~EMPAT PULUH TUJUH~

2.2K 89 13
                                    

HUJAN deras melanda Kota Jakarta sejak pukul 5 sore kemarin, membuat udara terasa lebih dingin. Sekarang ini, pukul 2 pagi, Nadya terbangun dengan posisi terduduk dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Rambutnya berantakan dan basah karena keringat, napasnya terengah-engah, matanya membulat, dan berkali-kali ia menelan ludahnya. Ciri-ciri orang mimpi buruk.

Dalam mimpinya yang bisa dikatakan hanya sekelebat saja, sudah berhasil membuatnya syok. Ia melihat suasana ruangan yang berantakan dan rusak parah, orang-orang berkerumun di luar ruangan, seseorang menggotong orang yang bersimbah darah keluar dari ruangan itu. Tapi tidak jelas orang itu laki-laki atau perempuan.  Lalu setelahnya, ia melihat seseorang di ruang ICU yang terbaring lemah. Masih sama, tidak jelas orang itu perempuan atau laki-laki, orang yang sama dengan mimpi sebelumnya atau bukan. Dokter, beberapa kerabat dari orang itu di luar ruangan, masih mendengarkan penjelasan dokter. Beberapa saat kemudian pergilah dokter itu, meninggalkan kerabat orang itu menangis sedih. Begitulah kelebatan mimpi Nadya yang pendek. Hanya lewat beberapa detik dan sangat cepat, namun terlihat sangat jelas.

Nadya lalu turun dari kasurnya dan keluar kamar. Ia mengambil gelas dan menuangkan air yang ada di ruang makan rumahnya, lalu meneguknya sampai habis. Perasaannya sudah sedikit lebih tenang, namun masih terpikirkan tentang mimpinya yang terlihat nyata tadi. Bagaimana mungkin tidak terpikirkan? Masalahnya, mimpi yang sama sudah empat kali muncul, dan sekarang yang kelima kalinya. Maksudnya apa?

Tak ingin terlalu pusing, Nadya memutuskan untuk kembali ke kamarnya, lalu melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.






※ ※ ※

"ANJIR! Gue dapet 86, nih! Pas! Lo berapa, Ve?" tanya Vika.

"Sama. Tapi..." Ve melirik kertas ulangan milik Vika, lalu melihat miliknya, bermaksud membandingkan. "Kita salahnya beda. Ini soalnya 30. Lo salah nomor 4, 7, 15, sama 30, gue salah nomor 1,2,9, sama 24."

"9? Bukannya itu gampang banget, ya? Kalau gak salah disuruh nyari latar waktunya. Jawabannya, 'kan, yang C, 'Ketika langit barat bersemburat jingga'." kata Vika.

"Nah itu masalahnya. Gue inget jawab itu, tapi di sini..." Ve menunjuk ke nomor 9. "gue jawabnya B. Kayaknya waktu itu salah tulis, deh."

"Ya udah, sih, udah lewat jugaan!" Vika beralih ke Nadya yang duduk di sebelah Ve. "Lo berapa, Nad?"

Nadya tak menjawab, membuat Vika sadar kalau Nadya sedang melamun.

Vika menepuk bahu Nadya. "Lo kenapa?"

"Eh! Gak papa." jawab Nadya terkejut.

Vika menatap curiga sebentar. "Lo Bahasa Indonesia dapet berapa?"

"Gue belum sempet liat." Nadya mengambil kertas ulangan yang ia simpan di loker mejanya. "Oh, 90."

Vika dan Ve saling pandang.

"Lo dapet 90, cuma komentar 'oh'? Waw!" Ve antusias.

"Bentar, deh, Ve. Kayaknya ada yang aneh." kata Vika pada Ve setengah berbisik, lalu ia berjalan ke sisi meja Nadya dengan memutar jalan lewat bangku paling depan. "Lo kenapa, sih, Nad?"

"Gak papa, kok." Nadya tersenyum.

"Muka lo pucat gitu. Mau ke UKS?" tanya Ve.

"Eh? Masa, sih?" Nadya memegang wajahnya.

"Jujur, deh, ke kita. Ada apa?" Vika mendesak.

Nadya menurunkan tangannya dari wajahnya. Raut wajahnya seketika berubah cemas. "Mimpi itu muncul lagi."

Vika dan Ve menatap heran.

"Tapi kali ini keliatan lebih nyata. Gue takut kalau itu sebenarnya pertanda dari alam." ujar Nadya.

RAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang