32

8.7K 1K 76
                                    

32

Di bawah Bulan, penyihir bernyanyi.

Dia menyanyikan lagu kematian.

Di bawah Bulan, prajurit bernyanyi.

Mereka menyanyikan lagu kehidupan.

Dalam gelap, api menyala.

Api itu laksana harapan.

Mereka takkan membiarkan api itu padam.

Karena api itu ada dalam diri mereka.

***

Saatnya telah tiba.

Dimana semua mata akan dibalas dengan mata. Gigi dibalas dengan gigi. Kematian dibalas dengan kematian. Nyawa dibalas dengan nyawa. Dalam dunia fana, hukum manusia mengenal hal itu.

Namun sebenarnya, bukan itulah inti dari semua ini.

Viiji memandang langit malam yang sudah merenggut Mentari dari singgasananya. Membiarkan kudeta Bulan atas cakrawala.

Berbeda dengan malam yang lalu, malam ini sungguh malam yang teramat mengerikan.

Merah. Merah dimana-mana. Bulan merah terpampang nyata seakan bangkit dari tidurnya seratus tahun silam. Bulan merah itu menangkap semua ratapan, tangisan, dan rasa takut menjadi satu. Semua pasang mata yang melihatnya akan terbius akan keindahan, sekaligus hawa berdarah dingin yang Bulan itu bawa dalam kegelapan. Diarak dengan awan kelabu, awan tersebut ikut terseret menyebarkan warna merah di langit. Bagaikan sebuah pawai besar di cakrawala.

Sungguh menyedihkan karena hari dalam ramalan akhirnya datang juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sungguh menyedihkan karena hari dalam ramalan akhirnya datang juga.

"Aku bertahan untuk melihat saat ini," gumam Viiji penuh rasa berat hati. Rambutnya yang putih memantulkan sinar Rembulan merah. "Jika bisa, aku ingin melompati waktu."

Seseorang datang dari kejauhan dan berdiri di hadapan Viiji. Dia berpakaian serba hitam. Sungguh hitam. Dari ujung kepala hingga kaki, bahkan sarung pedang dan ikat pinggangnya.

"Tuan, semua sudah siap. Pimpin kami untuk bergabung bersama mereka."

Viiji mengangguk. Tangan tua yang bertopang pada tongkat emas itu bergetar hebat. Fisiknya sudah semakin melemah. Meskipun begitu, dia belum boleh berhenti.

Aku harus melihat akhir dari semua ini dengan mataku, kata pria tua itu dalam hati, meneguhkan tekadnya.

"Kemah besar ini akan kita tinggalkan... aku harap, semua sudah selesai."

The Abandoned Kingdom - Black || Noir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang