XII

8K 931 61
                                    

Prediksi Sasuke sedikit meleset. Mereka tiba di desa ketiga satu jam setelah senja berakhir. Sakura benar-benar mematuhi perintahnya untuk memacu kuda secepat mungkin dan mempersingkat waktu istirahat. Alhasil, tak sampai tengah malam, keduanya dapat bernapas lega ketika melewati gerbang benteng.

"Kita harus melapor terlebih dahulu," ajak Sasuke pada Sakura sambil mengarahkan kuda hitamnya menuju pos penjaga. Ada tiga pengawal di tempat itu.

Pos penjaga berbentuk sebuah rumah kecil terbuat dari kayu dengan beranda memiliki sebuah meja dan kursi. Sebuah obor tergantung pada tiang.

Ketiga penjaga itu memberikan hormat pada Sasuke ketika lelaki itu melompat turun dari punggung kuda.

"Tidak ada penyusup masuk. Desa sejauh ini aman!" ucap penjaga yang berdiri terdepan.

"Aku melihat dua kuda mengikuti kami," kata Sasuke datar. "Mereka menghilang sepertiga perjalanan menuju ke desa."

"Anda melihatnya?" tanya penjaga itu namun wajahnya tak nampak keterkejutan. Sasuke segera tahu, kedua penunggang kuda yang dimaksud pernah menampakkan diri di sekitar desa sebelumnya.

"Mereka beberapa kali memutari benteng dari jarak lima ratus meter seolah mengawasi tempat ini tetapi tak pernah memasuki desa," ujar penjaga itu berterus terang. "Beberapa penjaga di atas benteng melihat mereka saat bertugas."

"Kemungkinan keduanya adalah 'hadiah' dari Amegakure," jawab Sasuke sebagai kesimpulan. "Hati-hati dengan topeng mereka!"

"Ha'i!" seru ketiga pengawal bersamaan. Pesan singkat Sasuke menutup percakapan mereka. Lelaki itu kembali duduk di atas kudanya dan memandang Sakura yang tampak kelelahan. Kedua mata perempuan itu telah berair menahan kantuk.

"Maafkan aku, tapi kita harus menemui seseorang yang ku kenal terlebih dulu," ucap Sasuke menjelaskan panjang lebar. "Bagaimana jika kita mencari penginapan terlebih dulu?"

Sakura menggeleng lemah. Ia menepuk perutnya, menunjukkan gesture lapar. Sasuke segera mengerti apa yang perempuan itu inginkan.

"Aku membutuhkan semangkuk ramen sekarang," ucap Sakura dengan lesu.

"Tidak!" kata Sasuke menolak dengan tegas. Ia tak habis pikir mengapa Sakura begitu menyukai ramen sama seperti Naruto.

"Biarkan aku memakan ramen selama perjalanan!" seru Sakura kali ini merajuk kesal. "Hanya kali ini, ya?"

Sasuke menghela napas. Ia ingin bersikeras melarang Sakura tetapi gadis itu terlalu menggemaskan. Lelaki itu hanya tak ingin Sakura menjadi sama menyebalkannya seperti Naruto akibat ramen. Ia tahu seharusnya Sasuke tidak menyalahkan ramen untuk kelakuan menjengkelkan mereka.

Bahkan, tanpa ramen sekalipun baik Naruto maupun Sakura sangat suka berbicara dan menguji kesabarannya. Walau begitu, Sasuke akui, keduanya mendapat tempat istimewa di hati lelaki itu dalam hal yang berbeda.

Naruto yang ia anggap sebagai adik dan seorang sahabat. Sakura, mungkin seorang cinta pertamanya? Sasuke tak akan mengakui hal semacam itu secara gamblang.

Kali ini, ia memutuskan untuk menuruti Sakura kembali. Dengan helaan napas, lelaki itu mengangguk.

"Baiklah," jawab Sasuke akhirnya. Ia tahu Sakura tersenyum penuh kemenangan. Lagi-lagi, rasa senang itu menular dengan cepat. Sasuke mengulum senyum melihat sedikit keceriaan muncul kembali di wajah Sakura.

🏰
.
.
.
.
.
.
.
.

Sakura berjanji pada dirinya sendiri untuk sarapan dengan ramen pada hari pertama kepulangannya di istana. Ia akan meminta pada koki istana dengan baik-baik. Ketika kedua sumpit di tangannya mengangkat helaian ramen yang mengeluarkan kepulan asap, aroma lezat khas bumbu masakan itu terus membuatnya tergoda. Padahal, Sakura telah menghabiskan satu porsi dan kini tengah menyantap mangkuk kedua.

Beautiful Glows (Sasusaku)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang