14
Ketika perjamuan dalam tenda raja-raja telah usai, hari sudah menunjukkan tengah malam, nyaris berganti hari. Eva berpamitan pada Matilda, Yang Mulia Ratu, dan Yang Mulia Raja-Raja. Ia keluar bersama pelayannya – Mrs. Pott, disusul Lavia si pengawal, dan juga Noir.
"Terima kasih memperbolehkan kami menikmati hidangan di sini, Yang Mulia sekalian," kata Eva sembari membungkuk hormat. "Kami akan beristirahat, sudah sangat larut."
Raja Alvaro tersenyum menanggapi. "Tentu. Terima kasih kembali karena menemani kami, Nona. Besok adalah hari yang penuh kesibukan, beristirahatlah."
"Nona Eva, dengan senang hati aku akan mengajarkanmu beberapa ilmu bela diri wanita," timpal Yang Mulia Ratu Renata. "Persiapkan dirimu besok. Matilda dan kedua pengawalmu telah menyetujuinya."
Raja Alan menyikut lengan Alvaro. Berbisik, "Istrimu menakutkan juga ya. Seberapa hebat dia?"
Alvaro terkekeh, ia balas berbisik. "Dia bisa mengalahkan 50 pasukanku dulu."
Raja Alan langsung terbatuk-batuk.
Eva ikut menyunggingkan senyuman. "Sesuai kehendakmu, Yang Mulia Ratu Renata."
Sebelum mereka benar-benar meninggalkan tenda itu, Noir angkat bicara sekali lagi. Netra kebiruannya bertemu dengan milik Matilda.
"Ijinkan aku dan Eva menemui Viiji besok."
Matilda sebenarnya ingin menolak – karena serangkaian alasan yang tidak terbantahkan, namun apa daya. Dia menarik napas dan menghembuskannya kuat-kuat. "Akan saya usahakan. Tuan saya sangat tertutup, tapi jika itu Yang Mulia dari Utara dan Nona Eva, maka tidak menutup kemungkinan dia ingin bertemu dengan Anda juga."
Noir menggoyangkan ekornya. "Jika setelah sekian lama dia tak ingin bertemu denganku, maka tak ada cara lain selain memaksanya keluar dari sangkar."
Matilda mengangguk pelan. "Sesuai permintaan Anda."
Setelah itu, mereka benar-benar keluar dari tenda eksklusif tersebut.
***
"Mereka lumayan."
Semua mata menoleh pada Lavia Rayarna si pengawal. Eva memasang wajah penasaran. "Apanya yang lumayan, Rayarna?"
Lavia mengangkat bahu, kikuk. "Yah, Nona tahulah. Pemimpin, raja, seseorang semacam mereka biasanya keras, sombong, tak peduli, dan gila hormat. Tapi setelah saya melihat Yang Mulia Alvaro dan Alan, serta Ratu Renata, pikiran negatif mengenai mereka lagsung sirna. Mereka berbeda."
Dari jauh, pengawal Eva yang waktu itu berpisah darinya untuk mengawal Raja – Raiga Rayarka, datang menghampiri mereka.
"Keluarga Nona ada di tenda itu," tunjuknya pada sebuah tenda kecoklatan yang terlihat sepi. "Kami menyiapkan satu tenda khusus untuk Nona dan keluarga."
"Padahal tidak apa-apa jika aku bersama pengungsi lainnya," kata Eva sedikit tidak enak.
Raiga menggaruk kepala. "Tenda lainnya sangat penuh Nona. Rasanya kurang pas jika membiarkan Nona dan keluarga tidur dengan kondisi berdesakkan."
"Ah, begitu," Eva menganggukkan kepala, paham. "Terima kasih, Rayarka."
Raiga membungkuk, bersamaan dengan Lavia. "Kami permisi Nona, selamat malam."
"Selamat malam."
Kedua pengawal itu pergi menuju barak – yang sebenarnya adalah tenda besar dari kanopi. Isinya penuh senjata, mula dari yang sepele seperti pisau lempar hingga tombak besar. Di sanalah tempat para pengawas, para ahli senjata Desa Pencuri berkumpul dan beristirahat. Walaupun istirahat mereka tidak bisa dihitung istirahat karena mata mereka selalu terbuka. Selalu siaga atas apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Abandoned Kingdom - Black || Noir [END]
FantasyIni kisah mengenai sebuah kerajaan yang hilang. Semua sejarah mengenai kerajaan itu lenyap, tak seorang pun mengetahuinya. Mereka menganggap cerita mengenai kerajaan tersebut hanyalah sebatas dongeng. Hingga suatu ketika, kucing hitam itu datang. Bu...