“Datangnya cinta itu tidak bisa diprediksi. Kamu harus tahu itu,”
-oOo-
Allura merebahkan tubuhnya pada kasur yang empuk. Matanya memandangi langit-langit kamar dan terus berpikir tentang Athar. Ah benar! Waktu itu—saat insiden Athar menangkap tubuhnya—ia sempat meminta nomor ponsel lelaki itu. Allura buru-buru merogoh tas kecilnya. Ia membuka layar ponselnya dan mencari nama Athar pada kontak teleponnya. Sudah lama ia tak mengirimkan pesan singkat pada lelaki itu.
Ada sekitar sepuluh pesan yang Allura kirim malam ini. Padahal mereka baru saja bertemu dan sedikit berbincang-bincang. Allura tak berharap Athar membalas pesan-pesannya, tapi ia berharap bahwa ceklis dua berwarna abu-abu ini berubah menjadi warna biru. Ya, Allura hanya berharap Athar membacanya saja.
“Thar, semangat ya!”
“Gue tau, kuliah di Fakultas Kedokteran se-memusingkan apa. Tapi lo harus tetep bertahan! Jangan nyerah dan raih cita-cita lo,”
“Maju terus pantang mundur! Tapi kalo kelewat mundur aja sedikit nggak apa-apa. “
“Jangan lupa kasih lampu sen kalo mau belok,”
“Gue nggak berharap lo bales pesan gue kok. Asalkan lo bahagia aja lah kalo kata Armada mah,”
“Kapan-kapan main, mau?”
“Gue lagi mau ke perkebunan gitu. Perkebunan Teh enak kali, ya?”
“Taman depan kompleks rumah gue juga nggak apa-apa deh asal sama lo,”
“Gue tau lo pasti ilfeel sama gue, Hahaha. Sayangnya gue nggak peduli,”
“Thar? Have a nice dream!”
Setelah itu Allura meletakkan ponselnya di meja dengan sembarang. Ia melepas pashminanya dan kaos kakinya. Kemudian ia mengambil baju di dalam lemari yang ber-design minimalis itu dan keluar dari kamarnya. Baru saja ia ingin berjalan menuju kamar mandi, terdengar suara mobil yang memasuki halaman rumahnya. Allura memutar langkahnya dan pergi ke jendela depan untuk melihat mobil siapa yang datang. Begitu ia membuka kain penutup jendela, dilihatnya mobil Honda Jazz yang memasuki halaman rumahnya. Ah, mobil Papanya. Allura menutup kembali kain tersebut saat lampu mobil menyorot.
Sebelum ke kamar mandi, ia berhenti di dapur untuk meminum segelas air mineral. Ia lupa kalau sore tadi sampai malam ini belum minum air mineral. Allura sengaja mengulur waktunya untuk masuk ke kamar mandi. Ia geram dan ingin sekali-sekali menegur Papanya—juga wanita itu.
“Tumben pulang ke sini?” tanya Allura begitu Papanya hendak masuk ke Kamarnya. Ah, ternyata ada sosok wanita yang jarang Allura temui yang kini berada di belakang Papanya.
“Emang kenapa? Rumah ini masih hak Papa.”
Allura tersenyum miring. “Papa? Kamu bukannya Paman saya?”
“Allura,” kini giliran wanita itu yang berbicara. “Saya tau kamu pasti sakit hati denger Papamu ngomong gitu. Tapi sekarang saya udah tau kebenarannya sejak curiga mengapa kamu bisa tinggal di sini,”
Allura menghampiri mereka dengan tangan yang dilipat di depan dadanya. “Udah tau kebenarannya dan masih berani menginjakkan kaki di rumah ini? Kamu nggak liat bahwa saya masih memajang foto-foto keluarga saya sebelum ada kamu? Ah, bukan. Setelah ada kamu tapi belum ketahuan Mama,”
Plak!
Wanita itu menampar Allura. “Jaga omongan kamu, ya! Nggak Adek, nggak Kakak sama aja nyebelin-nyebelinnya,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle and Love On ✔
De Todo[SELESAI] Ini cerita tentang Allura yang terus berdiri melanjutkan hidupnya di atas garis luka yang sejujurnya sudah tak tertampung lagi. Juga ... Athar yang dunianya sudah tidak setenang dulu--sebelum semesta mempertemukannya dengan Allura. ... N...