18 Weeks

13.1K 1.4K 193
                                    

Aku melihat Anya sedang duduk di ruang santai sambil berbicara dengan bayi dalam kandungannya ketika aku pulang dari mengajar. Saking asiknya mengobrol, dia tidak menyadari jika aku sudah pulang dan berada di dekatnya.

"Ily, besok kalau kamu sudah besar, kamu harus nurut sama Mama ya? Jangan jadi anak nakal, oke?"

"Nakal boleh, tapi jangan sampai keblablasan."

Anya menoleh ketika mendengar suaraku, aku tersenyum melihat keterkejutan Anya.

"Eh, kamu udah pulang? Kapan masuk rumahnya? Kok aku nggak denger suara pintu dibuka dan ditutup?"

Aku duduk di samping Anya, melepas sepatu dan jaket yang aku kenakan.

"Belum ada lima menit kok. Saking asiknya ngobrol sama Ily, kamu sampai nggak denger aku masuk."

"Iya loh. Kamu capek, 'kan? Aku ambilin minum dulu ya?"

Aku hanya mengangguk. Lalu Anya bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke dapur. Aku senang karena Anya sudah mulai bisa menerima anak dalam kandungannya. Aku pernah hampir putus asa saat Anya dalam masa sulit.

Aku pikir Anya tidak akan kuat menghadapi ini semua. Ternyata aku salah, Anya adalah wanita yang kuat. Aku tahu, pasti sampai sekarang Anya masih suka terbesit tentang apa yang sudah dilakukan Fabian terhadap dirinya. Aku hanya berharap, kehadiranku ini sangat berdampak pada psikologi Anya.

"Hei, kedip."

Tersadar aku dari lamunanku ketika Anya melambaikan tangannya di depan wajahku. Anya menyerahkan segelas air putih untuk aku minum. Aku menerima gelas itu lalu meminum airnya hingga tandas.

"Haus banget apa?"

"Sepertinya begitu. Em, hari ini kita makan sama apa? Aku mau bantuin masak."

Anya mengambil gelas yang sudah kosong dari tanganku. Lalu dia kembali bangkit dari duduknya dan berjalan ke dapur.

"Aku mau buat spagetti sih. Kamu mandi dulu aja sana. Baru abis itu makan."

"Aku mau bantuin kamu masak tapi."

Sambil menjawab pernyataan Anya, aku bangkit dari dudukku, mengambil sepatu dan menyampirkan jaket jeans yang aku pakai tadi di bahuku, lalu berjalan menghampiri Anya.

"Udah kamu mandi aja, cuma masak spagetti kok."

"Tapikan aku mau bantuin."

"Mandi dulu sana."

Anya menghampiriku dan mendorong punggungku ke arah kamar mandi. Tanpa bisa menolak lagi, akhirnya aku mengikuti perkataan Anya.

&&&&&

Selesai mandi dan berpakaian, aku keluar dari kamar dan menghampiri Anya yang sedang berkutat di dapur. Dia sedang memberikan sentuhan akhir pada masakan yang dia buat.

"Kok cepet masaknya? Baru aku tinggal bentar udah ngasih garnish aja."

"Bentar apanya? Kamu mandi hampir setengah jam tau!"

"Masa?"

Aku mengambil mangkuk berisikan spagetti masakan Anya, lalu membawanya ke meja makan. Sedangkan Anya membawa piring dan gelas.

"Iya! Kamu mandi apa cari inspirasi, sih?"

"Dua-duanya, ehe."

Makanan sudah tersaji di meja makan. Seperti biasa, Anya mengambilkan aku makanan, setelah itu dia mengambil untuk dirinya sendiri. Selesai itu aku mulai memimpin doa. Setelah selesai berdoa, kami mulai makan.

9+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang