Memasuki bulan ke-4, morning sickness yang dialami Anya mulai berkurang. Keluhan-keluhan yang dia alami selama trimester pertama juga mulai berkurang. Kini Anya mulai mencintai bayi dalam kandungannya. Tidak jarang aku melihat Anya mengajak bicara bayinya.
Aku senang melihat Anya bisa menerima bayi itu. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika Anya berhasil menggugurkan bayinya, apakah dia bisa seceria sekarang ini? Ah aku tidak mau memusingkan pikiranku dengan hal yang tidak akan terjadi.
"Anya, kenapa kamu tidak menerima orderan?"
Anya sedang duduk di ruang santai dengan tidak melakukan apapun, dia hanya memandangiku. Dari tadi pagi, aku memang tidak melihat Anya memasak banyak makanan. Itu tandanya dia sedang tidak menerima orderan.
"Nggakpapa."
Aku sedang membuat popcorn ketika Anya sibuk memandangiku. Dia seperti seekor cheetah yang sedang mengincar mangsanya. Tatapan matanya selalu mengikuti kemanapun kaki ku melangkah.
Ketika aku selesai dengan urusan popcorn, aku mengambil dua gelas kaca berukuran panjang yang berada di lemari penyimpanan, lalu setelah itu membuka kulkas dan mengambil sebotol besar jus jeruk. Setelah itu aku menuangkan jus itu ke dalam kedua gelas kosong yang aku ambil tadi.
Selesai dengan itu, aku mengambil nampan, lalu menaruh dua mangkuk popcorn ditambah dua gelas penuh jus jeruk keatas nampan, kemudian membawa nampan itu ke hadapan Anya.
"Tumben banget kamu nggak terima orderan. Biasanya kan kamu paling semangat kalau disuruh masak. Memangnya ada apa sih?"
Setelah menaruh nampan keatas meja, aku menghampiri meja TV lalu menghidupkan TV. Setelah itu aku menghampiri Anya, duduk disampingnya, namun tidak terlalu dekat.
"Aku sedang tidak ingin melakukan apapun selain memandangimu, Ale."
Dahiku berkerut. Ini tidak seperti Anya. Pasti ada sesuatu yang salah dengan otaknya.
"Memangnya aku ini lukisan sampai ingin kamu pandangi?"
"Kalaupun kamu memang lukisan, berarti kamu itu lukisan abstrak. Tidak beraturan tetapi indah dan penuh makna."
Dahiku makin berkerut. Tidak biasanya Anya melontarkan kata-kata seperti itu. Wah memang ada yang salah dengan Anya.
"Duh, apaan sih kamu, Nya. Kamu nggak lagi sakit, 'kan?"
Aku merubah posisi dudukku, satu kakiku aku lipat supaya bisa duduk berhadapan dengan Anya, sejurus kemudian tangan kananku bergerak untuk memeriksa suhu tubuh Anya.
"Nggak panas kok."
Anya cemberut, dia menyingkirkan tanganku dari dahinya. Kemudian dia mengambil mangkuk yang penuh dengan popcorn. Sembari mengganti channel di tv, Anya membalas perkataanku.
"Aku tu ceritanya lagi menggoda kamu, Ale. Ih!"
"Oh, menggoda? Bilang dong. Kan aku jadi tidak ada persiapan."
"Huh, lupakan!"
Aku terkekeh melihat tingkah Anya yang sudah kembali seperti biasanya. Anya yang periang namun terkadang galak.
"Aduh, makin lama nggak ada acara tv yang bagus. Kesel deh!"
Anya melempar remote ke atas meja. Aku terkekeh. Lalu kemudian teringat flashdisk yang diberikan Cindy beberapa hari yang lalu padaku. Katanya disana banyak sekali film yang dapat aku tonton berdua dengan Anya.
"Mending nonton film aja, kemarin aku dikasih flashdisk sama Cindy, katanya banyak film yang harus kita tonton. Mau?"
Anya mengangguk, lalu aku bangkit berdiri, melangkah ke kamar untuk mengambil flashdik 32gb berwarna hitam merah yang aku taruh diatas meja rias.
&&&&&
Flashdisk sudah tertancap pada monitor tv, aku dan Anya sudah siap dengan mangkuk berisi popcorn dipangkuan kami masing-masing. Semua gorden juga sudah kami tutup agar cahaya tidak masuk--ini bertujuan agar kami mendapatkan pengalaman menonton seperti di bioskop.
Setelah semua siap, aku dan Anya sepakat memilih film berjudul All About E. Ketika film itu sudah menampilkan audio dan visualnya, aku terkejut. Sungguh itu adalah opening yang sangat-sangat "epic".
Kenapa harus adegan berciuman yang membuka film itu? Dan lagi, audio yang keluar adalah suara desahan! For Godshake! Tontonan macam apa ini?!!!!
Karena tidak ingin melihat lebih lanjut, aku sengaja mem-pause film itu. Kemudian menatap Anya.
"Kamu mau meneruskan film itu atau tidak?"
Terlihat ragu, Anya mengangguk.
"Kepalang tanggung, Le. Tonton aja, siapa tau ceritanya bagus, ya meski openingnya gitu banget. Gimana?"
Meski ragu, akhirnya aku mengangguk juga. Oke. Let's see, apakah tontonan ini memiliki cerita yang bagus atau tidak.
Kemudian aku mem-play kembali film itu. Dan kami menonton dalam diam ditemani semangkuk popcorn dan segelas jus jeruk.
&&&&&
"Kok belum tidur, Nya?"
Begitu aku memasuki kamar setelah selesai dengan urusan di kamar mandi, aku melihat Anya masih duduk bersandar diatas ranjang, dengan tanpa melakukan apapun. Dia belum tidur, padahal ini sudah jam sepuluh malam.
"Aku nungguin kamu."
Aku hanya tersenyum sambil mendekati Anya. Aku duduk disampingnya, tidak terlalu dekat karena aku masih canggung setelah menonton film yang ternyata sangat mengejutkan.
Bagaimana aku tidak terkejut, jika yang aku tonton adalah film lines! Oh my God!
Aku tidak pernah tahu kalau ternyata Cindy suka menonton film semacam itu. And--again, for godshake, selama film itu berputar, aku hanya bisa menelan ludah, mengatur degup jantung, berusaha untuk tidak terlihat gelisah, dan berusaha agar kakiku tetap hangat.
Setelah film itu selesai. Hanya satu kata yang terlontar dari mulut Anya; "Waow!"
Dalam hatiku berkata, Apanya yang waow?!!!!
Oke lupakan masalah film konyol itu, mari kembali ke wanita yang sedang menatapku itu.
"Yaudah kalau gitu ayo tidur. Kamu sudah mencuci kaki dan gosok gigi, 'kan?"
Anya mengangguk. Lalu aku merubah posisiku menjadi berbaring telentang. Anya pun ikut merubah posisinya. Dia mendekatiku, menyandarkan kepalanya pada dadaku, dan tangannya mulai memeluk perutku.
"Kamu nyaman, Anya?"
Anya mengangguk. Aku tersenyum. Sebenarnya aku masih canggung dengan posisi seperti ini, beberapa scene dalam film itu kembali terputar dalam benakku, membuatku merasa tidak nyaman.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu Anya?"
Mata bulat berwarna hitam yang berbinar itu sedang memandangiku untuk kesekian kalinya. Bibir merah itu menyunggingkan senyuman. Sebenarnya ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan bahwa Anya terlihat sangat cantik, tapi sungguh, malam ini Anya terlihat sangat cantik.
"Dalam cahaya yang tidak terlalu terang, kamu masih tetap seperti lukisan, Ale."
Dahiku berkerut. "Kamu sedang menggodaku lagi?"
"Aku menyayangimu, Ale."
Anya menenggelamkan mukanya pada ceruk leherku. Dia mencium leherku sejenak. Lalu mengeratkan pelukannya.
Aku tersenyum, tangan kiriku mengusap kepala Anya. Lalu aku mencium puncak kepalanya.
"Begitupun aku, Anya."
&&&&&
KAMU SEDANG MEMBACA
9+
RomanceIni kisah tentang dua orang yang awalnya hanya teman main menjadi "berteman dekat" setelah kejadian "itu". Si Gadis Malang yang menjadi korban mulai nyaman dengan pelukan Si Gadis Heroik. Sedangkan Si Gadis Heroik mulai terbiasa dengan degup jantung...