22

17K 767 28
                                    

Gedung kosong itu terlihat sepi. Jarak dari gedung yang ditetapkan Om sebagai tempat pertemuan mereka ke rumah lama Om yang dulu pernah ditempati Lennon sekitar setengah jam. Lennon tahu alasan Om memilih gedung yang sudah tidak dipakai lagi sejak puluhan tahun lalu itu. Tempat itu sepi, jaraknya dengan jalan raya kecil di depan sana sekitar satu kilometer. Banyak ilalang tinggi mengelilingi gedung, begitu juga pohon-pohon besar di sekitar gedung yang memungkinkan Om untuk bersembunyi dimana saja sembari melihat kedatangan Lennon. Apalagi saat ini bulan hanya bersinar separuh saja, menambah suasana gelap sekitar gedung.

Ponsel dalam saku depan kemeja Lennon bergetar. Lennon meraih ponsel dan mengangkatnya.

"Kau sudah tiba tepat waktu." Suara Om disertai tawa. Ingin sekali rasanya Lennon meninju lelaki itu. "Dan aku juga melihat kau datang sendirian, persis seperti permintaanku."

"Aku sendirian dan aku berjalan kaki dari jalan kecil di depan hingga ke tempat ini."

"Bagus." Om berbicara cepat, napasnya seperti terengah. Sepertinya dia sedang berlari. "Aku tepat di belakangmu."

Lennon berbalik dengan cepat. Di sana, sekitar sepuluh meter di depannya berdiri lelaki yang sangat ingin Lennon bunuh perlahan dan menyakitkan saat ini juga. Lelaki yang sudah menyakiti Olivianya.

Lennon memasukkan lagi ponselnya ke saku depan kemejanya dengan setenang mungkin. Ia tidak ingin memberi Om kepuasan melihat dirinya bergetar karena takut. Takut akan keselamatan Olivia.

"Kau bawa uangnya, kan?"

Lennon mengangguk, melihat sekelilingnya. Ia tidak melihat tanda-tanda kehadiran Olivia. Om ternyata cukup pintar untuk tidak membawa Olivia bersamanya. "Ada di dalam ransel yang aku pakai."

"Aku mau uangnya. Sekarang juga."

Lennon tertawa kecil, mengambil beberapa langkah maju. Ia menatap Om dengan mata hitam tajamnya. "Aku tidak bodoh, Om. Aku bukan lagi Lennon kecil yang tinggal denganmu dua puluh tahun lalu. Aku harus memastikan Olivia masih hidup. Jika tidak, kau tidak akan mendapatkan sepeser pun."

"Kurang ajar!" Om meludah, napasnya naik turun dengan cepat. "Kau pikir aku main-main, hah! Gadis itu aku sekap di suatu tempat! Aku akan memberitahumu tempatnya jika kau sudah memberi aku uang."

"Tidak!" Lennon menggeleng dan mengambil lagi langkah maju. Cukup hati-hati sampai Om bahkan tidak menyadarinya. "Aku harus yakin Oliviaku baik-baik saja."

Om tertawa keras. Tubuh kurus itu berguncang. Lennon membenci suara tawa itu. Sangat membencinya.

"Aku juga tidak bodoh, Lennon." Om menghentikan tawanya. Sebuah seringai mengerikan muncul diwajahnya. "Jika kau tidak percaya padaku, tidak apa-apa. Aku akan pergi dan kau tidak akan pernah melihat gads itu lagi. Selamanya. Karena hanya aku yang tahu dimana dia."

Hal yang paling ditakuti Lennon akhirnya terjadi. Om membalikkan tubuhnya, siap untuk pergi. Dengan cepat Lennon mengejar sembari berkata, "tunggu, Om!"

Om menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Lennon dengan senyum kemenangan tercetak di wajahnya. Sebelum sempat Om memperlebar senyum di wajahnya, Owen yang bersembunyi dibalik ilalang berlari menghampirinya, menodongkan pistol dan memintanya untuk menyerahkan diri.

Wajah Om terlihat memucat. Dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, meludah dan menyumpah saat Owen dngan sigap meraih tangannya dan memakaikannya borgol.

Owen menelungkupkannya di atas tanah tepat saat papa Adam dan Om Edwin mendekat dengan napas terengah.

"Berengsek kau Lennon!" Om mendongak sedikit, meringis saat Owen yang memegangi tubuhnya menyentakkannya kuat. "Kau menipuku! Beraninya kau! Kau tidak akan pernah menemukan gadis itu! Tidak akan pernah!"

HER Bodyguard [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang