"Olivia, apa kau sudah selesai?"
Lennon mengetuk pintu kamar Olivia dengan keras. Sudah lebih dari lima belas menit ia berdiri di depan kamar Olivia. Ia sudah mengganti pakaiannya yang basah tadi dengan cepat agar jika Olivia memerlukan bantuannya, ia bisa dengan cepat menghampiri gadis itu. Tapi, sejak tadi Olivia tidak pernah berteriak meminta bantuannya dan saat ini pun dia tidak menjawab ketukan keras Lennon di pintu kamarnya.
Rasa khawatir memenuhi seluruh diri Lennon. Dengan kuat, lelaki itu mengetuk lagi. "Olivia, apa kau mendengarku? Aku akan masuk meskipun seandainya kau belum berpakaian!"
"Lennon…" Terdengar suara lemah Olivia dari balik pintu.
Tanpa menunggu lagi, Lennon membuka pintu kamar dan berlari menuju kasur. Ia melihat Olivia meringkuk di atas kasur dengan rambut basah dan tubuh terbalut selimut tipis.
"Aku… Dingin." Dan mata Olivia menutup seketika.
"Sialan!" Lennon meraba denyut nadi Olivia dan mengumpat lagi. Dia membuka mata Olivia dan melihat pupil matanya melebar. Saat menyentuh kulit gadis itu, Lennon seperti menyentuh es. "Ya Tuhan! Kau dingin sekali, Olivia."
Lennon mengacak kasar rambutnya sembari memandangi Olivia. Ia tahu, ia harus melakukan sesuatu, sesuatu yang ia tahu pasti akan disesalinya nanti. Dengan cepat, Lennon naik ke atas kasur, berbaring di samping Olivia dan membawa gadis itu ke dalam dekapannya, memberinya kehangatan. Lennon menutupi tubuh mereka berdua dengan selimut dan menempelkan wajahnya ke wajah Olivia.
Seharusnya ia melepaskan pakaian Olivia dan juga pakaiannya sendiri dan mendekap tubuh gadis itu dengan cara skin to skin agar suhu tubuh Olivia bisa segera naik dan tidak dingin lagi. Tapi, ia lelaki normal dan Olivia wanita yang sangat cantik, ia takut tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dan melakukan sesuatu yang tidak seharusnya pada gadis yang seharusnya ia lindungi. Terutama dari dirinya sendiri.
Lennon tidak mampu mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Olivia yang berjarak sangat dekat dengan wajahnya sendiri. Lennon menatap mata yang tertutup itu, mata yang ia tahu sangat indah, besar dan bening jika terbuka. Mata indah itu dilengkapi dengan bulu mata lebat dan panjang, membuat Lennon ingin menghitung banyaknya jumlah bulu mata itu. Lennon menatap lama ke arah bibir Olivia. Bibir yang ia tahu pasti sangat pintar bicara dan selalu membantah ucapannya.
Apakah bibir itu selembut kelihatannya?
Dengan cepat Lennon menggeleng, mengusir jauh-jauh pikiran itu dari benaknya.
"Maaf, Olivia," Lennon berucap pelan, sembari semakin erat mendekap tubuh dingin Olivia. "Aku benar-benar terpaksa melakukan hal ini."
~~~~~~
Olivia ingin menggeliat dan meluruskan tubuhnya tetapi ia merasa seperti sedang terhimpit berada berat saat ini. Perlahan, Olivia membuka matanya yang masih terasa berat. Kicauan merdu burung terdengar di telinganya. Mata Olivia melebar seketika saat ia menyadari sosok Lennon berbaring di sampingnya, tangan kokohnya memeluk tubuh Olivia dengan erat, seakan takut jika gadis itu menjauh.
Kenapa Lennon tidur bersamanya dan memeluknya erat?
Olivia seharunya marah saat ini karena sikap kurang ajar Lennon yang berani memeluknya seerat ini. Ia seharusnya marah karena Lennon seharusnya melindungi Olivia, bukan mengambil kesempatan seperti sekarang ini.
Tapi… Olivia hanya terdiam, terpesona menatap wajah tampan Lennon yang bernapas teratur dan terlihat sangat damai. Olivia menatap wajah yang biasanya selalu dihiasi kerutan khawatir atau kerutan marah itu. Tanpa bisa menahan dirinya, Olivia membawa ujung jari telunjuknya untuk menyentuh sepasang alis lebat milik Lennon. Ujung jarinya turun menyentuh hidung mancung Lennon. Jari Olivia berhenti tepat di depan bibir Lennon. Bibir yang sedikit tebal dan seksi. Mirip bibir Tom Hardy, salah satu aktor favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HER Bodyguard [Selesai]
RomanceSejak Papanya mendapatkan surat ancaman dari seseorang yang berniat menculiknya, hidup Olivia yang semula memang dijaga ketat, menjadi lebih ketat lagi. Ia tidak bisa meninggalkan rumah sembarangan, tidak bisa lagi pergi kemanapun yang ia mau tanpa...