"Meskipun semua orang tidak menginginkannya, mimpi buruk selalu datang begitu saja tanpa permisi."
-oOo-
"HAY!!!" Allura mengejutkan Khanza, Sania dan Cecil yang sedang mengobrol di kelas mereka. "Gue bawa roti bakar, nih. Kalian mau nyobain, nggak?"
"Mau lah!" Cecil bersemangat-hingga melempar kipasnya ke sembarang tempat-. Kemudian ketiga temannya mengambil roti bakar yang diberikan Allura.
"Eh San, tau nggak? Lo inget kan yang ada kerumunan orang pas gue, lo, Cecil sama Nadine jalan ke Taman kemarin? Ternyata itu ada yang syuting!" Cecil membuka sebuah topik percakapan yang tidak Allura ketahui.
"Oh iya-iya!" Sania mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Pantesan kata gue kok rame gitu. Btw, syuting apa?"
Allura melangkah mundur dan berbalik untuk kembali menuju kelasnya. Ya, bisa dibayangkan betapa awkwardnya Allura saat ini.
-oOo-
Pernah merasa diabaikan oleh orang-orang sekitar-bahkan teman-teman dekatmu? Mungkin semua orang pernah merasa seperti ini. Termasuk si gadis manis nan periang ini. Allura selalu tertawa bukan berarti tak memiliki beban apapun dalam hidupnya. Bahkan mungkin, beban yang ia pikul lebih besar dari beban anak-anak sebayanya.
Setiap hari, ia selalu mencurahkan isi hatinya lewat snapgram yang tentunya bersifat privacy, hanya bisa dilihat oleh teman-teman dekatnya dan keluarganya. Allura berekspetasi setidaknya ada satu atau dua orang yang menanyakan kabarnya. Namun nihil. Tak ada yang peduli. Siapa juga yang ingin peduli? Siapa juga yang ingin tahu kabar dirinya? Memangnya Allura siapa?
Allura tak pernah menyangka hidupnya akan semiris ini. Allura tak menyangka bahwa kebahagiaan dalam hidupnya berlalu begitu cepat. Setiap hari, Allura merasa sendiri dan kesepian. Ini lah alasan kenapa Allura menjadi pecandu gadget. Sehari pun, ia tidak pernah absen untuk mengecek sosmednya, bahkan semenit pun Allura mungkin tak tahan jika tanpa gadget.
Setiap hari, hati Allura semakin sensitif. Setiap hari, dirinya yang tadinya sangat peduli dengan keluarganya, kini menjadi semakin egois. Setiap hari, ia merasa rumah ini tak ada arti apa-apa bagi hidupnya lagi. Setiap hari juga, moodnya berubah-ubah. Sungguh, Allura tak menyukai hidup begini. Ia tidak bisa meng-handle masalahnya sendiri. Ia membutuhkan seseorang. Allura sangat membutuhkan seseorang. Namun, orang-orang yang ia harapkan tak kunjung datang. Allura merasa terabaikan. Allura hanya memikirkan lukanya sendiri.
"Kita Minggu jadi, kan?" tanya Khanza.
"Iya lah!" seru Cecil.
"Nanti samper gue ya," kata Nadine kemudian.
"Guys, emang nggak bisa di undur? Gue lagi-"
"Lo kenapa alasan mulu deh, Ra? Kita udah lama nggak senang-senang," komplen Cecil.
"Udah empat kali kita ada pertemuan tapi lo nggak ada terus," Khanza menimpali.
Tapi gue liat, kemarin kalian fine-fine aja tanpa gue.
"Nadine aja udah balik ke kita, sekarang lo yang menghindar," kata Sania kemudian.
Allura langsung terdiam beberapa saat. Andai ... mereka tau masalah gue.
"Tapi kalo lo nggak bisa, nggak apa-apa. Tapi kita udah Fix hari Minggu, Ra." ujar Khanza.
"Oh yaudah. Senang-senang aja tanpa gue." Allura meninggalkan meja Kantin. Sementara Nadine tidak berbicara apa-apa karena ia cukup memahami tentang moodswing Allura yang terjadi akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle and Love On ✔
De Todo[SELESAI] Ini cerita tentang Allura yang terus berdiri melanjutkan hidupnya di atas garis luka yang sejujurnya sudah tak tertampung lagi. Juga ... Athar yang dunianya sudah tidak setenang dulu--sebelum semesta mempertemukannya dengan Allura. ... N...