Kilatan lampu blitz yang tiba-tiba membuat sosok lelaki yang tengah diapit oleh dua orang bertubuh tinggi dan berpakaian hitam itu terkejut dan secara refleks menutupi wajahnya dan menunduk lantas kembali berjalan cepat, setengah berlari.
"Hei!" Lennon berteriak pada lelaki yang sedang mengarahkan moncong kameranya ke arah lelaki yang tengah dikawalnya itu. "Hapus foto yang kau ambil tadi. Segera!"
Lelaki yang sepertinya fotografer atau papparazi itu menurunkan kameranya dari wajahnya. Ia menatap Lennon dengan wajah terkejut.
"Cepat hapus!" Teriak Lennon lagi.
Lelaki itu bergeming, menaikkan lagi kameranya dan kali ini, kilatan lampu blitz itu mengenai wajah Lennon. Matanya secara refleks terpejam dan dengan cepat ia mendekati lelaki yang membawa kamera itu, mencoba merebut kameranya dengan paksa.
Lelaki tadi mencengkram kameranya, membalikkan tubuhnya dan berlari, menembus gelapnya malam. Lennon yang sudah menahan kesal sejak tadi segera mengejar lelaki itu. Ia tidak akan membiarkan lelaki itu lolos dan merusak tugas terakhirnya ini.
Ya, hari ini adalah hari terakhir ia bertugas sebagai pengawal. Karena besok, ia akan memulai bisnis barunya yang ia rintis sendiri. Ia sudah menyiapkan kantor, sudah memiliki orang-orang yang akan membantunya dan sudah menyiapkan izin untuk kantornya. Semua akan berjalan dengan baik dan ia akan menyelesaikan tugasnya dengan baik juga begitu ia mengirim kliennya pulang.
Kliennya kali ini adalah anak konglomerat yang dituduh telah melecehkan seorang wanita di kelab malam. Sementara penyelidikan berjalan, Lennon bertugas melindunginya dari musuh bisnis Sang Konglomerat yang ingin mencelakakan anaknya maupun dari wartawan dan papparazi yang ingin mengambil foto dan mengorek informasi. Penyelidikan polisi sudah usai sejak beberapa minggu lalu. Beberapa hari lalu pengadilan telah memutuskan jika anak konglomerat yang menjadi kliennya dinyatakan tidak bersalah dan akhirnya dapat pulang ke rumahnya, tepat hari ini.
Lelaki yang kabur itu mulai mendekat. Lennon mempercepat larinya. Jangan mempertanyakan fisiknya. Ia melatih dirinya setiap hari, menjaganya agar tetap fit dan bugar. Dengan gerakan cepat, Lennon menendang tubuh lelaki yang jaraknya sudah dekat itu. Lelaki itu tersungkur, jatuh berdebam ke arah depan dengan dada menyentuh aspal.
"Berengsek!" Lelaki itu berteriak sembari berguling ke kiri, melindungi kameranya.
Dengan sigap Lennon merampas kamera dari tangan lemah lelaki yang masih mengaduh kesakitan itu. Ia menyalakan kamera, membuka galeri foto dan dengan cepat menghapus semua foto kliennya tadi dan juga foto wajahnya. Lennon tersenyum puas sembari meraih tubuh lelaki yang masih tergeletak di aspal itu. Lennon membantunya berdiri, menyerahkan lagi kamera itu pada si lelaki.
"Seharusnya kau tadi menuruti ucapanku." Lennon menepuk lengan lelaki itu yang sesekali memegangi dadanya. "Lain kali, jika bertemu denganku kau tidak boleh membantah lagi. Apa kau mengerti?"
Lelaki itu mengangguk, mendekap erat kameranya dan mengelus dadanya. Lennon menepuk-nepukkan kedua tangannya, membersihkannya. Udara malam yang dingin mulai terasa menyentuh kulitnya. Ia tersenyum. Tugasnya hampir selesai.
~~~~~~
"Aku tidak mau, Pa!" Lennon yang sedang merapikan barang-barangnya dari lokernya di kantor berucap tegas. "Tugas terakhirku sudah selesai. Papa sudah berjanji akan membiarkan aku pergi dan memulai bisnisku sendiri."
Adam, lelaki yang dipanggil papa oleh Lennon tadi maju mendekati dirinya. Adam memperhatikan raut wajah keras milik Lennon. Ia tahu, tidak akan mudah untuk membujuk Lennon. Dia sangat keras kepala.
"Aku tahu, Nak. Aku juga sudah memberimu izin, kan?" Adam mendesah pelan. "Tapi, tugas ini datang mendadak. Baru semalam. Dan yang meminta bantuan ini adalah sahabat baikku. Orang yang memberiku pinjaman uang untuk memulai Adam Security milikku ini. Aku berhutang budi padanya."
Lennon menjejalkan jaket kulit hitam kesukaannya ke dalam travel bag yang sengaja ia bawa untuk mengemasi barang-barangnya. "Papa memiliki pegawai banyak. Papa bisa memilih salah satunya."
"Tapi kau yang terbaik diantara mereka, Lennon." Adam menatap mata Lennon yang menyipit tajam. "Dia meminta pengawal terbaik."
"Minta dia mencari dari perusahaan lain, kalau begitu. Aku tidak bisa."
Lennon kembali memeriksa lokernya, mengambil beberapa berkas yang sudah lama teronggok di dalam sana, warnanya pun sudah sedikit pudar.
"Tidak ada yang sebaik perusahaan ini, Lennon. Dan ini teman baikku yang meminta tolong."
Lennon mendesah kesal, menutup kasar lokernya dan memijat pelipisnya sembari memejamkan matanya.
"Apa kau ingin mendengar aku memohon, Lennon?" Suara Adam yang mengecil membuat Lennon membuka matanya lagi.
Papa Adam adalah salah satu Bos sekaligus mentornya di sini. Papa Adam menerimanya bekerja di perusahaan sekuriti miliknya ini saat Lennon baru berumur delapan belas tahun, tidak punya pengalaman dan keterampilan sama sekali. Karena kasihan melihat Lennon yang tidak punya pekerjaan, Adam mempekerjakannya. Dimulai dari membersihkan kantor hingga mencuci piring dan gelas baru kemudian meningkat menjadi pengantar surat dan barang.
Sekarang, sudah dua belas tahun berlalu. Lennon sudah menjadi salah satu pengawal terbaik yang dimiliki perusahaan ini. Ia memiliki uang yang cukup untuk menatap masa depan. Dan saat ini, demi klien yang baru, papa Adam rela memohon. Papa Adam adalah orang paling keras yang Lennon kenal. Jika papa Adam bahkan rela memohon, itu berarti orang ini penting sekali untuk hidupnya.
"Siapa klien kita kali ini?" Lennon melihat kilatan lega di wajah papa Adam, tetapi dengan cepat dia menutupinya. "Dan apa tugasku nanti."
"Namanya Edwin," Adam berkata dengan semangat. "Salah satu orang paling kaya di negara ini. Beberapa hari lalu, Edwin mendapat surat kaleng di kantornya yang mengatakan jika mereka akan menculik putri satu-satunya dan akan meminta uang tebusan. Edwin sudah melapor pada polisi tetapi untuk ketenangan pikirannya, dia membutuhkan pengawal pribadi untuk putrinya ini."
Lennon mengangguk, mendengarkan ucapan Adam dengan seksama. "Dan aku yang akan menjadi pengawal putrinya ini?"
"Ya." Adam mengangguk. "Kau akan menjadi pengawal pribadi Olivia, melindunginya dan memastikan dia baik-baik saja."
Lennon menatap Adam dalam-dalam. "Sampai kapan kira-kira tugasku itu?"
"Sampai pihak kepolisian menemukan pelakunya. Saat itu terjadi, kau boleh berhenti menjadi pengawalnya."
Lennon mengangguk mengerti. "Itu saja, Pa?"
"Ada lagi." Adam mengeluarkan sesuatu dari saku depan kemejanya dan menyerahkannya pada Lennon. "Itu foto Olivia."
Ketika Lennon menerima foto dari papa Adam, tubuhnya seketika membeku. Matanya menatap tak berkedip ke arah wajah yang tengah tersenyum menatap kamera itu.
Bukan, bukan wajah cantiknya yang membuat Lennon tertegun. Bukan pula senyum lebar dan menawannya. Tapi, Lennon terkesima dengan matanya. Mata itu bulat, indah dan bening, sebening danau di belakang rumahnya, tempat Lennon sering merenung di sana berlama-lama.
Mata itu membuatnya teringat akan rumahnya.
"Jadi... Dia Olivia? Orang yang harus aku kawal?"
Adam mengangguk, memegang bahu kanan Lennon, membuat Lennon mendongak dari foto yang tengah dipandanginya.
"Olivia ini sangat cantik, Lennon. Dia masih muda dan memikat. Satu hal yang aku minta padamu adalah... " Adam menatap mata tajam Lennon. "Tolong jaga dan lindungi dia, Nak."
Lennon menatap Adam yang memandanginya serius. "Jangan khawatir, Pa. Aku yang terbaik, kan?"
Adam mengangguk, mengulas sebuah senyuman yang membuat keriput di wajah separuh baya itu terlihat jelas. "Aku percaya padamu."
Lennon menelan ludahnya, menatap Adam yang membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh. Tiba-tiba, Adam berbalik dan berkata, "terima kasih, Lennon."
Lennon mengangguk sekali lagi, tepat sebelum Adam membalikkan lagi tubuhnya. Saat sosok Adam sudah keluar dari ruangan, Lennon membuka lagi lembaran foto dari genggaman tangannya. Mata bening itu balas menatapnya, membuat Lennon mendesah kesal dan meremas foto itu.
Selasa,
14Agustus2018
KAMU SEDANG MEMBACA
HER Bodyguard [Selesai]
RomanceSejak Papanya mendapatkan surat ancaman dari seseorang yang berniat menculiknya, hidup Olivia yang semula memang dijaga ketat, menjadi lebih ketat lagi. Ia tidak bisa meninggalkan rumah sembarangan, tidak bisa lagi pergi kemanapun yang ia mau tanpa...