Chapter 06 : Faling in Love. Really

2.3K 110 2
                                    

[R E V I S I]

"Jatuh cinta itu tak bisa ditahan,"

-oOo-

Malam itu, Athar duduk di sebuah bangku yang berhadapan dengan ranjang-di mana Allura tertidur. Ia membuat kaki kirinya bertumpu pada kaki kanan dan melipat kedua tangannya di depan dada. Sudah sekitar lima menit-setelah salat Maghrib-Athar berada dalam posisi seperti ini. Pintu kamarnya sengaja dibuka agar Bi Wati bisa memastikan tak ada yang aneh-aneh dalam kamarnya. Kebetulan, rumah sedang kosong. Tidak orangtuanya, Kakaknya maupun Adiknya. Jadi, jika pintu kamar ditutup, Bi Wati pasti akan berpikiran negatif tentangnya.

Athar berdiri dan menghela nafas. Kemudian ia mondar-mandir sambil menunggu Allura siuman. "Gue heran. Dari sekian banyak cewek, kenapa harus dia yang pertama kali tidur di ranjang gue?"

"Misi, Dek Athar," Bi Wati memasuki kamar mereka dengan membawakan segelas air putih pada sebuah nampan.

"Oh iya, Bi," Athar berdiri untuk mempersilakan Bi Wati memasuki kamarnya.

"Dek Athar, ini bukannya cewek yang waktu itu pernah pingsan juga, toh?"
Athar mengangguk.

"Kok-"

"Oke, Bi," Athar mengangkat kedua tangannya-menyuruh Bi Wati berhenti berbicara. "Bibi nggak usah nanya-nanya lagi. Saya juga heran, kenapa harus dia lagi yang pingsan. Ngotor-ngotorin sprei saya aja,"

"Yaudah, kalo dia udah bangun, kasih air minum," Bi Wati meletakkan segelas air mineral di nakas. "Dek Athar mau makan malam pake apa?"

"Apa aja, Bi. Siapin dua porsi, buat cewek itu juga,"

"Tumben banget," Bi Wati tersenyum meledek-membuat Athar merasa kesal dengannya.

-oOo-

"... Ngotor-ngotorin sprei saya aja,"

Diam-diam, Allura mendengar kalimat menjengkelkan itu. Rasanya ia ingin menonjok wajah lelaki itu dengan tangan kosong. Namun, apalah daya, tubuhnya tidak bisa diajak bekerja sama saat ini. Terpaksa, Allura harus mendengar kalimat itu dan menelannya bulat-bulat. Ia bersumpah, tidak ingin pingsan di depan lelaki itu lagi dan tidak akan pernah tidur di ranjang ini lagi.

Sepertinya Allura baru mengerti bahwa Athar pun tidak sepenuhnya sempurna. Lelaki itu memiliki mulut yang cukup pedas. Oh, Ayolah! Kenapa Allura harus dikelilingi dengan mulut-mulut frontal seperti mulutnya Cecil atau Sania? Untung lah, sikap Cecil dan Sania tidak lebih menjengkelkan dari sikap Athar. Allura tak heran jika sampai detik ini, Athar belum menggandeng seorang gadis. Jangankan menggandeng seorang gadis, kemampuan bersosialisasinya saja sangat jauh dari rata-rata. Memang sih, waktu itu Athar begitu friendly kepada konsumen-konsumen Cafenya. Tapi kini Allura tahu, bahwa senyuman manisnya, wajahnya yang berseri-seri, itu semua tipuan belaka.

Ketika dirasa-rasa sudah cukup lama Allura berpura-pura belum siuman, akhirnya ia membuka matanya sedikit. Allura mengintip untuk memastikan keadaan sudah aman untuk Allura kabur dari sini. Perlahan, Allura membuka selimut abu-abu yang menjuntai hingga lantai. Ia menurunkan kakinya dengan sangat hati-hati. Pandangannya tidak lepas dari sosok Athar yang terlelap di bangku sana. Sesekali Allura menahan nafas agar tidak ada bunyi apapun yang bisa membangunkan Athar.

"Kenapa sepi banget sih nih kamar, gue nafas aja kayaknya bakal kedengeran," gumam Allura dalam hati.

Allura berjalan seperti maling. Tak lupa ia terus berdoa dalam hati agar Athar tidak terbangun sampai ia berhasil keluar dari rumah ini. Sialnya, ketika tiga langkah lagi Allura sampai pintu kamar. Sebuah suara mengejutkan Allura.

"Ponsel lo nggak dibawa?"

"HO!" Allura terkejut sampai mulutnya maju. Ia melihat Athar masih memejamkan matanya di bangku sana. Jangan-jangan lelaki itu mengigau?

Struggle and Love On ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang