16 Weeks #2

12.9K 1.3K 157
                                    

Selesai mengajar, aku pulang dengan keadaan lelah. Seperti biasa Jonathan bertingkah lagi. Dia semakin tidak menunjukkan sopan santun jika berbicara dan bersikap kepadaku.

Sesampainya di rumah, aku tidak disambut oleh Anya, tidak seperti biasanya. Rumah terlihat kosong, tidak ada orang. Tidak seperti biasanya juga Anya pergi meninggalkan rumah, terlebih sekarang sudah menjelang sore hari. Yang aku tahu, Anya tidak bisa pergi sendirian.

Ketika mencari di setiap ruangan yang ada di rumah ini dan tidak juga menemukan Anya, aku memutuskan untuk meneleponnya, karena tidak diangkat aku mengirimi dia pesan. Sambil menunggu balasan, aku beristirahat sejenak di ruang santai, sembari meminum air putih.

Tidak lama, selang beberapa menit, pintu rumah terbuka. Aku menoleh, dan melihat wajah Cindy yang menyebalkan, disusul Anya dan Bila. Syukurlah Anya tidak hilang.

"Eh, Ale udah pulang?"

Aku berdiri dari dudukku, menatap ketiga wanita yang baru saja datang itu.

"Anya, kamu dari mana saja? Kenapa kamu tidak bilang kalau pergi sama Bila dan si curut?"

"Apaan lo manggil gue curut!"

Ketiga wanita itu berjalan ke arah dapur, aku mengikuti mereka dengan membawa gelas yang aku pakai untuk minum tadi.

"Tadi mereka dateng dadakan, terus ngajak aku belanja bahan masakan untuk dimasak hari ini."

Di dapur, aku duduk di meja makan, Anya menaruh dua kantung plastik berisikan bahan makanan ke atas meja makan. Anya mengeluarkan isi kantung itu, dan aku membantunya.

Bila dan Cindy juga melakukan hal yang sama, Bila menaruh dua kantung plasitik berisikan buah dan camilan, lalu mengeluarkan isinya dibantu oleh Cindy. Melihat wajah Cindy aku jadi teringat film konyol yang dia berikan padaku beberapa waktu yang lalu.

"Eh curut, lo kemarin ngasih gue flashdisk kenapa isinya film begituan semua?"

"Begituan? Maksudnya?"

Bukannya Cindy yang menjawab, tetapi malah Bila yang menyahut. Cindy hanya melotot menatapku.

"Ngapain lo malah melototin gue? Ngajak berantem lo?"

"Jangan ngomongin isi flashdisk di sini dong, nanti aja!"

"Emang Cindy ngasih film lo apaan, Le?"

Saat aku ingin berbicara lagi, telapak tangan Cindy sudah berada di atas mulutku, Cindy membekap mulutku hingga suaraku tidak jelas terdengar.

"Bukan apa-apa kok, Bil. Jangan dipikirin."

Karena kesal, aku menghempaskan tangan Cindy yang berada di atas mulutku dengan keras.

"Apaan sih lo, tangan lo kasar!"

"Bodo amat!"

Anya geleng-geleng kepala. Aku sudah tidak membahas tentang flashdisk, namun sepertinya Bila sangat tertarik dengan isi flashdisk itu. Cindy hanya diam, dia tidak ingin memberitahu Bila apa isi flashdisk yang aku maksudkan.

Lalu sore itu kami habiskan untuk membuat masakan yang akan kami makan malam harinya. Bila dan Cindy berencana untuk menginap.

Sebenarnya aku tidak masalah jika mereka ingin menginap, hanya saja kamar yang benar-benar bisa dibuat tidur hanya ada satu.

Lalu mereka mau tidur di mana? Di genteng gitu?

&&&&&

Khusus malam kemarin aku tidak tidur satu ranjang dengan Anya, karena aku harus tidur dengan Cindy. Bila tidak mau tidur dengan Cindy, dia sedang ingin mencurahkan isi hatinya kepada Anya. Karena aku tidak bisa berkata tidak dan juga tidak memiliki alasan yang kuat untuk menolak permintaan Bila, akhirnya aku berakhir dengan Cindy.

9+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang