dua puluh tiga // jatuh

1.4K 357 12
                                    

"Oke, segitu aja penjelasannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oke, segitu aja penjelasannya. Kalian harus inget, besok fokus sama tugas masing-masing, ya! Setiap momen itu berharga, tapi dari semuanya, ada beberapa yang lebih menonjol dan paling berkesan. Oh ya, yang kedapetan ikut bantu klub sebelah, jangan lupa koordinasi biar nggak ada miskom. Setelah ini, kalian boleh diskusi bebas sama kelompok masing-masing. Makasih atas perhatiannya."

Persis saat kalimat penutup itu sampai tanda titik, Ratna mencondongkan tubuh ke arahku dan berbisik, "Kok dari tadi gue nggak lihat Kak Gadang?"

Pandanganku lantas berlari-lari mencari ke setiap sudut dan hasilnya sejalan seperti pertanyaan Ratna. "Nggak tahu," jawabku.

"Dia nggak bilang apa-apa ke lo?"

Aku tahu Ratna bermaksud menggoda, jadi aku memilih tidak menghiraukannya. Sudah lama juga aku tidak melihat Kak Gadang, sepertinya malam itu adalah yang terakhir. Kalau dihitung-hitung, mungkin hampir seminggu?

Ratna menghela napas, menopang dagu menghadapku. "Jujur sama gue, kalian udah sejauh mana? Nggak mungkin udah jadian, kan? Cepet banget."

Aku membeliak.

"Nah kan. Gue tahu ada sesuatu yang kalian sembunyiin."

"Nggak, kok."

"Iya, tapi kalian janjian nonton berdua terus pegangan tangan terus lo dianterin pulang. Nggak ada apa-apa?" Ratna meninggikan sebelah alisnya. Aku tidak merespons apa-apa. Lalu tiba-tiba, Ratna menyentuh pundakku dan mendekat. Ia memastikan kami bersitatap. "Git, sebenarnya, malam itu lo kenapa?" tanyanya dalam nada yang lebih halus.

Sejauh mengenal Ratna, aku tahu gadis itu mempunyai kepekaan yang tinggi dibanding yang lain. Ia pintar membaca gerak-gerik orang, termasuk situasi. Nilai plusnya lagi, ia teman yang baik. Dan rasanya aku tidak mampu untuk menyembunyikan segalanya darinya, karena kepeduliannya menunjukkan betapa ia ingin aku membuka diri padanya.

"Gue bakal ceritain, tapi lain waktu. Tempatnya nggak pas. Oke?"

Ratna memandangku sejenak, lalu tersenyum penuh arti. "Ya udah, yuk, ke lapangan. Eh, tapi gue mau ngambil tripod dulu. Duh, Yudha ke mana, sih, kok udah ngilang aja? Gue cari dia sekalian deh, lo duluan aja, Git."

Aku mengangguk. Selepas Ratna pergi, aku membereskan barang-barangku dan bersiap berdiri. Tapi dunia sepertinya ingin mengujiku lebih-lebih karena gerakanku tidak berakhir mulus. Lantaran posisi awalku bersila, ketika aku ingin berdiri, kakiku tidak sengaja menginjak ujung rokku sehingga aku jatuh nyaris mencium lantai kalau lenganku tidak refleks menopang. Namun langkah itu justru membuat kameraku terlepas dari genggaman. Kerusuhan yang kubuat pun mengundang teman-teman yang masih ada di sekitar. Kuakui suara yang kuhasilkan tadi cukup kencang. Ditambah, lututku terantuk lantai lumayan keras.

"Astaga, lo nggak papa, Git?" Salah seorang dari mereka yang datang bertanya. Aku sudah terduduk sambil mengelus lututku yang perlahan menimbulkan rasa nyeri.

"Kamera gue...." serakku meminta tolong. Teman yang lain meraih kameraku dan mengeceknya.

Butuh beberapa detik untuk mendengar kabar buruk itu. "Git, kamera lo..."

Mataku lantas memanas begitu mendengar penuturan temanku yang mengartikan bahwa kameraku tidak baik-baik saja.

"Kalian lagi bahas apa--loh, ini ada apa?" Seorang kakak kelas datang menghampiri. Yang kutahu, suara itu adalah suara Kak Bagas, yang tadi memberi penjelasan di depan. Aku hanya samar-samar memproses apa yang terjadi selanjutnya karena sibuk menahan tangis dan rasa sakit. Hal terakhir yang kudengar: "Kalian balik ke kegiatan masing-masing, ya, biar dia gue yang urus."

Keramaian di sekitarku pun terpecah.

Kak Bagas mendekat. Aku menyapu cepat air mata yang menyembul. "Bentar, lo Gita, kan?" tanya Kak Bagas. Aku mengangguk. "Ada yang luka nggak? Gue antar ke UKS, ya."

Aku mencoba berdiri, tapi otot di sekitar lututku mengencang dan terasa nyeri luar biasa. Aku meringis, menggigiti bibir kuat-kuat. Melihat itu, Kak Bagas kemudian membantuku. Susah payah, aku berhasil berdiri dan menumpu pada satu kaki.

— — —

notes:

anyway, playlist crescent udah ada di spotify aku, yang mau dengerin bisa klik link di bio ya! 💜

crescent.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang