The New Life

13.3K 1.4K 182
                                    

Ketika aku keluar dari perusahaan ketiga yang aku tolak, ponselku berdering. Panggilan dari Anya. Wanita itu kini lebih menyebalkan dari biasanya. Aku maklum karena dia sedang hamil, jadi mood-nya tidak stabil. Tapi, boleh tidak aku kesal dengan sikapnya?

"Ada apa, Anya?"

"Kamu dimana? Aku nitip beliin ayam pop Kang Maman dong. Boleh?"

Aku menghela nafas ketika mendengar apa yang diinginkan Anya. Ini sudah ketiga kalinya dia menginginkan sesuatu yang letak tempatnya jauh. Anya memang tidak ngidam yang aneh-aneh, namun ngidamnya itu yang jauh-jauh!

Kemarin malam, tepat pukul dua belas, Anya membangunkan aku. Dia meminta untuk dibelikan oseng-oseng mercon yang berada di daerah Grogol. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dan mendengar apa yang diinginkan Anya sontak membuat mataku membulat sempurna.

Ngidam kok nggak kira-kira!

Terpaksa aku harus menolak, karena aku tidak setuju dia memakan makanan pedas dimalam hari terlebih lagi Grogol jauh dari kontrakanku. Anya memberengut, dia bilang itu karena bayinya. Tetapi aku tetap kekeh untuk tidak membelikan. Akhirnya Anya cemberut dan kembali tidur.

Karena merasa bersalah, kemudian aku memeluk Anya dan memberitahukan padanya bahwa makan makanan pedas dimalam hari itu tidaklah baik. Tetapi Anya tetap marah, akibatnya, sampai siang hari dia mendiamiku.

Benar-benar, keadaan wanita yang sedang hamil dua setengah bulan itu luar biasa sikapnya. Kesabaranku benar-benar diuji. Aku tidak pernah menyangka jika akan berurusan dengan wanita hamil seperti sekarang ini.

"Ale, kok diem aja? Boleh apa enggak? Kalau enggak, yaudah aku nggakpapa."

"Eh-- Em, oke. Nanti aku beliin."

"Terima kasih Ale. Hati-hati dijalan ya. Jangan ngebut-ngebut, inget ada aku dan dedek yang nungguin."

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Anya, dia memang seperti itu. Terkadang aku merasa geli ketika Anya mengatakan itu, terdengar seperti aku ini suami Anya, dan Anya adalah istriku. Lucu kan? Tapi aku menyayangi wanita ajaib itu.

&&&&&

Dua jam setengah sudah aku habiskan untuk perjalanan dari PT. Manuver ke warung ayam pop Kang Maman yang berada di Bekasi. Mau beli ayam pop aja sudah berasa seperti ingin menemui Tante Irene, Ibu Anya.

Jika bukan karena Anya sedang ngidam, pasti aku tidak akan mau jauh-jauh ke Bekasi untuk membeli ayam pop, mana jalanan macet parah lagi. Jelas aku tidak akan mau. Gila nggak sih?

Sesampainya di rumah, Anya sudah menyambut kedatanganku dengan senyumannya yang sangat manis.

"Welcome home, Ale. Mana pesanan aku?"

Aku memberikan bungkusan plastik putih untuk Anya, lalu duduk disofa, melepas jaket, dan heels yang aku pakai. Lalu mengikat rambut, dan merebahkan punggung di senderan sofa.

Ah, ini enak sekali.

"Gimana tadi interviewnya? Diterima?"

Aku menggeleng, lalu membenarkan posisi dudukku. Anya duduk disampingku, sambil memakan ayam pop yang aku belikan. Dia memakan ayam pop itu dengan bahagia.

"Yang sabar ya, Le. Mending kamu itu bantuin catering aku aja, daripada ngelamar sana ngelamar sini enggak diterima. Ngelamar di aku, malah langsung ketrima."

Aku menghela nafas, lalu mengarahkan tangan Anya yang memegang garpu dengan ayam dipucuknya kearah mulutku. Sambil mengunyah, aku menjawab.

"Sebenernya, aku diterima. Tapi Bapak HRD-nya kurang ajar. Jadi, aku nggak mau nerima. Aku nggak mau kerjasama dengan orang kurang ajar."

"Ha? Kurang ajar gimana? Kamu diapain?"

"Masa waktu Bapaknya bilang 'Selamat, kamu diterima menjadi karyawan disini. Kamu bisa mulai kerja besok pagi.', terus kita salaman. Tapi aku merasa ada yang aneh dengan tatapan Bapaknya. Enggak lama, dia mengelus tanganku, lalu merembet ke kakinya yang mengelus betisku. Ya aku marah dong, terus aku teriak, maki-maki Bapaknya. Dan aku bilang kalau aku nggak akan pernah mau kerja di perusahaan itu. Perusahaan besar tapi kok punya HRD kurang ajar. Idih."

Anya menatapku dengan tidak percaya, aku tidak tahu dia tidak percaya dengan sikapku ke Bapak genit itu atau karena sikap Bapaknya yang kurang ajar ke aku.

"Tapi kamu nggakpapa, 'kan?"

"Iya, aku enggak kenapa-napa kok, tenang aja."

"Syukurlah kalau begitu. Jadi, kamu masih mau cari kerja lagi apa gimana?"

Aku berpikir sejenak, karena sudah tiga kali aku melamar dan tidak ada yang cocok denganku.

Perusahaan yang pertama, aku diterima, namun karena tidak ada jenjang karir yang bagus, aku menolak. Padahal aku kira perusahaan itu memiliki jenjang karir yang bagus, makanya aku meng-apply pekerjaan disana, tetapi rupanya aku salah.

Sedangkan perusahaan yang kedua, Sebenarnya bagus, namun aku tidak suka dengan suasana kantor yang terlalu serius, seperti bukan aku banget gitu. Jadi, kembali aku tolak.

Nah sedangkan yang ketiga, yang baru saja ini. Sebenarnya jenjang karir disana sangat menjanjikan. Suasana kantor juga cair dan menyenangkan, namun lagi-lagi terpaksa aku tidak mengiyakan kerjasama itu, karena ya itu tadi, aku tidak suka bekerja dengan orang yang kurang ajar terhadap orang baru.

"Sepertinya, aku ambil S2 di Toronto atau London. Papa pernah nawarin aku kesana kalau aku belum dapet kerja dan berubah pikiran. Tapi...."

Aku sengaja menggantung kalimatku, Anya terlihat kesal karena aku menggantung kalimatku.

"Tapi apa?"

Aku tersenyum, lalu berkata, "Tapi aku mau bantuin usaha catering kamu dulu, baru aku berangkat untuk ambil S2."

Diakhir kalimat, aku menyentil pucuk hidung Anya. Kemudian, wajah wanita itu menjadi cerah seketika. Dia pasti berpikir kalau aku akan meninggalkannya, tapi rupanya dugaan wanita itu salah. Aku tidak akan meninggalkan Anya sebelum dia melahirkan buah hatinya.

Aku sudah berjanji untuk menemani Anya hingga bayi itu lahir, jadi aku tidak akan mengingkari janjiku. Karena yang namanya janji harus ditepati, bukan?

"Aku pikir kamu bakal ninggalin aku, aku udah mau maki-maki kamu kalau kamu sampai ninggalin aku. Kan kamu udah janji mau nemenin aku!"

Aku tersenyum, lalu bergeser sedikit mendekati Anya. Aku mengambil wadah sterofoam yang dia bawa, lalu menaruhnya diatas meja. Kemudian aku memegang kedua tangan Anya. Dengan menatap mata Anya, aku berusaha mengatakan bahwa aku tidak bisa tanpa kehadiran Anya disampingku. Karena Anya adalah poros hidupku.

"Dengarkan aku baik-baik, Anya. Aku tidak akan pernah ingkar janji. Kalaupun buah hati kamu sudah lahir, if you say 'stay with me', i will do it, Anya. Aku hanya tidak mau kamu merasa sendirian, karena sesungguhnya ada aku disini yang dengan senang hati menemani kamu."

Anya meremas kedua tanganku, dia menatapku dengan tatapan berterima kasih. Buliran air mata itu kemudian jatuh menuruni pipinya lalu melewati bibir merahnya. Satu tanganku yang diremas sengaja aku lepas, kemudian jari jemari ini bergerak naik untuk menghapus buliran air itu.

Aku mengusap pipinya, kemudian turun ke bibirnya. Aku tersenyum. Lalu entah apa yang dipikirkan Anya, dia mendekatkan wajahnya, dan mengecup lembut ujung bibirku. Ini adalah kali pertama aku dicium oleh orang lain selain Mama. Jadi seperti ini rasa dicium oleh orang yang aku sayang selain Mama aku?

Kecupan itu hanya sebentar. Lalu Anya memelukku, dia membisikkan kata-kata yang dia rangkai menjadi sebuah kalimat tepat ditelingaku.

"Terima kasih Ale, aku menyayangimu. Aku tidak pernah tau apa jadinya aku jika tidak bertemu denganmu. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menerima keadaanku yang seperti ini."

Aku mengangguk didalam pelukkan, "Dengan senang hati, Anya. Aku juga tidak akan pernah tau apa jadinya kamu jika tidak bertemu dengan aku. Aku juga menyayangimu."

&&&&& 

9+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang