~DUA PULUH TUJUH~

2.5K 83 0
                                    

SETELAH menghadapi Pak Arfi pada jam olahraga tadi, sekarang siswa kelas XI-1 tengah melewati masa-masa menegangkan pelajaran Biologi.

"Catat semua! Jangan sampai ada yang dilewati!" suruh Bu Yati, guru Biologi kelas XI.

Seluruh siswa kelas XI-1 mencatat semua materi yang sudah ditulis di papan oleh Bu Yati. Semua menurut saja, karena jika menolak, maka pahala yang sudah mereka kumpulkan seumur hidup mungkin tidak akan berlaku saat pengadilan nanti. Bagaimana tidak? Guru ini mengancam dengan kutukan! Sadis!

"Bu, ini tidak boleh diringkas saja? Materinya juga sudah ada di buku, Bu." kata Daffa.

Bu Yati bangun dan berdiri di depan meja siswa paling depan. "Kamu tidak pernah dengar pepatah 'Dengan Mencatat Kita Mengikat Ilmu', hah?! Dasar anak-anak jaman sekarang, maunya enak saja. Saya tau kalian tidak akan baca buku di rumah! Jadi, saya suruh kalian semua mencatat!" seru Bu Yati sambil mengayun-ayunkan penggaris kayu besar.

Guru yang berumur kira-kira setengah abad itu menatapi siswa-siswanya dengan tajam. "Kalian mau saya kutuk, biar nilainya jeblok semua?!"

"Enggak, Bu!" jawab semuanya serempak.

"Lo, sih, Daf!" bisik Andi, teman sebangku Daffa sambil menyiku Daffa.

"Ya sudah! Sekarang lanjutkan catatan kalian! Cepat! Habis ini saya mau lanjut lagi." kata Bu Yati, kemudian kembali duduk ke kursi guru.

Jadilah mereka semua kebut-kebutan. Tulisan yang awalnya rapi, tiba-tiba tak beraturan. Tangan pegal, diabaikan saja, daripada dikutuk nilai menjadi jeblok semua? Lebih baik tangan pegal, bukan?

"Jangan ada yang nipu, ya?! Jangan ada yang diem, terus nanti minjem catetan temennya! Kalo sampe ada, dia saya sumpahin masuk neraka!" kata Bu Yati sambil mengetuk-ngetukkan penggaris kayu itu ke lantai. Matanya masih saja menatap satu persatu siswa di dalam kelas itu.

Bu Yati, bernotabene istri dari seorang tentara, dan guru Biologi kelas XI. Guru ini menduduki peringkat pertama dari deretan sepuluh besar guru ter-killer di SMA Nusa Harapan. Bagaimana tidak? Jika siswanya tidak menuruti perintahnya, siswa itu akan mendapatkan kutukan atau minimal siraman rohani berjam-jam detik itu juga. Tak peduli tempat dan waktu saat itu. Tak peduli jika bel istirahat sudah berbunyi. Dan, julukan ter-absurd yang diberikan siswa-siswa padanya adalah Bu Yeti.

Mengapa Yeti? Yeti itu langka, besar, dan menyeramkan. Begitu pula setidaknya deskripsi fisik dari Bu Yati. Namanya pun tak jauh beda dari julukannya itu. Mungkin jika Bu Yati mendengar siswanya mengejeknya, ia tidak akan sadar.

Mengapa Bu Yati langka? Karena Bu Yati adalah satu-satunya guru yang ke mana-mana selalu membawa penggaris kayu. Ancamannya pun berbeda dari guru yang lain. Ancamannya selalu berhubungan dengan Tuhan. Tidak heran jika siswa-siswa banyak yang takut padanya. Selain itu, didukung pula dengan Bu Yati yang merupakan istri dari seorang tentara.

Mengapa Bu Yati dikatakan besar? Karena jika dilihat dari fisiknya, Bu Yati memang tinggi dan agak berisi. Itulah juga yang membuatnya ditakuti oleh siswa-siswanya.

Dan terakhir, mengapa Bu Yati dikatakan menyeramkan? Sudah jadi rahasia umum jikalau Bu Yati marah, maka suaranya bisa naik ke oktaf tertinggi. Saat marah ataupun tidak, Bu Yati memiliki raut wajah yang menyeramkan. Dan didukung juga dengan sikapnya yang tegas dan disiplin. Tak heran jika ia juga merangkap menjadi salah satu guru BK.

"Ke mana anak itu?!" tanya Bu Yati begitu melihat bangku Dilon kosong.

"Gak tau, Bu." jawab Nisa memberanikan diri.

"Gak ada kapok-kapoknya anak itu! Kemarin berantem sama anak kelas dua belas, sekarang bolos?! Kurang ajar!" seru Bu Yati.

Suara ketukan pintu juga ikut memecah keheningan yang tadinya hanya diisi oleh teriakan menggelegar Bu Yati.

RAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang