23 Minggu itu berarti sudah 5 bulan lebih aku menghabiskan waktuku bersama Anya. Tidak terasa, sudah hampir 2 tahun lebih aku mengenal Anya. 1 tahun untuk observasi, 1 tahun lagi untuk menjadi teman main, dan kini sudah hampir setengah tahun aku magang di hati Anya.
Aku jadi banyak mengenal seluk beluk sifat dan karakter Anya. Dia adalah gadis penyuka bumbu dapur, hampir setengah hidupnya ia habiskan di dapur. Anya hanyalah seorang gadis baik, manja, cantik, kalem, tidak neko-neko yang salah jurusan.
Hidup Anya terbilang damai, tentram, tidak ada masalah. Namun sepertinya, Sang Pencipta sangat menyayangi Anya, sehingga wanita penurut itu diperbolehkan merasakan ujian dari-Nya.
Jika dibilang Anya kuat, ya, dia termasuk kuat. Hampir tidak pernah aku mendengar Anya mengeluhkan cobaan yang dia terima.
Tidak, tidak, aku salah.
Akan aku ralat.
Hanya beberapa kali Anya mengeluhkan 'hadiah' dari Sang Pencipta. Itupun hanya terjadi diawal-awal.
Kini, Anya menikmati prosesnya. Tidak selamanya cobaan dari Sang Pencipta itu adalah buruk. Jika dilihat dari sisi positifnya, Anya menjadi gadis yang semakin kuat. Dan jika dilihat dari sisi positifku, Anya menjadi dekat dan sangat mengenalku.
Jahatkah aku jika berterima kasih kepada Sang Pencipta?
&&&&&
"Ale, makan dulu. Aku udah buatin kamu sup kacang merah."
"Iya Anya, bentar lagi, masih nanggung."
Anya menghampiriku yang sedang memandikan si pitung di halaman depan rumah. Sudah lama sekali aku tidak menghabiskan waktu dengan motor kesayangan aku ini. Anya berdiri diambang pintu, memperhatikan aku yang sedang mengelap body si pitung.
"Jangan kelamaan yang pacaran sama si pitung, perut kamu jangan lupa dikasih makan. Aku tunggu di dalem. Jangan lama-lama."
Tanganku yang sedang mengelap body berhenti sejenak, lalu aku menatap Anya. Dia kalau sudah seperti ini sangat persis dengan Mamaku. Mama juga tidak suka kalau aku terlalu lama menghabiskan waktu dengan si pitung. Karena memang si pitung membuatku lupa waktu.
"Iya, Anya. Bentar lagi selesai."
Anya mengangguk, lalu masuk ke dalam rumah, sedangkan aku meneruskan mengelap si pitung.
Setelah kurang lebih sepuluh menit aktifitas mengurus si pitung akhirnya selesai juga. Setelah si pitung kembali ganteng dan bersih, aku membawanya masuk ke dalam garasi. Setelah itu aku masuk ke dalam rumah, mencari sosok Anya.
Anya sedang duduk menunggu di ruang makan, aku menghampirinya.
"Jangan melamun, Anya."
Aku duduk berhadapan dengan Anya. Tidak seperti biasanya, Anya tidak mengambilkan aku nasi, dia hanya diam memperhatikan aku dengan raut muka kesal.
"Ada apa, Anya? Kenapa kamu memandangiku seperti itu? Ada yang salah?"
"Iya, ada yang salah. Sebelum makan seharusnya kamu cuci tangan dulu, 'kan kamu baru saja selesai membersihkan motor, masa mau langsung makan gitu aja. Sana cuci tangan dulu!"
"Nggih, Ndoro Anya."
Aku hanya terkekeh, lalu berdiri berjalan kearah wastafel.
Selesai mencuci tangan aku kembali lagi duduk berhadapan dengan Anya. Kini setelah cuci tangan, barulah Anya mengambilkan nasi dan sup untukku. Setelah itu Anya mengambil untuk dirinya sendiri, dan seperti biasa aku akan memimpin doa makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
9+
RomanceIni kisah tentang dua orang yang awalnya hanya teman main menjadi "berteman dekat" setelah kejadian "itu". Si Gadis Malang yang menjadi korban mulai nyaman dengan pelukan Si Gadis Heroik. Sedangkan Si Gadis Heroik mulai terbiasa dengan degup jantung...