"Gita! Woy, RAGITA!"
Vokal itu luar biasa kencang dan tidak perlu pikir dua kali untuk mengenali siapa pemiliknya. Aku menyapu pemandangan sekitar, tak lama kemudian pandanganku mendarat pada Audri--ia tengah setengah berlari ke arahku sambil berusaha menghindari keramaian di antara kami.
"Gue kasihan sama orang yang namanya sama kayak gue," sambutku ketika kami sudah berhadapan.
Audri mendengus. "Lo aja yang nggak denger!"
Aku mengabaikannya. "Bawa tiketnya kan?"
Audri merogoh tas kecilnya dan mengeluarkan dua lembar kertas. Kemudian kami berjalan ke sebuah antrean yang lumayan panjang. Kami sedang berada di suatu SMA yang tengah mengadakan sebuah pentas seni tahunan yang namanya sudah dikenal luas oleh khalayak ramai, yaitu Reverie. Dan ya, benar, kata itu yang menyelamatkan aku dan Kak Gadang dari kecanggungan tempo hari.
Saat aku dan Audri melewati gate, hari sudah menggelap. Kami langsung disambut oleh padatnya orang-orang yang membentuk gerombolan-gerombolan kecil. Di area panggung, keramaian justru menumpuk karena memang penampilan-penampilan sudah dimulai sedari tadi.
"Gue lupa bilang ke lo kalau gue nggak bisa sampe malem-malem, Git," Audri berujar seraya kami berjalan menuju food tenants. "Jam 9 gue balik. Eh, jam 10 deh maksimal, sayang banget kalau nggak nonton guest star-nya. Nggak papa, kan?"
"Santai. Gue juga nggak mau kemaleman pulangnya."
Kami berdua membeli minuman sebelum melanjutkan langkah mendekati area panggung. Lantaran aku tidak mau terlalu berdesak-desakan, kami memilih untuk tidak merengsek maju. Di sekitar tempat kami berdiri masih ada sela-sela yang kosong. Aku menikmati pertunjukan di depan dalam diam, Audri pun sepertinya tidak terlalu ingin banyak bicara.
"Eh, Odri, kan?"
Suara itu sama-sama membuat Audri dan aku menoleh. Sebentuk wajah asing tersenyum lebar ke arah Audri. Gadis itu mengangguk sopan padaku ketika ia menyadari kehadiranku.
"Niki!" Audri berseru antusias.
Mereka berdua lalu berpelukan.
"Astaga, gue kira lo nggak dateng. Bukannya kemarin lo ngabarin nggak bisa dateng?"
"Ehe, ya gitulah. Ntar gue ceritain. Lo sendirian, Nik?"
"Nggaklah. Gue bareng yang lain. Tuh, mereka duduk di belakang. Lo nggak mau say hi?"
"Eh, tapi..." Audri beralih padaku. "Lo mau ikut gue sebentar nggak, Git?"
"Mm, nggak, deh. Lo kalau mau pergi nggak papa, gue tunggu di sini." Merasa tidak enak apabila menghancurkan acara reuni mereka yang tidak terencana, aku mengalah. Lagi pula, akan terasa canggung apabila aku menimbrung, lebih baik aku menikmati acara.
"Beneran?" Audri memastikan. Aku mengangguk mantap. "Oke, lo tunggu di sini, ya! Nanti gue telepon kalau lo-nya nggak ketemu."
Aku mengiakan.
Sekejap, aku pun sendirian.
Tapi itu tidak bertahan lama.
"Gita?"
Suara itu.
Aku memutar kepala kilat.
"Lo sendirian?"
— — —
notes:
ada yang tau nggak Niki di sini Niki siapa!? kalau bener ntar aku kasih hadiah! n_n
KAMU SEDANG MEMBACA
crescent.
Short StoryHanya tentang seorang Gita yang lebih menyukai bulan sabit dibanding purnama. © 2019 all rights reserved by fluoresens. [cover photo belongs to its rightful owner.]