empat // pertemuan klub

2.6K 520 9
                                    

Tadi malam, sebuah grup di aplikasi perpesanan mengundangku setelah aku menghubungi seorang kakak kelas dan mendaftar klub sinematografi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tadi malam, sebuah grup di aplikasi perpesanan mengundangku setelah aku menghubungi seorang kakak kelas dan mendaftar klub sinematografi. Grup tersebut sudah terisi 35 orang dan dari itu semua, belum ada yang kukenal sama sekali. Aku hanya bisa membaca dalam diam percakapan yang terjadi di dalamnya.

Konversasi malam itu mengantarkanku ke situasi ini: duduk di antara siswa kelas sepuluh dan sebelas, memperhatikan seorang kakak kelas yang tengah berbicara di depan. Klub kami berkumpul di dekat kolam ikan, tepat di koridor terbuka menuju aulaㅡyang kemudian memang menjadi tempat kami biasa bertemu. Sejauh ini, atmosfer klub terasa menyenangkan. Kakak kelas dua belas yang membimbing menyambut dengan hangat, tidak semenyeramkan yang kukira. 

"Kita nggak mengadakan kaderisasi, ya, jadi cuma perkenalan. Karena itu, mohon banget keaktifan kalian nantinya. Nggak ada kaderisasi bukan berarti kalian bisa leha-leha dan cuma numpang nama doang. Nanti kalian akan dibagi jadi beberapa kelompok, yang akan dipantau oleh ketua masing-masing. Nah, ketua ini yang bakal menyeleksi kinerja kalian. Jadi, lebih baik mundur sekarang kalau kalian cuma mau main-main aja di sini. Ada yang mau ditanyain?"

Salah satu siswa angkat tangan. Lalu terjalin percakapan di antara mereka. Aku menyimak, ikut mencatat beberapa hal yang harus kuingat dalam kepala.

Tempat berkumpul kami begitu terbuka; banyak distraksi yang akan membuatku tidak sadar tengah memperhatikan hal lain, seperti orang-orang yang berlalu-lalang, sekelompok burung yang terbang, dan awan yang berarak di langit. Keadaan ini tidak mencegahku untuk menangkap suatu figur yang tiba-tiba membuatku berdebar.

Lagi-lagi, aku melihatnya. Lelaki asing yang sempat membuat urat maluku membengkak dan menyesal menjadi orang baik. Memang tidak aneh apabila mataku menemukannya lagi karena toh kami satu sekolah. Namun, yang aku tak habis pikir, langkahnya mengarah ke arah gerombolan klub. Tidak perlu waktu lama hingga kakinya pun terhenti di sebelah kakak kelas yang tadi menjelaskan panjang lebar tentang klub.

Aku menahan napas.

"Nah, ini namanya Gadang. Nanti kalian kenalan sendiri, ya. Dia mau mengecek presensi kalian dulu."

Begitu matanya bertemu milikku, tanpa buang waktu aku menundukkan pandangan.

Kenapa mendadak ia ada di mana-mana? Skenario macam apa, sih, yang berusaha dituliskan semesta? 

ㅡ ㅡ ㅡ

crescent.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang