Aku sudah di tempat.
Olivia membaca sekali lagi pesan di ponselnya itu. Gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam saku depan celana jinsnya dan memasukkan juga dompet kecil miliknya di saku belakang celana.
Ia sudah lelah. Hanya ini satu-satunya cara yang terpikir olehnya. Papanya sudah keterlaluan. Sejak Mama Olivia meninggal dunia saat ia masih kecil, Olivia merasa hidupnya selalu terkekang.
Ia tidak pernah pergi ke manapun tanpa ditemani. Ke sekolah, ke rumah teman, bahkan ke Mal. Selalu saja ada yang menemaninya. Dulu, Tante Ayu, pengasuhannya yang selalu menemaninya sampai Olivia lulus kuliah dan Tante Ayu sekarang akhirnya menikah.
Saat ini, ke manapun pergi, Olivia selalu saja diikuti oleh beberapa pengawal, meskipun mereka berusaha untuk tidak mencolok tapi tetap saja, Olivia tidak bebas. Ia merasa sudah muak. Ia ingin memiliki kebebasan.
Olivia mengambil seprai yang sudah ia sambung ujung satu dengan ujung lainnya, seperti tali. Ia melihat adegan itu di sebuah film yang ia tonton beberapa waktu lalu. Dari sanalah ide ini berasal. Ia mengikat ujung seprai di pagar besi balkon kamarnya di lantai dua. Ujung lain dari seprai itu menjulur ke luar, tepat di taman di bawah.
Dari sana nanti, Olivia akan memanjat sebuah pohon besar di samping tembok rumah dan melompat keluar. Yara, sahabatnya sudah menunggu di samping pagar, di dalam mobil, siap meluncur saat Olivia sudah masuk. Dan, pelariannya pun akan dimulai.
Olivia dengan hati-hati menuruni seprai, menggenggam kain itu dengan erat. Ia dengan cepat menuruni seprai itu dan dengan cepat juga melompat, turun ke tanah. Olivia mendesah lega, tersenyum senang. Selangkah lagi, ucapnya sembari menepukkan kedua tangannya yang terkena tanah.
"Kau mau ke mana, Nona?"
Olivia terlonjak, nyaris saja terjatuh saat mendengar sebuah suara berat dan dalam dari arah belakangnya. Gadis itu memegangi dadanya, membalikkan tubuhnya.
Di bawah pohon besar tempat Olivia berencana memanjat nanti, berdiri sosok tinggi tegap seorang lelaki. Hanya wajahnya saja yang sebagian terlihat karena sebagian lagi tertutup oleh bayangan pohon. Pakaian serba hitam yang dipakainya membuat sosoknya menyatu dengan kegelapan malam.
"Siapa kau?" Olivia menjauh sedikit, khawatir jika orang yang berdiri di depannya itu adalah orang jahat, meskipun kemungkinan itu kecil karena rumahnya dijaga dengan ketat, melebihi rumah presiden. "Jangan coba-coba menghalangiku."
Lelaki itu maju selangkah. Saat ia berjalan, ada asap yang mengikuti langkahnya. Saat itulah Olivia bisa melihat sosoknya. Wajahnya tampan dengan garis wajah yang keras. Alisnya tebal, setebal rambutnya yang sehitam malam. Matanya, itu adalah mata paling hitam dan paling tajam yang pernah Olivia lihat.
Sosok lelaki itu menatap Olivia. Tatapan itu seperti menembus langsung ke dalam jantungnya membuat debaran jantung gadis itu menjadi tidak karuan. Lelaki itu menjepit sebatang rokok di sela bibirnya. Asap yang dilihat Olivia tadi pasti berasal dari rokoknya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku!" Olivia menatap kesal ke arah lelaki yang asyik menghisap rokoknya itu. "Siapa kau dan kenapa kau bisa masuk ke sini? Aku akan memanggil pengawal dan akan meminta mereka untuk menendangmu keluar!"
Sosok itu bergeming. Dia membuang rokoknya dan menginjak rokok tadi dengan bagian bawah sepatunya dengan mata yang masih fokus menatap Olivia.
"Kau bisu ya?" Olivia mengepalkan tangannya, kekesalannya sudah memuncak. "Sebaiknya kau menyingkir dan aku akan menganggap tidak pernah melihatmu. Ayo, minggir."
Lagi-lagi sosok itu diam. Wajah datar itu masih memandangi Olivia.
"Ya Tuhan! Ini pasti hari sialku!" Olivia berteriak kesal, berjalan cepat menuju ke samping lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HER Bodyguard [Selesai]
RomanceSejak Papanya mendapatkan surat ancaman dari seseorang yang berniat menculiknya, hidup Olivia yang semula memang dijaga ketat, menjadi lebih ketat lagi. Ia tidak bisa meninggalkan rumah sembarangan, tidak bisa lagi pergi kemanapun yang ia mau tanpa...