11

14.5K 800 20
                                    

"A, apa maksudmu?"

Olivia menatap dengan gugup wajah Lennon. Tatapan yang ia lihat di sungai hadir lagi di mata Lennon. Jantung Olivia yang berdebar kencang menambah sesak rongga dadanya. Tatapan mata Lennon turun mengikuti tetesan air dari rambut Olivia yang basah dan turun melewati leher terus ke dadanya hingga menghilang di balik handuk.

"Kau belum pernah berciuman sebelumnya, kan?" Suara serak Lennon membuat tangan Olivia yang masih sedikit basah ikut berkeringat. "Itu yang kau tulis di dalam laptopmu."

Olivia menatap terkejut ke arah Lennon. "Kau membuka laptopku? Kau melanggar privasiku!"

Pegangan Lennon di pinggang Olivia mengencang. Ia semakin merapatkan tubuh Olivia ke tubuhnya. "Aku harus melakukannya. Aku harus memeriksa setiap hal yang kau lakukan dan yang kau tulis."

Rasa gugup semakin membuat Olivia resah. Lennon membaca semuanya? Termasuk novelnya? Ya Tuhan!

"Ya, Olivia. Aku membaca juga novelmu," ucap Lennon lagi seolah ia dapat membaca pikiran Olivia saat ini. "Apa aku yang kau gambarkan sebagai tokoh utamanya? Jika iya aku sangat tersanjung."

Olivia meronta, berusaha melepaskan tangan Lennon dari pinggangnya. Ia meletakkan tangannya di dada Lennon, bermaksud mendorong lelaki itu tetapi Lennon tidak bergeming. Olivia malu dan ia tidak berani menatap wajah Lennon.

"Tatap aku, Olivia."

Olivia mendongak seketika dan menatap Lennon. Bukan, ia bukan mendongak karena perintah Lennon. Bukan karena ia juga takut pada lelaki itu. Ia mendongak dan menatap Lennon karena mendengar nada permohonan dalam suaranya tadi. Dan saat ini, Lennon tengah menatapnya. Mata tajam itu melembut saat mata mereka bertatapan. Tangan Lennon yang tadi berada di pinggangnya kini memegangi lehernya, ibu jarinya mengusap lembut garis rahang Olivia.

"Aku tahu, aku seharusnya tidak melakukan ini," Lennon berbisik, masih mengusap rahang Olivia dengan ibu jarinya. "Aku tahu ini salah. Berada di dekatmu seperti ini dan menyentuhmu seperti ini."

Olivia merasakan bibirnya terbuka karena terkejut. Lennon yang biasanya tidak pernah mau berdekatan dengan Olivia kini tengah memeluknya dan menatapnya lembut. Lennon yang biasanya menghindari kontak fisik dengan dirinya kini tengah mengusap lembut garis rahangnya.

"Lennon," Olivia berbisik pelan, bulu romanya meremang saat ia menatap kilatan dalam mata Lennon.

Lennon menggeleng pelan, menarik napas dalam-dalam. "Aku tahu dalam beberapa menit lagi aku akan mengutuk diriku sendiri karena tidak bisa mengendalikan diri. Tapi untuk satu menit ke depan, aku ingin berpura-pura semua itu tidak akan terjadi. Aku memilikimu saat ini. Kau ada di depanku, dalam pelukanku. Apa kau mau berpura-pura juga selama satu menit saja, Olivia? Apa kau akan memberiku izin memberikanmu ciuman yang layak untuk kau ingat? Jawablah Olivia."

Lennon menatap mata indah Olivia, mata yang ia tahu sudah berhasil membiusnya sejak pertama kali Lennon melihatnya. Tidak, ia bukan lelaki bejat yang suka mencuri ciuman dari seorang wanita. Ia meminta izin dari gadis itu.

Seandainya Olivia menolak, ia harus berbesar hati.

Olivia menatap mata Lennon yang menanti jawabannya. Sebelum ia memikirkan semua hal yang seharusnya ia lakukan sesuai akal sehatnya, Olivia berjinjit, memegang lengan Lennon untuk menahan tubuhnya dan mencium Lennon.

Waktu seperti terhenti saat bibir mereka bertemu. Pelan, ragu pada awalnya sebelum akhirnya meleleh bersama dalam ciuman manis dan indah. Instant chemistry. Itulah yang dirasakan Olivia saat ini.

Ini persis seperti bayangannya setiap kali membaca novel roman. Tapi, ciuman yang diberikan Lennon padanya berbeda dari yang ia rasakan di tepi sungai. Lennon menciumnya dengan lembut, lengan Lennon memeluknya erat-erat, menariknya lebih mendekat lagi, menyampaikan pesan bahkan ia ingin Olivia berada di dekatnya, tidak kemana-mana.

HER Bodyguard [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang