10

10.8K 1.2K 7
                                    

play the song. very relaxing and match for this part ;) trust me

10

Di lain tempat, Raja Ratzell dan Raja Iridis telah memasuki hutan berkabut. Alan menunggangi kuda itu cepat-cepat lantaran Alvaro sudah mulai merintih lagi.

"Kabut ini menghalangi! Apa kau tahu arahnya?" tanya Alan. Alvaro mengangguk pelan.

"Ikuti pohon dengan tanda jamur besar di batangnya..."

Alan tersenyum puas, "Informasi yang lumayan membantu. Aku akan mencoba jeli melihat pohon-pohon ini di antara tebalnya kabut. Bertahanlah!"

Alvaro menutup lukanya erat-erat. "Jika dipikir-pikir, tusukan ini tidak terlalu dalam. Kontrol kakimu sangat buruk waktu itu."

"Sekali luka tetaplah luka!" seru Alan mempercepat kudanya seraya sesekali memperhatikan pepohonan. "Mau dalam atau tidak, luka itu tetap ada dan semakin parah."

"Yah...mau bagaimana lagi," kekeh Alvaro, "tapi, bagaimana caramu melepas pengaruh gelap itu?"

Alan tidak langsung menjawab. Dia hanya memacu kudanya melewati beberapa pohon. Ia berpikir sejenak kemudian berkata, "Aku tidak bisa lepas dari pengaruh itu. Tapi suaramu yang memanggilku melepaskannya."

"Bagaimana mungkin?" gumam Alvaro. "Ah...apakah Bernadetta istrimu juga kena?"

"Ya," tukas Alan cepat. "Jika aku kena, maka dia kena. Tolong jangan banyak bicara karena kudanya akan semakin cepat. Fokus saja menutup lukamu saat ini."

Alan memacu kudanya dengan kecepatan stabil. Sesekali ia berhenti dan mengamati dengan serius beberapa semak, pohon, dan jamur yang dimaksud Alvaro. Jamur penanda itu berwarnaa ungu. Ketika hari kian gelap, jamur itu akan memancarkan cahaya keunguan di antara hutan berkabut. Tidak terlalu jelas, tapi lumayan untuk dilihat sebagai penanda arah tanpa diketahui orang asing lain.

Ketika Alan berbelok ke sebuah jalur, tiba-tiba ia mendengar seseorang merintih di dalam hutan.

"Alvaro," panggil Alan, "apa kau mendengarnya?"

Alvaro sedikit meringis. Ia masih menahan luka. Tapi telinganya cukup jeli untuk mendengar rintihan tadi. "Ya, aku mendengarnya."

Alan memperlambat laju kuda. "Apakah ada bahaya di depan sana?"

Alvaro bergumam pelan, "Ini hutan kabut. Kawasan pencuri. Sudah pasti bahaya ada di mana-mana, selain binatang buas tentunya."

Mereka kembali bergerak memasuki hutan. Semakin masuk, semakin gelap pula suasana di sekitar mereka. Kabut makin tebal dan hawa dingin menusuk sepanjang jalan.

Alan curiga. Jika instingnya benar, maka di depan sana ada masalah besar. Aura dingin dan suasana gelap yang menyeruak mengingatkan Raja Ratzell ini akan satu hal pasti.

"Alvaro, bersiaplah..." bisik Alan, "di depan sana, ada musuh yang sebenarnya."

Alvaro keheranan. Ia berpikir keras dan mendapat maksud Alan. "Apa...penyihir?"

Alan memberi tanda diam pada Alvaro. Matanya tertuju pada kedalaman hutan di depan sana yang tidak terlihat. Kabut putih di sekitar mereka perlahan menjadi kelabu. Semakin dalam mereka lihat, semakin gelap di ujung sana. Satu hal yang ia tangkap dari situasi ini, ia tak mau mengambil langkah bodoh dan termakan untuk kedua kalinya.

"Alvaro, kau pegangi pedang perak milikmu," perintah Alan, ia membantu memudahkan Alvaro meraih pedangnya. "Jika ada yang salah denganku setelah berhadapan dengan kabut hitam di depan sana, kumohon jangan ragu menghunuskan pedangmu."

"Aku tidak akan melakukannya, aku akan menghunuskan pada sosok yang membuatmu jadi begitu," tukas Alvaro cepat.

Alan meremas jubah milik Alvaro dengan geram, "Ini bukan saatnya lembek dan menguatkan hubungan saudara...kumohon dengan segala hormat...jangan pernah ragu."

The Abandoned Kingdom - Black || Noir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang