"Lennon?" Olivia menoleh ke arah Lennon yang kembali mengemudikan mobil. Mereka sudah berkendara lagi selama setengah jam ini tapi sepertinya jalan yang mereka lalui bukanlah jalan pulang. "Apa kita sekarang akan pulang?"
Lennon mengernyitkan dahinya dan menggeleng. "Belum. Masih ada satu tempat lagi yang akan kita datangi. Setelah itu kita akan pulang."
Olivia mengangguk dan kembali terdiam. Lennon kali ini menjawab pertanyaannya dengan panjang. Olivia sedari tadi ingin sekali bertanya pada Lennon siapakah lelaki yang mereka temui tadi dan kenapa Lennon memanggilnya Om. Tapi, sejak tadi wajah Lennon terlihat mengeras dan dahinya selalu berkerut, membuat Olivia mengubur semua rasa penasarannya.
Olivia bahkan tidak berani untuk menyalakan lagu di mobil Lennon. Ia memilih memandangi jalanan dari jendela mobil dan menikmati hembusan angin yang menerbangkan helaian rambutnya yang lolos dari ikatan kuncir kudanya.
"Kita sudah sampai," ucap Lennon sembari menepikan mobil di sebelah kiri jalan. "Kau tunggu saja di mobil, Olivia. Aku tidak akan lama."
Olivia ingin protes, ingin mengatakan pada Lennon ia ingin ikut juga, tapi Lennon sudah turun dari mobil dengan cepat sebelum Olivia sempat membuka mulutnya. Olivia memandangi punggung Lennon yang memasuki sebuah rumah lumayan besar, yang terlihat mencolok karena lebih bagus dibandingkan rumah lain di kiri dan kanannya. Lennon setengah berlari menuju rumah itu.
Olivia mendesah pelan, bersandar di jok mobil saat pemilik rumah membuka pintu dan Lennon masuk ke dalamnya, lalu pintu rumah di tutup lagi.
Olivia melirik jam tangannya. Sudah sepuluh menit Lennon berada di dalam sana dan belum juga keluar. Olivia sudah merasa gerah. Ia mengibaskan tangannya di depan wajahnya, berharap bisa mengurangi udara panas. Jendela mobil terbuka tetapi tidak juga bisa membuat udara di dalam mobil tidak panas.
Merasa kesal, Olivia memilih keluar dari mobil dan menunggu di jalan. Itu bisa membuatnya tidak kepanasan lagi. Ia meluruskan kedua tangannya ke atas, mengusir rasa lelah dan pegal.
"Serahkan uangmu!" Olivia membelalakkan matanya saat mendengar suara keras seorang lelaki dari arah belakangnya dan tusukan benda keras di pinggangnya. "Atau aku akan menancapkan pisau ini di tubuh mulusmu."
Olivia terdiam kaku. Ia tidak berani bergerak, bahkan bernapas pun ia seperti tidak sanggup. Ia menelan ludahnya, berdoa dalam hati agar Lennon segera kembali dan menolongnya.
"Serahkan uangmu! Jangan main-main denganku!"
Tusukan pisau itu terasa semakin dalam. Olivia menjerit pelan saat merasakan sakit di pinggangnya. Satu tangan lelaki yang berada di belakangnya itu membelit lehernya.
"Aku, aku tidak bawa uang," Olivia berkata pelan, penuh rasa takut. "Percayalah."
"Bohong!" Lelaki itu mulai meraba celana jeans yang dipakai Olivia. Tangan kurang ajarnya berhenti lama di bokong gadis itu. Napas lelaki itu mulai memburu. "Kau cantik. Aku rasa… "
"Lepaskan dia!" Olivia mendengar suara teriakan marah Lennon dan nyaris saja ia menangis bahagia. Lennon akan menyelamatkannya. "Aku bilang lepaskan! Kau memilih korban yang salah."
Lelaki yang mendekap tubuh Olivia itu membawa tubuh gadis itu berbalik hingga saat ini mereka berhadapan dengan Lennon. Lelaki itu berada di belakang Olivia dengan satu tangan mendekap lehernya dan tangan lainnya menusukkan pisau di pinggangnya.
"Dia cantik dan wangi, sekalipun tidak memiliki uang. Kita bisa berbagi, Bung."
Olivia melihat rahang Lennon mengeras dan kedua tangannya mengepal. Lennon menatap lelaki di belakang Olivia dengan mata penuh amarah, terutama saat melihat tangan lelaki itu yang membelit lehernya dan wajah lelaki itu yang berada di wajah Olivia.
KAMU SEDANG MEMBACA
HER Bodyguard [Selesai]
RomanceSejak Papanya mendapatkan surat ancaman dari seseorang yang berniat menculiknya, hidup Olivia yang semula memang dijaga ketat, menjadi lebih ketat lagi. Ia tidak bisa meninggalkan rumah sembarangan, tidak bisa lagi pergi kemanapun yang ia mau tanpa...