31
Perjalanan berlangsung teramat cepat. Mereka tidak menghabiskan barangkali satu menit pun waktu untuk menenggak air. Terus dan terus melaju ke barat. Mendaki bukit menuruni bukit, sesekali membasmi serigala.
Tidak seperti perkataan Bernadetta dan Xerandia, serigala-serigala itu berani menampakkan taring dan cakarnya.
"Ini pengaruh sihir." Ratu Renata pun mulai berasumsi. Dia menebas satu per satu serigala yang berusaha memblokade perjalanan mereka. Begitu juga para prajurit lain, mereka turut menghujamkan pedang, tombak, dan anak panah.
"Aku yakin sekali, ketika aku menuju ke utara, serigala-serigala itu hanya bersembunyi dalam kegelapan," kata Bernadetta keukeuh, disambung Xerandia, "mereka takut akan keberadaan manusia. Bagaimana bisa, sekarang ini malah kebalikannya..."
Menyadari kejanggalan, Raja Alvaro langsung berseru, "Renata! Ada baiknya kita mengabaikan serigala-serigala ini dengan berkuda lebih cepat lagi!"
"Memangnya kenapa?!"
"Ini strategi untuk menghabiskan peralatan senjata kita sebelum pertempuran yang sebenarnya!!" seru Alvaro. Barulah semua orang menyadari perkataan raja Iridis itu ada benarnya.
Dengan seruan lantang, semua para penguasa memberikan perintah untuk terus maju. Prajurit-prajurit itu langsung menyarungkan pedang, menegakkan tombak, dan menyimpan anak panah yang tersisa. Beberapa memasang perisai besi besar untuk menghalau cakaran serigala.
Mereka melaju lagi. Derap demi derap terdengar seperti genderang perang. Suara protes para serigala terhalau oleh teriakan mereka yang berapi-api. Pada akhirnya, hewan malam itu mundur perlahan. Sorot mata mereka yang semula kemerahan berubah menjadi hitam. Asumsi Ratu Renata benar, mereka dalam pengaruh sihir.
"Mereka pergi," gumam Eva. Gadis itu kemudian melihat ke belakang. Ia menatap mereka semua lamat-lamat. Para prajurit dalam balutan baju besi itu terlihat baik-baik saja.
"Jika ada yang memiliki luka fatal karena serigala tadi, segera beritahu aku," pinta Eva sembari berkuda. "Karena aku tidak ingin kalian menahan sakit hingga saat penting nanti tiba."
"Kami baik-baik saja!" jawab mereka serentak. Raut tegas dan aura kesatria dari diri mereka terpancar jelas. Tak ada keraguan.
"Pertahankan semangat itu!" komando Eva.
"Siap laksanakan!!"
Senyuman harapan merekah dimana-mana, Eva merasakan hal itu.
Akan tetapi, untuk sesaat, penglihatannya menggelap. Lagi-lagi, kejadian yang sama. Berapa kali Eva sudah merasakannya, ia sudah teramat lelah.
Untu kesekian kali, semangat berkobar yang sebelumnya ia lihat tergantikan oleh teriakan putus asa.
Eva mendengar desing pedang. Pedang perak yang ia gunakan terayun berkali-kali di bawah sinar Rembulan merah.
Ketika suara pedang itu berakhir, dadanya terasa amat sakit.
Lalu kegelapan itu kembali tergantikan oleh semarak yang gadis itu lihat saat ini.
***
Hari H. Pagi sebelum Bulan merah menggantikan Mentari.
"Kita sampai."
"Medan pertempuran," gumam Eva.
Mereka menyorot pemandangan mengerikan yang telah menanti mereka di depan. Hari masih pagi, namun awan hitam senantiasa menggantung, tak ingin membiarkan Matahari mengambil alih langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Abandoned Kingdom - Black || Noir [END]
FantasyIni kisah mengenai sebuah kerajaan yang hilang. Semua sejarah mengenai kerajaan itu lenyap, tak seorang pun mengetahuinya. Mereka menganggap cerita mengenai kerajaan tersebut hanyalah sebatas dongeng. Hingga suatu ketika, kucing hitam itu datang. Bu...