XXVI

6.1K 781 37
                                    

Amegakure bersikeras tak ingin duduk berlama-lama di Konoha.

Setelah melepas kepergian rombongan itu, Kaisar Jiraiya bergegas pergi ke kamar sang cucu. Naruto dan beberapa pengawal mengekor di belakangnya. Kabar itu berhembus dengan cepat dan berdengung semakin keras ketika Nagato telah meninggalkan istana.

Kesibukan terjadi di setiap sudut istana. Setiap orang diselidiki, setiap ruang digeledah, terutama dapur dan pintu gerbang istana. Shikaku Nara sendiri turun tangan didampingi oleh Shikamaru untuk memecahkan kasus sesegera mungkin.

Kamar Sakura berada di lantai atas dengan jendela yang menghadap ke arah selatan. Dengan langkah menggebu, Kaisar Jiraiya dapat mencapai tempat itu dengan cepat. Pintu diketuk dengan keras. Dua orang prajurit bergegas membuka pintu dan memberi hormat, tetapi Kaisar tak memedulikan itu. Pandangannya tertuju pada sosok laki-laki yang terbaring di atas kasur Sakura dan pria yang rambut dan jenggot panjangnya hampir seluruhnya memutih. Dari pakaian yang pria itu kenakan, Kaisar Jiraiya mengenalnya sebagai tabib istana. Ada dua orang asisten muda berdiri di belakangnya.

"Sakura!" panggil Jiraiya keras.

Sang putri yang baru saja memasuki ruangan bersama Permaisuri Tsunade menunduk memberi hormat. Kemudian, perempuan itu memberi isyarat pada dua dayang yang mengikuti mereka untuk mengantarkan baskom air dingin di dekat sang tabib. Sakura memandang lurus ke arah sang kakek tanpa rasa takut. Sang permaisuri merasakan aura dingin di antara keduanya begitu pula orang-orang yang berada di kamar putri.

"Ikuti aku!" perintah Jiraiya dengan suara tajam. Ia melewati Sakura begitu saja. Kentara sekali Jiraiya tengah kalut.

Pintu tertutup di belakang Sakura setelah sang putri berada di luar kamar. Ia melihat kedua tangan Kaisar Jiraiya terkepal di balik lengan panjangnya. Kaisar berbalik dan sedikit membuat Sakura berjengit. Kerutan di wajah pria itu bertambah ketika menunjukkan ekspresi masam.

"Apa kau tahu kesalahanmu sekarang?" tanya Kaisar berusaha menahan emosinya.

"Aku akan memindahkannya setelah ia sadar, Yang Mulia," kata Sakura menjawab. Ia menunduk sebagai tanda permintaan maafnya. Akan tetapi, wajahnya sama sekali tak menunjukkan penyesalan. Kaisar berubah murka.

"Putri Mahkota!"

"Panglima telah mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk melindungi harga diri negerinya. Jika Amegakure mengetahui racun ini, mereka akan mengamuk dan membunuhmu saat itu juga sementara Sasuke tak bisa melindungimu dengan tubuhnya. Aku menemukannya sendirian dan dibanding balai pengobatan, tempat ini jauh lebih dekat. Bahkan tabib saat itu berada di dapur istana. Ojii-san ingin kehilangan salah satu prajurit terbaik sekali lagi?"

Amarah Sakura tak terbendung. Matanya memerah menahan tangis. Nada bicara gadis itu berubah sarkatis. Ia begitu ketakutan setengah mati melihat Sasuke bersimbah darah. Hal itu mengingatkan Sakura akan mimpi buruknya. Gadis itu selalu memimpikan kematian Sasori di medan perang meski tak pernah melihatnya.

Kaisar melihat trauma di mata cucu semata wayangnya. Tak dapat dipungkiri, perkataan Sakura benar adanya. Ia hanya tak mendukung sikap ceroboh gadis itu.

"Aku tidak hanya berbicara mengenai dirimu," kata Jiraiya akhirnya berhasil mengendalikan diri. "Bagaimana tanggapan orang-orang tentang Sasuke ketika mereka tahu ia memasuki kamar seorang putri padahal tak memiliki hubungan apapun? Apa kau pernah memikirkannya?"

Sakura tercenung akan perkataan Kaisar. Tak pernah sekalipun terlintas di pikirannya. Bibirnya terkatup rapat. Ia tak membantah, kabar apapun selalu berkembang cepat di masyarakat. Masalah di dalam istana akan menjadi buah bibir menarik. Ia tak tahu tindakannya kemungkinan akan membawa petaka bagi Sasuke.

Beautiful Glows (Sasusaku)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang