34

8.6K 1.1K 101
                                    

34

Mereka ingin berteriak. Mereka mengharapkan bantuan tiba.

Meskipun begitu, mereka tidak memilih lari.

Dalam lorong yang hanya diterangi api kehijauan, Lavia dan Raiga menghubungkan gerakan mereka satu sama lain, sehingga arah kibasan pedang yang mereka ayun nampak berputar dua arah. Hal itu cukup efektif mengingat berapa jumlah manusia tanpa jiwa terkapar di dasar lorong.

Hanya saja, mereka kembali bangkit. Terus-menerus. Membuat kedua orang itu kewalahan.

"Pedang tidak mempan, mereka tidak merasakan luka!" seru Lavia dalam perlawanannya.

"Kita perlu cara lain!" teriak Lavia.

Raiga melihat sekeliling, di tak memiliki ide lain selain satu hal gila yang terbesit di benaknya.

Perlahan ia memutar, menghindari kumpulan makhluk itu, lalu berseru pada Lavia. "Ambil alih sebentar! Aku ingin mencoba sesuatu!"

Dengan satu sentakan cepat, Lavia mengambil alih posisi Raiga. Kemudian Raiga menepi ke dinding lorong, meraih beberapa obor berapi hijau.

"Sekarang menepilah!" seru Raiga tiba-tiba.

Obor pun ia lemparkan tepat mengenai kumpulan manusia tanpa jiwa itu. Tak disangka, api hijau dari obor tersebut merambat, melalap habis tubuh mereka. Manusia-manusia itu mencoba bergerak, membebaskan diri dari api, namun tak bisa. Beberapa saat kemudian, tak ada yang bisa bangkit lagi.

Api hijau. Api magis adalah jawaban untuk melawan makhluk itu. sekarang, mereka mengetahui hal yang bisa mengantar mereka pada kemenangan.

"Lavia melempar tatapan tak percaya. Matanya tertuju pada kobaran api hijau yang kian membesar. "Raiga, untuk kali ini, sikap gegabahmu kuacungi jempol.

"Tapi, kau tahu api hijau tak mudah dipadamkan, bukan? Apalagi jika sudah sebesar ini. Hanya mantra pengunci yang bisa memadamkan."

Raiga terkekeh. "Tak mudah dipadamkan jauh lebih baik daripada tak bisa. Kebetulan yang aneh, Tuan Viiji selalu lupa untuk mengajarkan kita mantra pengunci."

"Bagaimana dengan mantra untuk membuka pintu tadi?" tanya Lavia.

"Mungkin bisa," sahut Raiga. "Tapi, lebih baik biarkan saja api ini menyala. Apinya akan menghalangi masuknya monster itu dari luar."

"Tapi, istana juga bisa terbakar parah kalau dibiarkan," kata Lavia ragu dengan keputusan Raiga.

"Lebih baik istana ini terbakar," tegas Raiga. Sorotnya terpancar keyakinan. "Untuk itulah, kita harus bergegas mengakhiri ini semua. Ayo menyusul Nona Eva.

"Kita bantu menghabisi penyihir lalu kita semua lompat lewat balkon atau atap istana. Lagipula, kita masih bisa menggunakan sihir pelindung yang diajarkan Tuan Viiji."

Lavia mengangguk. Sepertinya itu bukan ide yang buruk.

***

"Siapa yang datang, ya?"

Saat ini, Eva, Dane, dan Arion sudah berhadapan dengan pelaku utama kegemparan, kutukan, ratapan, dan tangis semua orang di penjuru negeri.

Mereka awalnya mencari di aula istana. Tak ada penyihir. Aula tersebut kosong dan dipenuhi roh-roh putus asa. Dengan arahan pedang perak, Eva dan yang lain langsung menuju tangga sebelum roh-roh itu menyekap mereka hingga ke titik paling putus asa.

The Abandoned Kingdom - Black || Noir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang