"Kau lelah?" itu adalah pertanyaan ketiga kalinya yang diucapkan oleh Lennon.
Mereka sudah lebih dari lima belas menit berjalan kaki menuju ke danau yang menurut Lennon tidak seberapa jauh itu. Kaki Olivia pegal dan ia juga lelah, tapi setiap kali ia menatap tangan kekar Lennon yang menggenggam tangannya, rasa lelahnya seolah menguap. Ya, seklise itu.
Untuk ketiga kalinya juga Olivia menggeleng. "Tidak. Aku belum lelah."
Lennon berhenti berjalan, mata hitamnya memandangi Olivia lambat-lambat. "Mau aku gendong?"
"Yang benar saja, Lennon!" Olivia memutuskan kembali berjalan, diikuti oleh Lennon yang seperti enggan untuk ikut melangkah. "Kau sudah membawa keranjang di satu tanganmu. Kau sudah menggendong ransel di punggungmu. Di mana lagi kira-kira kau akan menggendongku?"
Lennon tersenyum kecil dan matanya yang hitam itu berbinar geli. "Di dadaku. Tempat di mana seharusnya kau berada."
Olivia menggeleng sembari tertawa pelan. "Lupakan saja. Aku masih kuat berjalan."
Malam yang semakin menanjak naik membuat sekeliling mereka menjadi lebih gelap. Hanya cahaya bulan sabit di atas langit dan cahaya dari senter di helm yang dipakai Lennon yang menjadi penuntut jalan mereka. Suara berderik binatang malam tidak mampu menyurutkan langkah Olivia. Satu hal yang ia tanamkan di dalam dirinya, selagi dirinya bersama dengan Lennon, maka ia akan aman.
Olivia merasakan genggaman Lennon semakin kencang di tangannya dan langkahnya mulai melambat. Olivia mendongak menatap Lennon saat lelaki itu tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Kenapa berhenti Lennon? Apa kita sudah sampai?"
"Ya," Lennon menjawab pelan, nyaris seperti bisikan. "Kita sudah sampai, Olivia. Di depan sana adalah danau yang aku katakan memiliki air sebening matamu. Ayo!"
Olivia mengikuti langkah Lennon yang mulai menaiki undakan tanah tidak terlalu tinggi. Lelaki itu melepaskan tangan Olivia dari genggamannya dan menurunkan keranjang rotan serta ransel di punggungnya. Olivia melangkah menuju ke arah tepi danau saat Lennon sedang mengeluarkan selimut dan makanan dari keranjang.
Danau di depan Olivia tidak terlalu besar. Sayangnya saat ini sedang gelap jadi Olivia tidak dapat melihat beningnya air danau itu. Tapi dari pantulan cahaya bulan yang jatuh di atas air, Olivia bisa melihat jika siang hari pemandangan di depannya itu pasti sangatlah indah. Pohon-pohon besar yang mengelilingi sisi danau terlihat seperti bayangan hitam besar. Hembusan angin danau yang dingin membuat Olivia merapatkan jaket yang dipakainya.
"Duduklah disini, Olivia."
Olivia menoleh saat mendengar suara Lennon tadi. Ia mengangguk dan melangkah mendekati Lennon yang sudah duduk di atas selimut dengan makanan yang di bawa mereka disusunnya di samping kirinya.
"Indah, kan?" tanya Lennon saat Olivia sudah duduk di samping kanannya. "Aku suka menghabiskan waktu memandangi danau ini jika sedang banyak pikiran."
Olivia menatap air yang berwarna gelap seperti malam. "Indah sekali, Lennon. Pasti jika siang tempat ini akan terlihat jauh lebih indah."
"Ya. Karena ada danau inilah aku memutuskan membeli tempat ini tiga tahun lalu. Aku jatuh cinta saat melihat airnya yang bening."
Olivia menoleh, menatap Lennon yang memandang ke depan. "Danau ini milikmu?"
"Benar sekali, danau ini milikku."
Olivia menahan mulutnya yang hendak melebar terbuka saat mendengar ucapan Lennon tadi. Apa Lennon bercanda? Tempat ini luas sekali. Mereka bahkan hampir menghabiskan waktu setengah jam berjalan kaki hanya untuk sampai ke danau ini dari pondok kecil milik Lennon.
KAMU SEDANG MEMBACA
HER Bodyguard [Selesai]
RomanceSejak Papanya mendapatkan surat ancaman dari seseorang yang berniat menculiknya, hidup Olivia yang semula memang dijaga ketat, menjadi lebih ketat lagi. Ia tidak bisa meninggalkan rumah sembarangan, tidak bisa lagi pergi kemanapun yang ia mau tanpa...