sebelas // yang pertama

1.8K 436 21
                                    

Kalau ada yang berpikir bahwa sapaan 'halo' dari Kak Gadang tempo hari adalah yang pertama sekaligus terakhir, maka mereka salah, termasuk aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau ada yang berpikir bahwa sapaan 'halo' dari Kak Gadang tempo hari adalah yang pertama sekaligus terakhir, maka mereka salah, termasuk aku. Kenyataannya, ketika kami berpapasan entah di kantin atau koridor, ia selalu melakukannya. Dengan mimik wajah yang sama persis. Terkadang ia hanya menganggukkan kepala tanpa menanggalkan senyum. Terkadang ia menambahkan namaku di akhir sapaan.

Dan, catat: aku sama sekali belum terbiasa.

"Ragita?"

Tunggu, kenapa aku baru sadar kalau ia selalu memanggilku dengan nama panjang?

"Ekhem."

Aku tertegun sebentar. Oke, kenapa ia tiba-tiba berdiri menjulang di depanku begini? Tidak mungkin hanya karena aku memikirkannya, bukan?

"Kak Gadang?"

"Hai." Senyum sabitnya terbit. "Lo barusan kelas?"

"Iya." Kikuk. "Kakak?"

"Baru mau ikut tambahan." Tangannya menarik kursi, kemudian duduk di sisi lain meja bundar.

"Abis ini lo masih ada tambahan juga?"

"Ngg ... udah selesai, sih, ini lagi nunggu jemputan."

"Loh? Nggak naik motor sendiri lagi?"

Aku menggeleng. Masih berusaha menetralisir keriuhan di dalam dada. Bukankah ini percakapan terpanjang yang pernah kami miliki?

"Kenapa?"

"Mm ... Sebenarnya waktu itu gue dipaksa naik motor sendiri, cuma karena gue udah negative thinking duluan, jadinya kenapa-napa, deh."

"Oh.  Lo pernah ada pengalaman buruk apa gimana, kok mikir aneh-aneh duluan?"

"Sebelumnya gue pernah kecelakaan motor, terus lama banget gue nggak berani nyetir motor sendirian. Tapi ... ya gitu. Hehe."

Aduh, kenapa harus ada hehe-nya, sih?

"Sekarang naik apa? Ojek online?" Aku mengangguk. "Lebih hati-hati lagi, ya. Kalau udah malam banget, kalau bisa dijemput sama keluarga aja. Takutnya kenapa-napa."

"Iya, makasih, Kak."

Senyum sabitnya muncul lagi. Kemudian melirik jam tangan. "Maaf banget, ya. Gue harus masuk kelas sekarang. Lo nggak papa sendirian?"

Sedikit terperangah, aku mengiakan dengan pelan.

"Dah, Ragita."

ㅡ ㅡ ㅡ

crescent.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang