~DUA PULUH SATU~

2.7K 100 1
                                    

MATAHARI telah menampakkan dirinya. Sinarnya sudah siap menghangatkan bumi dan makhluk yang hidup di sana. Tak terkecuali Nadya dan kawan-kawan.

Burung-burung sudah berhasil membangunkan mereka sedari subuh. Mereka juga sudah bersiap untuk mencari jalan kembali.

Dilon dan Andri masih bercanda sambil sesekali memberikan toyoran masing-masing, sedangkan Vika dan Ve masih hanyut dengan gosip mereka. Entah apa yang dibicarakan, yang pasti empat manusia itu tengah sibuk sekarang.

Sementara itu, Nadya mendekati Randy yang sedang merapikan pakaiannya. Randy menoleh dan tersenyum. "Emmm.. yang kemarin malem, lo jangan salah paham, ya?"

"Yang mana?"

"Gue senyum ke lo cuma sebagai ucapan terima kasih doang karena lo udah mau nyelametin Ve. Lo sendiri juga yang minta," jelas Nadya sambil menatap Randy.

Senyum Randy perlahan memudar, dan pada akhirnya menyisakan hanya senyuman tipis. "Iya."

"Thanks." Nadya kemudian pergi tanpa tersenyum sedikit pun.

Sementara itu, Randy menatap Nadya yang berjalan mendekati Vika dan Ve. Nadya ikut bergabung mendengar obrolan Vika dan Ve walaupun ia tak berkomentar.

Nadya dan Randy sempat saling lirik beberapa saat sebelum Nadya memutuskan lirikan itu.

"Oke, guys! Jalan sekarang, yuk? Nanti keburu siang!" kata Andri dengan wajah sumringahnya.

"Bener tuh! Kalo berangkatnya siang, bakalan panas pastinya, gue gak mau kulit gue yang mempesona ini jadi hitam." kata Vika sambil meraba tangannya.

Andri menatap sinis. "Bukan jadi hitam lagi, tapi emang udah hitam, kayak arang nenek gue di kampung, noh!"

Vika menatap Andri tajam. "Lo bisa diem gak, sih?! Gak suka banget kalo gue seneng!"

"Emang."

Vika berdecak.

"Udah-udah! Yuk, jalan!" kata Randy lalu berjalan mendahului kelima temannya. Mereka pun mengekori.

※ ※ ※

MEREKA berhenti ketika lagi-lagi mereka dipertemukan dengan jalan bercabang yang tak habis-habisnya. Aneh sekali, saat mengejar Andri dan Dilon, mereka sama sekali tak merasa telah melewati jalan-jalan itu.

"Ini ke mana?" tanya Ve.

"Entahlah, gue juga bingung." jawab Andri.

"Aduhhhh! Jangan sampe deh kita masuk ke hutan lebih dalem lagi!" seru Vika.

Kelima pasang mata yang lain hanya menatap Vika dengan berbagai macam tatapan. Andri menatap dengan sinis, seolah mengatakan 'Najis!', Ve menatap Vika dengan biasa saja, Dilon menatap Vika dengan tatapan yang seolah mengatakan 'Alay'. Randy dan Nadya menatap dengan tatapan datar ala mereka.

"ITU MEREKA!!!" teriak seseorang dari sebelah kiri mereka. Randy, Andri, Dilon, Nadya, Ve, dan Vika seketika menoleh ke arah asal suara.

"Pak Budi?!" seru Vika.

Pak Budi--si pemilik suara-- langsung mendekati keenam siswanya. Diikuti oleh Pak Herman, dan dua guru lainnya.

"Kalian ke mana saja, hah?! Kalau kalian sampai hilang, mau bilang apa saya ke orang tua kalian?!" hardik Pak Budi pada anak didiknya tersebut.

"Maaf, Pak. Kami tersesat." jawab Randy sambil menunduk. Yang lain juga ikut menunduk.

"Tersesat?! Bagaimana mungkin?! Kenapa kalian bisa tersesat, hah?! Lagian, kalian kenapa bisa masuk hutan sejauh ini?!" kata Pak Herman.

RAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang