~LIMA PULUH DUA~

2K 73 0
                                    

"HAN, gue jadi kepikiran soal mimpinya Nadya waktu itu," celetuk Ve.

"Kok bisa? Dari tadi kita, kan, ngomongin harga perawatannya Vika. Kok lo bisa mikir ke sana?" tanya Hana.

"Iya, kok bisa?" Vika menimpali.

"Gak tau, tiba-tiba keinget aja." kata Ve.

"Emang lo keinget apa?" tanya Hana.

"Itu loh, yang preg- preg- apa, ya, rasanya? Yang lo bilang itu! Mimpi Nadya yang jadi nyata itu! Ssss.. apa, sih?!" Ve meringis, berusaha keras mengingat.

"Precognitive, Ve... bukan preg- preg!" kata Hana.

"Nah, iya, itu maksud gue!" seru Ve ketika maksudnya dimengerti oleh Hana.

"Eh? Lo gak pernah bilang ke gue tentang itu. Emang apa, sih, Precognitive itu?" tanya Vika.

"Precognitive Dream itu mimpi tentang peristiwa yang akan terjadi."

"Ohh... gue baru tau! Lo kok bisa tau?" tanya Vika.

"Waktu itu gue gak sengaja baca di majalah Mbak Hani, pas nyari rekomendasi skincare buat pemula di majalah." jelas Hana.

"Lagian lo nyari skincare buat pemula di majalah, mana ketemu! Jarang banget adanya! Paling lo nemu make up buat emak-emak!" seru Vika.

"Iya-iya!" kata Hana setengah kesal.

"Hai!" sapa seseorang tiba-tiba.

Vika, Hana, dan Ve menoleh.

"Eh, Nisa! Duduk, Nis! Takutnya lo capek berdiri pake tongkat gitu!" kata Ve, lalu menarik kursi di depannya untuk Nisa.

Nisa pun duduk perlahan.

"Lo udah dibolehin sekolah hari ini?" tanya Vika.

"Yaa.. seperti yang lo liat. Tapi ini gue maksa, sih, ke Mama." ujar Nisa.

"Pasti nyokap lo over-protective, ya, sama lo?" tanya Vika.

"Bener. Apa-apa, Mama yang harus ngatur. Ini aja, Mama ngasi banyak wejangan ke gue. Gak boleh makan itu, gak boleh minum ini. Aneh! Yang sakit, kan, kaki gue, sedangkan tenggorokan gue baik-baik aja." ujar Nisa.

Hana mengangguk-angguk paham. "Tapi wajar, sih, nyokap lo gitu. Lo, kan, lagi sakit. Gerak aja susah. Makanya pas lo lagi begini, Mama lo harus tahu apa aja yang lo lakuin. Nah sekarang, setelah beberapa minggu dan lo masih gini, pastilah Mama lo ngasi ngewanti-wanti yang aneh-aneh."

"Iya. Tapi untungnya, Mama gak jadi nemenin gue di sekolah sampai gue sembuh. Kan, malu kalau itu beneran terjadi!" kata Nisa.

"Kan, Mama lo khawatir, Sa." kata Ve polos.

"Iya, khawatir. Tapi gak segitunya juga." kata Nisa. "Btw, kok jadi ngomongin Mama gue, sih? Gue ke sini, kan, mau nanya keadaan Nadya! Gimana dia sekarang? Katanya sempet amnesia, ya?"

"Iya, separuh. Eh, sepertiga! Soalnya cuma 30%!" kata Hana matematis.

"Oh, terus udah balik sekarang?" tanya Nisa.

"Udah mungkin. Soalnya tentang kita, dia cuma lupa dikit aja. Mungkin karena sebelum kejadian kita sering ketemu, kali, ya?" pikir Vika.

Ve mengangguk. "Tapi kasian Lia, temen kita yang di SMA Diponerogo. Nadya sama sekali gak inget sama dia."

"Iya, gak tau, deh, sekarang dia udah inget atau belum. Kita doa aja." kata Vika bijak.

Nisa menghembus napas pasrah. "Semoga aja Nadya cepet pulih. Gue bakal doa banyak-banyak buat dia. Soalnya kalau gak ada dia, luka gue gak bakal cuma segini. Mungkin lebih parah atau... mungkin gue gak bisa ketemu kalian lagi."

RAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang