Olivia duduk di bawah jendela kamarnya pagi itu. Ia sudah terjaga sejak sejam yang lalu tetapi enggan untuk keluar kamar dan bertemu dengan Lennon. Lelaki itu memonopoli pikirannya sejak semalam. Dan pagi ini ia terlalu kesal untuk bertemu lagi dengan Lennon.
Suara merdu kicauan burung belum juga mampu mengikis rasa kesalnya. Sudah hampir seminggu Olivia berada di sini dan ia belum pernah sekalipun mendengar kabar dari Papanya. Apakah orang yang berniat menculiknya belum juga tertangkap? Sampai kapan ia akan berada disini?
Olivia tiba-tiba merasa sedih jika mengingat hal itu. Entah kenapa ia merasa enggan untuk pergi dan berpisah dari Lennon. Jika seminggu yang lalu ia begitu membenci Lennon dan ingin segera pergi dari tempat ini, sekarang hatinya sudah berubah. Olivia mengalihkan tatapannya ke arah laptopnya. Ia sedang tidak ingin menulis. Semua ide di kepalanya tiba-tiba lenyap. Entah kapan ia akan bisa menyelesaikan novelnya itu.
"Olivia."
Bahu Olivia menjadi tegak saat mendengar suara Lennon dari balik pintu, bersamaan dengan suara ketukan yang lumayan keras. Olivia memilih diam, mengabaikan Lennon di balik pintu.
"Olivia, tolong buka pintunya." Suara Lennon terdengar lagi. Kali ini, ada nada putus asa di dalamnya. "Aku mohon Olivia."
Suara penuh permohonan itu membuat hati Olivia luluh dan ia menyeret tubuhnya untuk menuju ke arah pintu. Lennon berdiri di depannya saat Olivia membuka pintu dan mata tajamnya menatap Olivia lekat. Wangi samar sabun mandi menguar dari tubuh Lennon yang berdiri sangat dekat dengannya. Rambut Lennon yang masih basah menambah segar penampilannya.
"Ya?" Olivia memberanikan diri menatap mata Lennon meskipun ia tahu konsekuensi dari perbuatannya itu. Benar saja, jantungnya dengan segera berdetak kencang saat Lennon mengambil langkah maju lagi, memupus jarak di antara mereka.
"Aku… " Lennon terlihat ragu, ia menarik napas dalam-dalam. "Aku ingin minta maaf."
"Minta maaf? Untuk apa tepatnya kau minta maaf, Lennon?"
Melihat Lennon menatap ke arah lantai dan terlihat gugup membuat Olivia tersenyum. Lennon gugup karena dirinya?
Lennon mengangkat wajahnya, menatap mata Olivia lekat. "Aku minta maaf karena membuatmu sedih semalam. Percayalah, aku tidak pernah seperti itu sebelumnya."
"Biasanya kau seperti apa?" Olivia bertanya lagi, menikmati kegugupan Lennon.
Lennon mengernyitkan dahinya, menatap Olivia dengan wajah serius. "Seumur hidup aku tidak pernah kehilangan kendali atas diriku. Aku sudah sering menjadi pengawal banyak wanita cantik di luar sana baik bintang film maupun model terkenal tetapi tidak pernah ada satupun dari mereka yang bisa membuatku seperti orang gila. Tapi denganmu… semuanya berbeda. Semakin aku menghindar semakin aku ingin meraihmu mendekat. Semakin aku mengacuhkanmu, semakin sakit hatiku."
"Lennon…".
"Tidak, jangan menyelaku dulu." Lennon menatap tajam dan dia terlihat kesal. "Biar aku lanjutkan selagi aku memiliki keberanian."
Olivia mengangguk pelan, membiarkan Lennon meraih tangannya dan menggenggamnya. Aliran hangat menjalari tangan Olivia yang disentuh oleh Lennon. Rasanya sungguh tepat. Genggaman tangan Lennon di tangannya terasa sangat pas.
"Bisakah kita menikmati kebersamaan ini selama kau berada disini?" Lennon bicara lagi, matanya menatap genggaman tangan mereka. "Aku lelah harus menjauh Olivia. Aku ingin bisa menyentuhmu, mendekapmu dan memelukmu. Maukah kau Olivia? Aku akan membantumu memenuhi semua bucket list-mu."
"Maksudmu selama aku belum pulang, kau ingin kita seperti orang pacaran begitu? Dan kau ingin membantuku memenuhi semua bucket list milikku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HER Bodyguard [Selesai]
RomanceSejak Papanya mendapatkan surat ancaman dari seseorang yang berniat menculiknya, hidup Olivia yang semula memang dijaga ketat, menjadi lebih ketat lagi. Ia tidak bisa meninggalkan rumah sembarangan, tidak bisa lagi pergi kemanapun yang ia mau tanpa...