdiri di sampingku."

Anya menggeleng. Aku menghela nafas. Dalam hati aku berkata, Oh Tuhan, kenapa wanita ini sangat menggemaskan.

"Serius Anya, apa yang kamu inginkan?"

Lalu Anya mulai menggerakkan bibirnya, kedua tangannya memilin baju tidur bagian bawahnya.

"Emm ... Emm ... Aku ..."

"Iya kamu kenapa?"

Saat ini Anya sudah seperti anak kecil yang sedang merajuk meminta sesuatu ke Ayahnya. Aku dengan setia mendengarkan kelanjutan dari perkataan Anya. Tapi sumpah ya, Anya ini sangat menggemaskan.

"Aku pengen makan rujak."

Aku menghela nafas, menepuk jidatku dengan pelan. Aduh wanita ini ada-ada saja!

"Rujak? Anya kenapa nggak daritadi pas kita masih di jalan? Ini udah jam 8 malam. Mana ada yang jual rujak malam-malam begini?"

Anya mengerucutkan bibirnya, makin menggemaskan saja wanita itu.

"Ya maaf, kan aku pengennya sekarang, tadi-tadi kan nggak pengen. Ayo beli, Ale."

Aku menghela nafas kembali. "Oke, oke, aku antar kamu. Tapi setelah aku mematikan laptopku. Kamu ganti baju yang hangat dulu sana, nanti kalau udah tunggu di ruang tamu."

Wajah Anya berubah sumringah, dia tersenyum sangat lebar. Aku senang bisa melihat perubahan pada sikap Anya. Ini berarti Anya sudah mulai melupakan kesedihannya. Dia sudah bisa menerima keadaannya. Aku senang.

&&&

Mencari penjual rujak dimalam hari memang sangat melelahkan, hampir disemua jalan yang kami lewati tidak terlihat gerobak penjual rujak. Setelah aku pikir-pikir lagi, ternyata ini yang dinamakan ngidam.

Ngidam kok ya rujak malam-malam! Aduh!

Untung saja setelah melewati satu jam di jalanan, akhirnya disekitar Glodog kami bisa mendapatkan mas-mas penjual rujak. Syukurlah!

"Bang, rujaknya dua. Cabainya 3 aja."

"Oke Neng."

Setelah memesan aku menghampiri Anya yang duduk tidak jauh dari gerobak si Abang. Saat pantat ini sudah menyentuh kursi, Anya memandangku dengan tatapan yang tidak dapat aku artikan.

"Kenapa?"

Anya menggeleng, tetapi dia masih menatapku. Lama-lama aku kesal dengan sikap Anya yang seperti ini, kenapa dia hanya mentapku?!!

"Anya, katakan saja. Aku lihat kamu seperti ingin mengatakan sesuatu."

Kemudian barulah Anya menggerakkan bibirnya. "Pesen rujaknya satu aja, aku nggak jadi mau makan rujak."

Mendengar itu aku hanya bisa menepuk jidat dan menghela nafas kesal. "Nggak bilang daritadi pas aku belum pesen, aduh Anyaaaa!"

Anya hanya terkekeh dan memberikan cengirannya yang mulai tidak aku suka. Dasar wanita ini. Lalu saat aku hendak berdiri untuk meralat pesanan, Abang rujak itu sudah terlebih dahulu menghampiri kursi kami. Dan ditangannya ada dua mangkuk rujak.

"Ini Neng."

Aku menerima mangkuk itu lalu berterimakasih. Abang itu kemudian kembali ke gerobaknya duduk disana sambil menunggu pelanggan lain.

"Karena aku udah pesen dua, jadi terpaksa kamu tetep harus makan itu. Karena nggak mungkin kalau aku kembalikan."

Anya mengangguk. Tapi tatapan memelasnya kembali dia pasang. Sekarang aku mulai paham, jika Anya menatapku dengan tatapan puppy eyes, pasti ada sesuatu yang Anya inginkan, tetapi dia tidak berani mengutarakannya.

"Kenapa lagi Anya?"

"Emm ... aku mau pakai es krim."

Dia tersenyum, aku menghela nafas. Ada-ada saja kemauan wanita ini, apa semua wanita jika sedang hamil akan seperti ini? Banyak maunya?

"Hiih, nggak bilang dari tadi kamu tuh. Siniin mangkuk kamu, aku ke sana minta es krim dulu."

Anya mengangguk, lalu memberikan mangkuknya. Sedangkan mangkukku dibawa olehnya. Setelah itu aku kembali menghampiri Abang rujak dan mengatakan keinginanku. Abang rujak tersenyum lalu memberikan apa yang aku mau.

Setelah rujak itu diberi es krim, aku kembali ke tempat Anya. Dan lagi-lagi aku hanya bisa menghela nafas, mangkuk rujakku yang dibawa Anya telah kandas. Hanya dengan jangka waktu beberapa menit yang aku taksir tidak sampai 5 menit, Anya bisa menghabiskan rujak itu dalam sekejap?

Tadi katanya nggak mau, terus pas rujak udah datang dia minta es krim, pas lagi dimintaiin es krim kok udah habis aja rujaknya? Dasar wanita ini!!

Untung aku suka, untung dia cantik, untung dia lagi hamil, jadi tidak ada alasan untuk aku memarahinya. Sepertinya aku harus sabar menghadapi wanita ini. Bisa saja ngidamnya dikemudian hari lebih ekstrim dari ini.

"Kok rujaknya udah habis? Tadi minta dikasih es krim, kok kamu malah ngabisin punya aku?"

Anya hanya memberikan cengirannya, dan berkata dengan ringan. "Habisnya aku pengen, rujaknya menggoda, aku nggak tahan untuk memakannya. Hehe."

Kembali aku menghela nafas, oke ambil positifnya saja Ale, malam-malam memang tidak cocok untuk makan es krim, jadi kamu nggak usah marah-marah. Sabar. Itu tadi suara versi miniku yang memakai jubah putih, untung dia yang bersuara bukan si jubah hitam.

"Yaudah, jadi kamu masih mau yang pakai es krim apa enggak?"

Anya mengangguk pelan, kepalanya dia tundukkan. Aku hanya tersenyum mendapati dirinya yang malu-malu. Anya memang menggemaskan meskipun menyebalkan.

Lalu malam itu aku habiskan untuk melihat Anya menikmati rujak es krimnya, dia terlihat sangat senang memakan rujaknya. Untung si Abang masih jualan, coba kalau nggak, Anya bisa cemberut sampai pagi.

Setelah selesai dengan rujak, lalu kami kembali ke kontrakan. Malam itu sepanjang perjalanan Anya terus melingkarkan kedua tangannya ke atas pertuku, dagunya dia topangkan ke bahu kiriku. Malam itu aku merasakan kehangatan yang sangat menyenangkan. Anya benar-benar berhasil membuat aku merasakan rasa yang sudah lama aku rindukan.

&&&&&

9+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang