Aku dan Audri berjalan bersisian sambil mendekap buku dan peralatan tulis, baru saja kami selesai mengikuti pelajaran biologi di laboratorium.
"Lo jadi ikut sinematografi?" tanya Audri tiba-tiba, sepertinya tidak tahan membisu untuk waktu yang lama.
Aku pun mengiakan. "Lo ikut apa jadinya?"
"Hm," ia memasang wajah berpikir, "masih bingung. Enaknya ikut apa, ya?"
Aku mendecak. "Lo tanya gue, nih? Ya gue sih nggak tau, Od, yang tahu keterampilan lo, kan, lo sendiri."
"Ya ampun, Gita. Iya, iya, gue salah nanyanya." Audri lantas cemberut, tapi tak lama karena ia buru-buru membubuhkan, "Eh, ke kamar mandi dulu, yuk. Kebelet. Abis ini istirahat juga, kan?"
Aku tidak menolak. Kami pun membelok, melangkah ke kamar mandi perempuan yang berjarak beberapa langkah lagi. Audri menitipkan barang-barangnya padaku dan berlari kecil memasuki bilik. Selagi menunggunya, aku menatap sekitar dari tembok pembatas yang tingginya mencapai hidungku. Suasana sekolah masih sepi, cuma segelintir orang yang berseliweran—jelas saja, jam KBM masih berlangsung.
Aku baru akan membalikkan badan ketika tiba-tiba ada dorongan kuat yang membuatku menurunkan kepala. Aku langsung mengernyit menyadari tingkahku yang aneh. Mengapa harus sembunyi, sih? Baik, biar kuberi tahu: aku sempat melihatnya. Lelaki asing itu.
Bodohnya, aku masih berjongkok; ubin-ubin di bawah entah mengapa terlihat begitu menarik. Ah, sepertinya rasa malu yang tersisa masih melekat di benakku; buktinya, aku sibuk merapal doa, semoga lelaki itu tidak menyadari keberadaanku.
Tak terasa, sosok Audri keluar dari kamar mandi. Raut mukanya terheran-heran melihat posisiku.
"Lo ngapain?" tanyanya.
Aku segera menggeleng. Keluar duluan tanpa menunggunya.
Di kejauhan, retinaku masih menangkap punggung sosok lelaki itu. Ia berjalan melintasi koridor dengan seorang temannya, kemudian masuk ke salah satu kelas.
Secara tidak langsung, aku mengetahui tingkat kelasnya, lantaran lorong yang terbentang di depanku ini adalah bagian dari kelas dua belas.
— — —
notes:
Sejauh ini gimana pendapat kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
crescent.
Short StoryHanya tentang seorang Gita yang lebih menyukai bulan sabit dibanding purnama. © 2019 all rights reserved by fluoresens. [cover photo belongs to its rightful owner.]