V

9K 1.1K 74
                                    

Gerbang istana mengayun tertutup di belakang mereka. Neji dan Sasuke saling berpandangan sebelum akhirnya Sasuke mengangguk memberi hormat.

Neji tak mampu berkata-kata. Iri menguasai hatinya. Juga, kemarahan akan apa yang tak bisa ia capai. Apa yang tidak ia miliki dari Sasuke. Neji hanya memalingkan wajah dan berjalan ke arah tandu yang telah menunggunya. Arak-arakan pria berkemeja abu-abu itu akhirnya meninggalkan gerbang istana, menyibak keramaian pasar ibu kota.

"Teme, bagaimana sayembaranya, dattebayo?" tanya Naruto yang entah sejak kapan telah menjemput. Kuda coklat yang ia tunggangi meringkik dan mendengus setelah berhenti di samping Sasuke. Mata saphire lelaki itu berkilat jenaka. Seringai terbentuk di bibirnya. "Apa kau berhasil mengalahkan Hyuga Neji?"

"Dia akan menjadi saudaramu, Dobe," tegur Sasuke dengan senyuman tipis. Naruto membawa serta kuda hitamnya. Ia meraih tali kekang dari tangan lelaki berkulit tan itu dan melompat ke atas punggung kuda kesayangannya.

"Urutan orang-orang penting dalam hidupku adalah orang tua, istriku, anak-anakku, dan sahabat-sahabatku. Tidak ada kakak ipar, dattebayo!" cibir Naruto kesal.

Lelaki berkulit tan itu mengerucutkan bibir dan berangkat mendahului Sasuke, sahabat ravennya yang hanya mendengus. Naruto tak pernah merajuk lama-lama. Ia hanya perlu menunggu dan Naruto akan kembali cerewet seperti biasa.

Tali kekang dilecutkan. Sasuke beranjak pergi meninggalkan pasar menyusul sahabatnya.

Sang surya menampakkan sinar jingga di langit barat yang seperti biasa membuat Sasuke menolehkan kepala padanya. Hari telah sore ketika ia meninggalkan istana. Kedua kuda itu berderap di atas jalan menuruni tebing.

Ya, mereka akan meninggalkan pusat
keramaian. Rumah keluarga keduanya berada di pinggir ibukota, jauh dari pemukiman padat. Mereka harus menuruni perbukitan untuk tiba di sana.

"Bagaimana persiapan pernikahanmu, Dobe?" tanya Sasuke memperlambat lajunya. Kini, mereka kembali sejajar.

"Intinya, kau harus datang, dattebayo!" ujar Naruto dengan tatapan tajam. "Kau tetap akan pergi, hm?"

"Rutinitas," jawab Sasuke pendek. YIa memang berencana untuk berkelana selama satu bulan. Sebenarnya, itu kebiasaan yang sering ia lakukan bersama Naruto setelah pergi berperang. Semacam hiburan, dan juga mengecek keadaan seperti yang Kaisar Jiraiya perintahkan pada mereka. Kali ini, ia akan pergi ke arah selatan kerajaan.

"Bagaimana jika aku ikut denganmu? " tanya Naruto dengan memelankan suaranya.

"Kau akan menikah dalam sebulan!" tukas Sasuke dingin. Mereka tiba di gerbang rumah Namikaze. "Aku akan pergi."

Sasuke menghentakkan tali kekangnya. Kuda hitam itu setengah berlari meninggalkan Naruto yang masih terdiam di depan gerbang.

Naruto mendengus kesal. Namun, detik berikutnya ia tersenyum tipis.

"Baka, Teme!"

🏰
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


"Bagaimana denganmu, nomor dua puluh sembilan?" tanya Minato memberi kesempatan.

Sasuke menatap lurus ke arah perdana menteri itu. Ia tahu semua orang menantikan responnya terlebih sang ayah yang terus menatap cemas.

"Aku memilih uang."

Sontak, Fugaku memandang Sasuke anaknya. Begitu pula dengan menteri-menteri lainnya yang melihat Sasuke dengan mengernyit heran. Neji melirik sekilas ke arah lawan yang berdiri di sampingnya dengan tatapan bertanya. Tak ada keraguan di wajah laki-laki itu.

Beautiful Glows (Sasusaku)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang