Wisuda

13.6K 1.2K 42
                                    

Ketika pagi menyingsing, seperti biasa aku merasakan ada pergerakan lain dari wanita di sampingku. Semalam setelah adegan menangis tersedu-sedu, kamipun mulai lelah dan terlelap.

Sekarang aku lebih tahu seperti apa keadaan batin Anya setelah mendengar cerita itu. Pemikiran tentang perilaku Fabian sekarang lebih jelas dalam benakku. Aku sudah tidak menerka-nerka lagi.

"Sudah bangun?"

Aku tersenyum ketika melihat Anya mulai membuka matanya pelan, tidak seperti biasanya, kami terbangun dengan posisi saling berhadapan tidak saling berpelukan.

Setelah agak sadar, Anya membalas senyumanku. Aku mengusap kepalanya pelan, aku sudah tidak tahu lagi mengapa aku bisa dengan yakin ingin merawat wanita di hadapanku ini. Aku dan Anya hanya sebatas teman main, kami sama sekali tidak dekat. Kami bisa sedekat ini juga karena kejadian Fabian itu.

"Kenapa dahimu berkerut? Kamu sedang memikirkan apa, Ale?"

Aku menggeleng, lalu menarik Anya ke dalam pelukkanku. Sepertinya memeluk Anya adalah hobi baruku, entahlah, aku merasa nyaman ketika memeluk wanita ini, aku merasa ... utuh.

"Aku akan terus berada disini, memelukmu seperti ini Anya. Aku akan terus berada di samping kamu, jangan takut, oke?"

Anya mengangguk dalam pelukkanku. "Terima kasih banyak Ale, aku sudah tidak tau lagi kalau tidak ada kamu disisi aku."

&&&

Anya sedang membaca majalah masakan ketika aku membuat jus alpukat. Ketika selesai dengan kesibukan membuat jus, kemudian aku membawa dua gelas jus alpukat itu untuk aku dan Anya.

Aku menghampiri Anya yang sedang duduk di ruang santai. Dia menoleh sejenak lalu kembali terfokus pada bacaannya.

"Nih diminum, jus alpukat baik untuk kandungan kamu. Juga bisa membantu mengurangi rasa mual."

Aku menaruh segelas jus alpukat ke atas meja, tepat di samping tangan Anya yang sedang membolak-balikkan halaman majalah. Sedangkan aku duduk tidak jauh dari Anya, satu kakiku aku naikkan keatas sofa. Aku hanya memperhatikan Anya sembari meminum jus alpukatku.

"Terima kasih Ale."

Lalu Anya meminum jusnya, hanya dua teguk lalu kembali terfokus dengan majalah. Aku tidak tahu apa yang sedang dicari oleh Anya, hanya saja memperhatikan Anya seperti ini dapat membuat senyum dalam wajahku terkembang.

"Ih, Ale kamu dengerin aku nggak, sih?"

Aku mengerjapkan mata ketika Anya memukul kakiku. Memperhatikan Anya membuatku tidak sadarkan diri. Sepertinya tadi aku sedang berada di khayangan, dimana para bidadari tinggal.

"Maaf, kamu bilang apa tadi?"

Anya mendengus, dia mengerucutkan bibirnya. Lalu kembali mengungkapkan apa yang ingin dia ungkapkan tadi.

"Tadi aku tuh minta pendapat kamu, kan rencana aku mau buka catering tapi sasarannya anak muda gitu, yang kekinian. Nah, what do you think, Le?"

Aku berpikir untuk beberapa saat, Anya memang pandai memasak, itu adalah salah satu nilai plus Anya. Emm, menurutku tidak ada salahnya jika dia ingin menjalankan bisnis makanan semacam itu.

"Kalau aku sih, yes, asalkan kamu bisa konsisten aja sih. Aku dukung apapun yang ingin kamu lakukan, Anya. Asalkan kamu senang, aku pun ikut senang."

Dan aku pun menutup perkataanku dengan senyuman.

"Kamu loh selalu baik sama aku, terima kasih banyak ya Ale."

9+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang